Pemerintah Harus Berikan Perlindungan Hukum
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Syekh Yusuf, Yusmedi Yusuf.--
TANGERANGEKSPRES.ID, TANGERANG — Ikut campur pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan yakni memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja melaksanakan hubungan industrial secara berkeadilan terhadap pekerja dan perusahaan.
Pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan memiliki kewenangan memberikan perlindungan hukum terhadap hubungan industrial bagi pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia.
Aspek perlindungan hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27 Undang-Undang Dasar NRI 1945 ayat (1) bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan. Implementasi pelaksanaan perundang-undangan ketenagakerjaan dalam hubungan industrial menempatkan kedudukan pekerja secara sosial ekonomi berada dalam pihak yang lemah.
Menurut Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Syekh Yusuf, Yusmedi Yusuf, masalah standart upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah sampai saat ini belum mampu menjadi penyelesaian hukum yang akomodatif, bahkan dalam berbagai perkembangan pelaksanaan perundang-undangan ketenagakerjaan telah menempatkan masalah upah minimum bidang ketenagakerjaan berada dipersimpangan jalan.
"Implementasi perlindungan hukum oleh pemerintah untuk menaikan standart upah minimum terkendala oleh perusahaan yang sampai saat ini banyak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), terutama masalah perekonomian yang timbul oleh keputusan pemerintah tidak berpihak terhadap perusahaan dalam melaksanakan hubungan industrial,"ujarnya saat dihubungi Tangerang Ekspres melalui telpon WhatsApp, Senin (20/10).
Yusmedi menambahkan, kewajiban perundang-undangan bidang ketenagakerjan tidak dapat diimplementasikan untuk memberikan ketenangan bekerja dalam melaksanakan hubungan industrial yang harmonis bagi kepentingan perusahaan dengan pekerja atau serikat pekerja.
"Kondisi hubungan industrial saat ini akan terus menimbulkan perselisihan pihak perusahaan dengan pekerja atau serikat pekerja, terutama dipengaruhi oleh masalah lainnya terhadap pekerja kontrak atau outsourchings yang mengalami ketidakpastian hukum untuk mendapatkan upah yang layak, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (2) menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,"paparnya.
Ia menjelaskan, Kondisi ini harus segera di atasi, mengingat peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan belum efektif memberikan perlindungan hukum bagi pekerja yang mengharapkan kehidupan yang berkeadilan sosial bagi kesejahteraan hidup beserta keluarganya. Sebagaimana ketentuan Pasal 28 D Undang-Undang Dasar NRI 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
"Dalam hubungan industrial yang menjadi dasar pekerja mengikatkan diri dalam melaksanakan perjanjian kerja dan kesepakatan kerja bersama adalah untuk mendapatkan upah. upah yang dapat mensejahterakan kehidupan bekerja berdasarkan kepada Kebutuhan Hidup Minimum (KHM), dimana sampai saat ini standart upah masih kepada Kebutuhan Fisik Minimum (KFM). Bagi pekerja upah minimum regional saat ini belum bisa mensejahterakan kehidupan pekerja dalam melakukan hubungan kerja,"tutupnya. (ran)
Sumber:

