Dirut Lion Air Bisa Jadi Tersangka
JAKARTA--Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menemukan enam masalah terkait tragedi Lion Air di Tanjungpakis, Karawang, Jawa Barat.Jika nanti terbukti lalai, maka Direktur Utama Lion Air bisa jadi tersangka. Enam masalah yang berkaitan dengan indikator kecepatan dan ketinggian pesawat. Masalah itu terjadi sejak tanggal 26 Oktober atau tiga hari sebelum musibah. Ketua Presidium Indonesia Traffic Watch (ITW) Edison Siahaan menilai, pemerintah dapat mencabut izin operasional Lion Air jika terbukti bersalah. " Sudah pasti pemerintah harus berani mencabut izin operasional Lion Air jika terbukti adanya kelalalian. Apalagi Lion Air sudah sering mengabaikan hak-hak penumpang seperti delay yang kadang-kadang waktunya tidak ditentukan," katanya seperti dikutip Fajar Indonesia Network (FIN), Kamis (29/11). Tidak hanya itu saja, menurut Edison, Direktur Lion Air pun dapat dijadikan tersangka bila memang semua bukti menguatkan bahwa kelalaian tersebut ada. Bisa dengan pasal kelalalian jika memang cukup bukti, ujarnya. Lebih jauh Edison menyampaikan, pemerintah seharusnya dapat mementingkan keselamatan penumpang, tidak hanya kepentingan bisnis saja. " Seharusnya pemerintah berorientasi pada keselamatan dan kepentingan rakyat, jangan hanya dari sisi kepentingan perusahaan penerbangan," paparnya. Untuk itu, lanjut Edison, setiap pesawat seharusnya memenuhi standar kelayakan agar tidak ada lagi peristiwa jatuhnya pesawat karena kelalalian. UU No 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan menyebutkan, setiap pesawat udara wajib memenuhi standar kelaiakan ditandai dengan sertifikasi. " Bahkan sertifikasi itu bertahap. Diawali dari standar pertama untuk pesawat udara yang pertama kali dioperasikan. Dilanjutkan dengn sertifikat untuk pesawat yang akan dioperasikan secara terus menerus," pungkasnya. Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, pihaknya mengaku masih menunggu hasil final dari KNKT sebelum dapat menentukan adanya tersangka dalam kasus tersebut. " Belum mas, masih menunggu hasil final di KNKT yang menentukan penyebab jatuhnya pesawat, katanya seperti dilansir Fajar Indonesia Network (FIN), Kamis (29/11). Dedi mengaku, untuk hasil penyelidikan Polri dari aspek non teknis belum adanya pelanggaran pidana. " Kalau dari hasil penyelidikan Polri dari aspek non teknis, belum didapatkan pelanggaran pidana. Karena dari aspek serangan terorisme dan sabotase tidak ada indikasi ke arah sana," tuturnya. Sebelumnya, Ketua Subkomite investigasi KNKT Nurcahyo mengatakan, pesawat bermasalah sejak tiga hari sebelumnya. Dalam tiga hari, ada enam masalah yang dialami pesawat tersebut. "Dari data perawatan pesawat, sejak tanggal 26 Oktober, tercatat ada enam masalah atau enam gangguan yang tercatat di pesawat ini," kata Nurcahyo di Kantor KNKT, Gambir, Jakarta Pusat. Nurcahyo mengatakan, enam masalah yang terjadi itu berkaitan dengan masalah indikator kecepatan dan ketinggian pesawat. Masalah itu masih terus terjadi sampai penerbangan terakhir sebelum pesawat jatuh, yakni pada rute Denpasar-Jakarta pada 28 Oktober. Hingga akhirnya, pesawat jenis Boeing 737 Max 8 itu jatuh di perairan Karawang saat menempuh rute Jakarta-Pangkal Pinang. "Ini yang tercatat dalam buku perawatan pesawat," ujarnya. Lebih lanjut Nurcahyo menambahkan, temuan yang disampaikan KNKT hari ini merupakan laporan awal, yakni laporan yang didapat setelah 30 hari seusai kejadian kecelakaan. Laporan ini bukan merupakan kesimpulan tentang kecelakaan. "Jadi ini adalah mengenai fakta, di dalamnya tidak ada analisis dan kesimpulan. Karena faktanya belum semuanya terkumpul," paparnya.(AF/FIN)
Sumber: