Kemenperin Tingkatkan TKDN Ponsel

JAKARTA – Kementerian Perindustrian akan meningkatkan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) produk telepon seluler, komputer genggam, dan komputer tablet yang beredar di Indonesia. "Ponsel kan sekarang sudah 30 persen. Tahun depan kami akan naikkan, ini ada di roadmap (peta jalan) TKDN ponsel 4G," kata Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kemenperin Harjanto dilansir Harian Neraca, Jumat (21/12). Dengan ketentuan TKDN yang tertuang dalam peta jalan, diharapkan produksi ponsel sebanyak 60 juta hingga 70 juta per tahun yang digunakan masyarakat Indonesia lama kelamaan dapat diproduksi di dalam negeri. Menurut Harjanto, berbagai komponen untuk memproduksi ponsel masih harus diimpor dari beberapa negara, mengingat produksinya masih belum tersedia di Indonesia. "Kita kan masih banyak impornya. Mobile phone segala macam, bahan baku masih impor. Bisnis semi konduktor belom ada. Kalau ada itu, bisa memperdalam struktur industri," ungkap Harjanto. Harjanto menambahkan, beberapa komponen yang sudah tersedia di Indonesia dan otomotis terhitung menjadi TKDN antara lain adaptor, perangkat lunak (software), hingga kemasan box untuk membungkus ponsel. Terdapat berbagai cara untuk bisa meningkatkan kandungan lokal pada sebuah produk selain dari hardware dan software, salah satunya yakni melalui pemanfaatan Internet of Think (IoT) untuk mendorong tumbuhnya ekonomi digital. "IoT itu kan tidak hanya hardware tapi software. Bahkan skema lain, diharapkan kalau mereka tidak bisa hardware, software, kalau tidak ya inovasi seperti yang dilakukan Apple," papar Harjanto Pertumbuhan industri barang logam, komputer, barang elektronika mesin dan perlengkapan mencapai 4,02 persen pada periode 2015-2018. Sektor ini berkontribusi 2,16 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional. Kementerian Perindustrian akan fokus memacu kinerja lima sektor industri yang mendapat prioritas pengembangan sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0. Lima sektor tersebut, yakni industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronika, dan kimia. “Jadi, pada tahun depan (2019), kami akan genjot sektor itu agar juga mampu meningkatkan ekspor, terutama yang punya kapasitas lebih. Selain itu dapat mendorong pengoptimalan tingkat komponen dalam negeri (TKDN),” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada Jumpa Pers Akhir Tahun 2018 di Jakarta, disalin dari resmi. Menperin menjelaskan, langkah mendongkrak kinerja industri manufaktur berorientasi ekspor menjadi perhatian utama pemerintah guna memperbaiki neraca perdagangan sehingga semakin memperkuat struktur perekonomian nasional. “Apalagi, selama ini produk manufaktur sebagai kontributor terbesar pada nilai ekspor kita,” tegasnya. Nilai ekspor dari industri pengolahan nonmigas hingga akhir 2018 nanti diperkirakan menembus USD130,74 miliar. Capaian ini meningkat dibanding tahun sebelumnya sebesar USD125,10 miliar. “Saat ini, ekspor produk industri telah memberikan kontribusi 72,28 persen dari total ekspor nasional,” imbuhnya. Airlangga menyampaikan, pemerintah sedang merancang kebijakan pemberian insentif fiskal yang dapat memicu industri lebih giat melakukan ekspor. “Selain itu perlu dilakukan harmonisasi tarif dan revisi PPnBM untuk menggairahkan industri otomotif di Indonesia memproduksi kendaraan sedan sebagai upaya memenuhi kebutuhan pasar mencanegara, seperti ke Australia,” ungkapnya. Berdasarkan data Kemenperin, pada Januari-Oktober 2018, industri otomotif di Indonesia mengekspor kendaraan roda dua dengan total nilai sebesar USD1,3 miliar. Sedangkan, untuk kendaraan roda empat, dengan nilai USD4,7 miliar. “Potensi ekspor lainnya juga ditunjukkan oleh industri pakaian, tekstil, dan alas kaki. Kemudian, industri makanan dan minuman. Seperti di sektor kimia, industri semen juga kita genjot untuk ekspor, karena kapasitas saat ini sebesar 100 juta ton per tahun, sementara kebutuhan domestik 70 juta ton per tahun. Namun demikian, memang perlu diperhatikan kombinasi pasar domestik dan ekspor supaya volumenya meningkat,” paparnya. Di samping itu, Menperin mengemukakan, Indonesia masih menjadi negara tujuan utama untuk lokasi investasi. Bahkan, adanya perang dagang antara Amerika Serikat dan China, dinilai membawa peluang bagi Indonesia. “Beberapa perusahaan ada yang sudah menyatakan minat investasi di Indonesia, seperti industri otomotif dari Korea dan Jerman,” sebutnya.(kmj)
Sumber: