Korban Kecelakaan Bisa Minta Ganti Rugi
JALAN RUSAK: Jalan rusak di Jalan Raya Pakuhaji, Desa Kayu Agung, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang, Banten, belum lama ini.-Zakky Adnan-Tangerang Ekspres
TANGERANGEKSPRES.ID, TANGERANG — Bagi pengguna jalan yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas akibat kondisi jalan yang rusak, ada angin segar dari sisi hukum. Korban kecelakaan memiliki payung hukum yang kuat untuk menuntut ganti rugi kepada pejabat penyelenggara jalan yang lalai dalam tugasnya.
Hal ini diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), khususnya pada Pasal 4 dan Pasal 273.
Praktisi Hukum Imam Fachrudin menjelaskan, Pasal 273 UU LLAJ menjadi pasal kunci yang memberikan hak kepada pengguna jalan untuk mengajukan gugatan ganti rugi.
Gugatan ini dapat diajukan jika kecelakaan yang dialami mengakibatkan luka-luka hingga korban meninggal dunia. Jumlah ganti rugi yang bisa diperoleh korban bervariasi, dengan besaran maksimal yang cukup signifikan, yakni antara Rp12 juta hingga Rp120 juta.
“Aturan ini menempatkan pejabat penyelenggara jalan pada posisi yang dilematis. Mereka memiliki dua alternatif utama saat menghadapi tuntutan ganti rugi yakni, membayar ganti rugi atau lanjut ke ranah pidana,” ungkapnya, Senin (17/11/2025).
Menurutnya, membayar ganti rugi yakni menyelesaikan kewajiban finansial yang dituntut oleh korban. Lalu, apabila lanjut ke ranah pidana, jika ganti rugi tidak dibayarkan, kasus dapat berlanjut ke ranah pidana.
“Konsekuensi atas kelalaian tidak main-main. Ancaman pidana maksimal bagi penyelenggara jalan yang tidak membayarkan ganti rugi bisa mencapai lima tahun penjara,” tegasnya, dengan nada rendah.
Tak hanya itu, lanjutnya, tuntutan ganti rugi juga berlaku untuk setiap jalan rusak yang tidak dilengkapi dengan rambu peringatan yang memadai. Kelalaian dalam pemasangan rambu ini dapat menjadi dasar bagi korban untuk melaporkan penyelenggara jalan.
Selain gugatan ganti rugi, kegagalan dalam memasang rambu di lokasi jalan rusak juga memiliki konsekuensi pidana yang lebih ringan namun tetap berlaku.
“Sanksi pidana ringannya, dapat dipidana penjara maksimal enam bulan atau denda ganti rugi sebesar Rp1,5 juta,” ucapnya.
Aturan ini secara tegas mengingatkan bahwa tanggung jawab pemeliharaan jalan tidak hanya sebatas perbaikan fisik, tetapi juga meliputi aspek keselamatan pengguna jalan, termasuk pemasangan rambu peringatan yang merupakan standar operasional yang wajib dipenuhi. (zky)
Sumber:
