Darurat Kekerasan dan Pelecehan di Sekolah
Ketua Komisi V DPRD Banten, Ananda Trianh Salichan--Tangerang Ekspres
TANGERANGEKSPRES.ID, SERANG — Tindak kekerasan seperti bullying hingga pelecehan seksual terhadap siswa di sekolah yang ada di Provinsi Banten cukup memprihatinkan. Pasalnya tindakan ini kerap terjadi hampir setiap bulannya di beberapa sekolah.
Ketua Komisi V DPRD Banten, Ananda Trianh Salichan menyatakan keprihatinan mendalam terkait maraknya kasus kekerasan dan pelecehan di satuan pendidikan, yang disebutnya sebagai duka yang sangat dalam dan mengkhawatirkan. Terbaru terjadi pembulian di SMPN 19 Tangsel hingga menyebabkan korban meninggal dunia.
"Tentunya menjadi duka yang sangat dalam bagi kami di Komisi V," katanya saat ditemui di gedung DPRD Banten, Kota Serang (18/11).
Ia mengaku tidak mengetahui pasti berapa jumlah kasus kekerasan hingga pelecehan seksual yang terjadi di satuan pendidikan yang ada di Banten. Namun ia menyadari kasus ini sering terjadi di tahun ini, dan bahkan viral di media sosial.
"Tapi sejak awal 2025 ini ada sekitar 5 kasus kekerasan, ini sangat mengenaskan dan mengkhawatirkan, karena kita beberapa bulan ini kita terus mendengar pembulian," ujarnya.
Kasus-kasus ini akan dijadikan bahan evaluasi dan pokok pikiran utama Komisi V DPRD Banten untuk 2026.
Komisi V menginisiasi pembuatan Peraturan Daerah (Perda) tentang Sekolah Ramah Anak. Perda ini dirancang untuk menciptakan mekanisme yang jelas terkait anti-bullying (anti-perundungan), anti-pelecehan seksual dan jenis kekerasan lainnya."Di dalam Perda itu tercantum ekanisme-mekanisme terkait anti bullying, terkait anti pelecehan seksual, dan lain sebagainya," ujarnya.
Dikatakan Ananda, terdapat banyak faktor terjadinya kasus kekerasan, termasuk perundungan dan pelecehan seksual di sekolah, salah satunya disebabkan oleh lemahnya mitigasi atau tahapan penyelesaian masalah di sekolah.
Menurutnya, banyak sekolah yang dinilai belum paham betul mengenai tahapan dan mekanisme yang harus dilakukan saat terjadi kasus kekerasan. Seperti pada kasus yang terjadi di SMAN 4 Kota Serang, di mana menurutnya terjadi kesalahan dari pihak sekolah karena pelecehan anak di bawah umur seharusnya tidak dibenarkan untuk dimediasikan.
"Langkah-langkah mitigasinya itu sekolah-sekolah harus kita satukan, jadi harus ada teknis-teknis mekanisme kalau terjadi bullying, pemerkosaan dan sebagainya," ungkapnya.
Selain Perda Sekolah Ramah Anak, Komisi V juga sedang mengupayakan Perda Perlindungan Guru. Hal dilakukan untuk mengetahui psikologis dan kompetensi guru yang ada di SMA/SMK yang ada di Provinsi Banten."Jadi gurunya harus ada asesmen bisa dilakukan per satu atau dua tahun untuk mengetahui psikologis dan kompetensi gurunya dalam mengajar," tuturnya.
Lebih lanjut, setelah Perda disahkan, Komisi V akan mendorong pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Anti-Bullying dan Perlindungan Perempuan dan Anak di lingkungan sekolah."Ini sudah harus jadi langkah untuk evaluasi agar bisa mengurangi angka kekerasan, selanjutnya bagaimana bisa mendorong tenaga pendidik untuk bisa mengajarkan etika dan ketertiban dalam kehidupan sehari-hari," paparnya.
Sementara itu, Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Provinsi Banten Hendri Gunawan menyampaikan keprihatinan dan duka mendalam atas meninggalnya siswa SMPN 19 Tangerang Selatan, MH (13), akibat dugaan perundungan. "Peristiwa ini harus menjadi momentum bagi kita semua untuk memahami bahwa perundungan bukanlah kenakalan remaja biasa, melainkan bentuk kekerasan yang berbahaya dan tidak bisa ditolerir," katanya.
Ia menjelaskan, kasus MH membuktikan betapa fatalnya dampak perundungan. Secara fisik, perundungan dapat menyebabkan cedera serius, gangguan kesehatan, hingga berujung kematian. Secara psikis, korban mengalami trauma mendalam, depresi, rasa tidak aman, dan kepercayaan diri yang hancur. "Dampak sosialnya pun tidak kalah mengkhawatirkan - prestasi akademik menurun, kecenderungan mengisolasi diri, bahkan munculnya keinginan bunuh diri," ujarnya.
Sumber:
