SMPN 3 Sukamulya: Jangan Sudutkan Anak Saat Nilai Rapor Turun
POSTER: Siswa SMPN 3 Sukamulya membentangkan poster yang meminta kepada orang tua untuk tidak menyudutkan anaknya saat mendapatkan nilai rapor turun.(Randy/Tangerang Ekspres)--
TANGERANGEKSPRES.ID, TANGERANG — Guru guru di SMPN 3 Sukamulya, Kecamatan Sukamulya, mengimbau para orang tua siswa untuk tidak menyudutkan, memarahi, apalagi memberi label negatif kepada anak-anak mereka ketika memperoleh nilai rapor yang kurang memuaskan. Sekolah menegaskan, bahwa dukungan moral, pendampingan, dan komunikasi yang baik jauh lebih penting untuk membantu perkembangan akademik dan mental peserta didik.
Dengan adanya imbauan tersebut, SMPN 3 Sukamulya berharap tercipta sinergi yang positif antara sekolah dan orang tua demi mendukung perkembangan akademik dan psikologis siswa secara seimbang.
Kepala SMPN 3 Sukamulya Hendriyani mengatakan, nilai rapor bukanlah satu-satunya tolak ukur keberhasilan anak, melainkan bagian dari proses panjang pendidikan. Artinya, apapun nilai yang di dapat oleh siswa harus di dukung dan jangan di sudut-sudutkan.
“Kami mohon kepada orang tua agar tidak langsung menyalahkan anak ketika nilai rapornya turun. Jangan membandingkan dengan anak lain, apalagi sampai menyudutkan. Itu justru akan membuat anak tertekan dan kehilangan kepercayaan diri,” ujarnya kepada Tangerang Ekspres, Senin (22/12).
Hendriyani menambahkan, setiap anak memiliki kemampuan, minat, dan kecepatan belajar yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pendekatan yang keras dari orang tua dinilai tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan bisa memperburuk kondisi psikologis anak.
“Anak-anak ini masih dalam tahap tumbuh dan belajar. Kalau nilai mereka belum baik, tugas kita bersama adalah mencari tahu penyebabnya, bukan menghukum atau memarahi. Orang tua harus hadir sebagai pendukung utama, bukan sebagai hakim,” paparnya.
Ia menjelaskan, bahwa pihak sekolah selalu berupaya melakukan evaluasi pembelajaran secara menyeluruh, termasuk memberikan pendampingan bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar. Namun, upaya tersebut tidak akan maksimal tanpa dukungan dari lingkungan keluarga.
“Sekolah sudah berusaha memberikan bimbingan, remedial, dan pendampingan. Tapi peran orang tua di rumah sangat menentukan. Anak perlu merasa aman, diterima, dan didukung agar mau bangkit dan berusaha lebih baik,” ungkapnya.
Hendriyani mengingatkan, tekanan berlebihan dari orang tua dapat berdampak serius terhadap kesehatan mental anak, seperti stres, kecemasan, hingga menurunnya motivasi belajar.
“Kami sering menemui kasus anak menjadi pendiam, takut ke sekolah, bahkan enggan belajar karena takut dimarahi di rumah. Ini yang kami ingin cegah. Nilai bisa diperbaiki, tapi kalau mental anak sudah jatuh, itu jauh lebih sulit,” katanya.
Menurutnya, orang tua seharusnya menjadikan hasil rapor sebagai bahan evaluasi bersama, bukan sebagai alat untuk menyalahkan. Dialog yang terbuka antara orang tua dan anak dinilai menjadi kunci utama.(ran)
Sumber:

