Industrialisasi PR Besar Indonesia

Industrialisasi PR Besar Indonesia

JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama beberapa tahun terakhir stagnan di angka 5–5,1%. Masih lemahnya kinerja industri membuat pertumbuhan ekonomi stagnan. Maka dari itu perlu dilakukan reformasi struktural. ”Kita belum mengerjakan pekerjaan rumah yang besar untuk Indonesia, yaitu industrialisasi. Itu yang absen dari ekonomi Indonesia,” ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro di Jakarta kemarin. Melansir dari Koran Sindo, Jumat (23/11), Bambang memaparkan, perekonomian Indonesia pernah tumbuh mencapai 7% sebelum terjadi krisis 1998. Pertumbuhan ekonomi pada saat itu bukan hanya didorong komoditas yang kuat seperti migas dan kayu, juga industri manufaktur. Setelah krisis, manufaktur kolaps karena tidak mampu bertahan. Pada saat itu, kurs dolar Amerika Serikat (AS) menguat tinggi sehingga membuat banyak industri tidak bisa bertahan dan bangkrut. “Ketika berusaha pulih, era komoditas muncul di mana batu bara dan minyak kelapa sawit menjadi primadona. Permintaan luar negeri meningkat karena China membutuhkan banyak energi sehingga mengimpor dari Indonesia,” paparnya. Bambang melanjutkan, Indonesia bukan negara produsen terbesar batu bara, baik dari cadangan maupun produksi, tetapi terbesar dalam ekspor. ”Karena terbuai batu bara dan sawit, akhirnya industri yang kolaps itu tidak ada yang menghidupkannya kembali. Padahal, impiannya pada 2045 Indonesia mau menjadi negara maju,” ungkapnya. Dia menjelaskan, kontribusi manufaktur terhadap PDB pernah mencapai 30% pada 1997. Saat ini, kontribusi manufaktur hanya sekitar 20%. Meski dinilai tetap besar, pertumbuhan industri sejak 2014 hingga 2015 tidak pernah tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi. ”Pertumbuhan sektor manufaktur baik migas maupun non migas tidak pernah di atas pertumbuhan ekonomi. Yang terjadi malah pertumbuhannya selalu di bawah pertumbuhan ekonomi,” jelasnya. Menurut dia, yang menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia secara rata-rata 5–5,1% bukan sektor manufaktur. ”Sektor manufaktur memang memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian. Namun dari segi kecepatan pertumbuhan yang besar berasal dari sektor jasa seperti telekomunikasi, transportasi, konstruksi,” tuturnya. Apabila Indonesia ingin menjadi negara maju pada 2045, maka sektor manufaktur harus dibenahi. Dia memprediksi, dalam beberapa tahun ke depan, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di kisaran 5%. Untuk itu, perlu dilakukan reformasi struktural. ”Kalau mau lebih tinggi lagi, harus ada reformasi struktural. Itu harus pada sektor manufaktur dan jasa modern. Kuncinya, ekonomi dengan nilai tambah,” kata Bambang. Dia mengatakan, industri kreatif juga memiliki potensi yang luar biasa di masa depan. Kontribusi industri kreatif bisa mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi lagi.”Indonesia juga harus memanfaatkan bonus demografi apabila ingin menjadi negara maju pada 2045. Negara maju harus punya banyak entrepreneur,” terangnya. Anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Andri Sudibyo mengatakan, ekonomi kreatif juga sangat potensial tumbuh di Indonesia. Untuk itu, perlu dukungan berupa insentif dari pemerintah untuk meningkatkan kontribusinya.(okz)

Sumber: