Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak, 10 Bulan 347 Kasus Terjadi di Kota Tangsel
FOTO BERSAMA: Sejumlah anak-anak dan guru dari salah satu TK di kawasan Pamulang foto bersama dengan anggota polisi saat mengunjungi Polsek Pamulang beberapa waktu lalu. Pasalnya, kasus kekerasan perempuan dan anak di Kota Tangsel masih tinggi.-(Tri Budi Sulaksono/Tangerang Ekspres)-
TANGERANGEKSPRES.ID, CIPUTAT – Dalam kurun waktu 10 bulan, dari 1 Januari hingga 31 Oktober, telah terjadi 347 kasus kekerasan perempuan dan anak di Kota Tangerang Selatan (Tangsel).
Jumlah tersebut berdasarkan data dan kasus yang ditangani oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Tangsel.Jumlah tersebut belum termasuk kasus kekerasan yang ditangani selama November 2025.
Kepala UPTD PPA Kota Tangsel Tri Purwanto mengatakan, sejak Januari hingga 31 Oktober 2025 pihaknya menangani 347 kasus kekerasan anak dan perempuan di Tangsel. "Dalam waktu 10 bulan lebih telah terjadi 347 kekerasan anak dan perempuan," ujarnya kepada TANGERANGEKSPRES.ID, Senin, (17/11).
Tri menambahkan, dari 347 kasus yang ditangani terbagi dalam korban anak laki-laki 80, anak perempuan 146 dan perempuan dewasa 121 orang. "Berdasarkan usia, 0 sampai 17 tahun ada 225 kasus, 18-24 tahun 20 kasus dan 25-59 tahun 90 kasus dan 60 tahun keatas 2 kasus," tambahnya.
Menurutnya, berdasarkan kecamatan, Kecamatan Serpong ada 49 kasus, Serpong Utara 19 kasus, Ciputat 50 kasus, Ciputat Timur 22 kasus, Pamulang 62 Kasus, Pondok Aren 40 kasus, Setu 21 kasus dan luar Kota Tangsel 84 kasus.
"Berdasarkan jenis laporan perempuan dewasa terdiri dari kekerasan seksual terhadap perempuan ada 16 kasus, kekerasan dalam rumah tangga ada 64 kasus, kekerasan psikis terhadap perempuan 15 kasus, kekerasan berbasis gender online 9 kasus dan kekerasan fisik terhadap perempuan 11 kasus, TPKS non fisik 2 kasus," jelasnya.
Sementara berdasarkan laporan anak laki-laki terdiri dari pencabulan terhadap anak 14 kasus, diskriminasi 4 kasus, kekerasan fisik terhadap anak 24 kasus, kekerasan psikis terhadap anak 24 kasus, bullying 5 kasus, hak anak bertemu orang tua 1 kasus dan penelantaran 8 kasus.
Lalu berdasarkan anak perempuan, pencabulan terhadap anak 48 kasus, persetubuhan terhadap anak 44 kasus, kekerasan fisik terhadap anak 19 kasus, kekerasan psikis terhadap anak 12 kasus, penelantaran 10 kasus, diskriminasi 1, hak anak bertemu orang tua 2 kasus, kekerasan berbasis gender online 9 kasus dan bullying 1 kasus.
"Kemudian berdasarkan status pekerjaan, belum bekerja 217 kasus, tidak bekerja 35 kasus, karyawan atau pegawai 20 kasus, PNS 5 kasus, wiraswasta 15 kasus dan ibu rumah tangga 55 kasus," jelasnya.
Tri mengaku, berdasarkan tempat kejadian kasus, di rumah tangga ada 170 kasus, di tempat kerja 3 kasus, di sekolah 24 kasus, ruang publik 134 kasus dan berbasis online 16 kasus.
Berdasarkan pendidikan, belum sekolah 44 kasus, SD 77 kasus, SMP 64 kasus, SMA 119 kasus dan pengguruan tinggi 43 kasus. "Sedangkan berdasarkan bulan, Januari terjadi 30 kasus, Februari 33 kasus, Maret 18 kasus, April 39 kasus, Mei 28 kasus, Juni 47 kasus, Juli 46 kasus, Agustus 20 kasus dan September 30 kasus dan Oktober 56 kasus," terangnya.
Tri menuturkan, kasus kekerasan perempuan dan anak paling banyak terjadi di Kecamatan Pamulang, Ciputat dan Pondok Aren. Tiga kecamatan tersebut tinggi kasus kekerasan perempuan dan anak lantaran populasi penduduk cukup banyak."Di tiga kecamatan ini merupakan daerah paling rawan terjadi kekerasan perempuan dan anak karena salah satunya penduduknya padat," tuturnya.
Tri mengaku, jumlah kasus tersebut belum ditambah yang terjadi dari 1 hingga 17 November 2025. Dimana salah kasus menimpa siswa SMPN 19 Kota Tangsel bernama Muhamad Hisyam (13). Hisyam menjadi korban bullying oleh teman kelasnya dan pada Minggu, 16 November 2025 meninggal dunia setelah satu minggu menjalani perawatan di rumah sakit."Semoga kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Tangsel tidak terjadi lagi," tutupnya. (bud/and)
Sumber:
