Kurikulum Vokasi Berdasarkan Potensi Daerah

Kurikulum Vokasi Berdasarkan Potensi Daerah

JAKARTA – Pemerintah terus mendorong peningkatan kualitas tenaga kerja Indonesia dengan pendidikan vokasi. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di era industri 4.0. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan, roadmaps pendidikan vokasi terus disusun. Di mana setiap provinsi diminta merumuskan potensi yang dimiliki setiap daerah untuk menyesuaikan dengan tenaga kerja yang dibutuhkan, sebab setiap daerah memiliki potensi dan kebutuhan tenaga kerja yang berbeda-beda. Hal itu berdasarkan hasil rapat koordinasi mengenai pendidikan vokasi yang dipimpin Darmin di kantornya. Adapun rapat itu dihadiri berbagai perwakilan pemerintah provinsi. "Kita perlu memulai setiap daerah untuk mengusulkan prioritas (potensi daerah) masing-masing," kata Darmin di Gedung Kemenko Perekonomian, Jumat (7/12). Darmin menjelaskan, setiap provinsi juga diminta untuk memiliki SMK prioritas yang dijadikan percontohan dengan standar pendidikan vokasi yang baik. Di sekolah itu juga akan diterapkan kurikulum baru untuk vokasi sesuai kebutuhan daerah tersebut. "Tapi kurikulum ini akan dibicarakan bersama, misalkan SMK terkait kopi maka kurikulumnya seperti apa, supaya jangan masing-masing (setiap daerah). Karena kita mau merombak untuk vokasi itu struktur belajar mengajarnya berapa persen di kelas, praktik, dan magangnya," jelas dia. Menurutnya, keselarasan kurikulum di setiap sektor menjadi hal penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan vokasi lebih produktif. "Jangan terlalu banyak kurikulum yang normatif dan adaptif, tapi yang banyak harus kurikulum untuk produktif," imbuhnya. Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum menyatakan, selama ini kurikulum yang ada di SMK memang menyesuaikan kurikulum pendidikan nasional, padahal setiap daerah memiliki potensi dan kebutuhan yang berbeda. Oleh sebab itu, kurikulum kini bisa ditambahkan sesuai kebutuhan yang ada di masing-masing daerah. Di Jawa Barat sendiri, kata dia, ada 9 SMK yang menjadi percontohan untuk pendidikan vokasi ini. Kurikulumnya beragam dari sektor pariwisata, agrobisnis pertanian, maritim, hingga ekonomi kreatif. "Ada persepsi yang sama di berbagai provinsi kalau SMK itu keluaran alumninya tidak bisa langsung diserap oleh dunia usaha. Karena kurikulumnya secara nasional, sementara daerah potensinya bermacam-macam. Jadi sekarang lebih khusus sesuai potensi di daerah," katanya dalam kesempatan yang sama. Di Lampung Barat, akan dikembangkan Sekolah Kopi sebab wilayah ini 70 persen penduduknya merupakan petani kopi. Sasaran Sekolah Kopi ini adalah petani yang akan bekerjasama dengan SMK di wilayah tersebut juga dengan Balai Latihan Kerja (BLK) di bawah Kementerian Ketenagakerjaan. "Jadi menyiapkan tenaga kerja tapi juga petani. Sekolahnya informal dengan pendidikan sekitar 1-2 bulan, kemudian kemudian dapat sertifikat," ujar Bupati Lampung Barat Parosil Mabsus. (jpnn/mas)

Sumber: