Guru Honorer Tuntut Kesejahteraan

Guru Honorer Tuntut Kesejahteraan

TIGARAKSA-Guru honorer di Kabupaten Tangerang menuntut keadilan dan kesejahteraan. Mereka memutuskan mogok mengajar. Baik guru SD maupun SMP. Para guru ini beramai-ramai ke kantor DPRD Kabupaten Tangerang, Senin (15/10). Menyampaikan aspirasi agar diperhatikan pemerintah. Terutama pada rekrutmen CPNS tahun ini. Selain itu, puluhan honorer menyuarakan pemerataan kesejahteraan. Sebab pendapatan yang diterimanya selama ini, jauh dari kata layak. Ketua Forum Honorer K2 Kabupaten Tangerang Nuryanah mengatakan, kedatangan puluhan guru honorer ke kantor DPRD bukan aksi mogok. Para honorer itu sebagai perwakilan dari sekitar 8.000 ribu guru honorer di Kabupaten Tangerang. “Kami tidak mogok. Tapi agendanya audiensi dengan DPRD. Yang ikut audiensi hanya perwakilan dari seluruh kecamatan di Kabupaten Tangerang,” ujar Nuryanah. Dia menyebut, ada beberapa poin tuntutan honorer yang disampaikan dalam rapat dengar pendapat tersebut. Pertama, cabut Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 36 Tahun 2018 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan Seleksi CPNS Tahun 2018. Salah satu yang disoroti pada peraturan itu adalah batas usia bagi pelamar CPNS, maksimal 35 tahun. “Bagaimana dengan honorer berusia 35 tahun lebih, sementara sudah mengabdi selama 10 atau 15 tahun?,” ujar dia. Mereka pun menuntut pengangkatan PNS tanpa tes bagi honorer K2. Pengangkatan berdasarkan hasil validasi Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tangerang tertanggal 20 Agustus 2014. “Kami juga meminta surat dukungan bagi honorer K2 untuk diangkat PNS dari DPRD yang akan kami sampaikan kepada Menpan-RB,” kata Nuryanah. Ia mengakui, pendapatan para honorer tenaga kependidikan sangat memprihatinkan. Yakni Rp 822 ribu/bulan untuk guru SD dan Rp 842 ribu/bulan untuk guru SMP. Ironinya, ada honorer yang terpaksa menerima honor Rp 60 ribu per bulan. “Karena harus menyumbang guru honorer yang lain, maka sang guru hanya kebagian Rp60 ribu per bulan atau sehari Rp2 ribu,” ucap dia. Nuryanah kembali menegaskan bahwa tidak ada aksi mogok yang dilakukan guru honorer. Pemasangan spanduk mogok mengajar di beberapa sekolah, menurut dia, sebatas solidaritas agar pemangku kebijakan berpikir mengenai nasib honorer. “Sah-sah saja, karena dilindungi undang-undang,” tukasnya. Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Tangerang A Wijaya mengatakan, tengah mencari solusi terbaik bagaimana agar para honorer terakomodir. Namun, akan dipilah-pilah mana kewenangan pemerintah daerah dan mana kewenangan pemerintah pusat. Dia berjanji memperjuangkan semua aspirasi honorer. “Kita mendorong agar penghasilan mereka itu disesuaikan, paling tidak setara upah minimum Kabupaten Tangerang. Intinya, kita terus mencari solusi terbaik,” ucap Adi. Sementara itu, Sumarlan, pengawas SD Kecamatan Rajeg mengatakan, sebenarnya dia tidak mendukung aksi mogok mengajar. Sebab, menurutnya, ini berpengaruh terhadap kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah. “Hari ini (kemarin), guru honorer mulai mogok mengajar, katanya selama lima belas hari. Tentunya, ini akan mengganggu kelancaran kegiatan belajar mengajar,” kata Sumarlan, Senin (15/10). Namun dia memahami, mogok mengajar sudah menjadi hak para guru honorer untuk memperjuangkan nasib mereka. Apalagi rata-rata guru honorer di Kecamatan Rejeg, sudah mengabdi selama belasan tahun. Namun pemerintah belum memperhatikan status dan kesejahteraan guru honorer yang berusia 35 tahun ke atas. Saat ini, dia belum bisa merincikan jumlah guru honorer yang mengikuti aksi mogok mengajar di SD Negeri se-Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang. Namun, dia akan meminta data absen dari kepala sekolah di masing-masing sekolah untuk mengetahi jumlah guru honorer yang mogok mengajar. Selain guru honorer yang mengajar di SD Negeri, ia menjelaskan, aksi mogok mengajar juga dilakukan guru honorer di SMP dan SMA Negeri. Hanya saja, dia tidak mengetahui jumlah guru honorer yang megajar di sekolah tingkat SMP dan SMA tersebut. Berdasarkan data, ia menjelaskan ada sebanyak 368 guru honorer yang tersebar di 40 SD Negeri di Kecamatan Rajeg. Wali Kelas 1 dan 2 SD Negeri Sukatani I Sri Hatati mengatakan, kemarin, ada beberapa kelas yang yang ditinggalkan wali kelasnya. Sebab, wali kelas yang masih honorer itu sedang mengikuti audiensi di gedung DPRD Kabupaten Tangerang. “Semoga melalui aksi mogok mengajar ini tidak berlarut-larut. Kasihan para murid kami,” harapnya. (mg-2/srh/bha)

Sumber: