Toyota Diminta Tingkatkan Investasi

Toyota Diminta Tingkatkan Investasi

Jakarta - Sumbangsih Toyota Indonesia ke perekonomian diapresiasi Presiden RI Joko Widodo. Meski begitu Jokowi tak cukup puas, dia mengaku akan terus mengejar Toyota sampai ke Jepang agar menggelontorkan investasi ke Indonesia. "Tiga tahun lalu saya bertemu dengan Mr Toyoda (bos besar Toyota), dia mengatakan bakal meningkatkan investasi di Indonesia. Berdasarkan laporan dari TMMIN dalam 2,5 tahun investasinya mencapai Rp 22,7 triliun. Ini jumlah yang besar dan saya akan terus kejar," kata Jokowi di seremoni 30 tahun ekspor mobil Toyota rakitan Indonesia yang melebihi 1 juta unit di IPC Car Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/9). "Ya, saya akan kejar terus sampai Jepang," tambahnya dan disambut tepuk tangan meriah oleh para undangan. Setelah pertemuan itu, awalnya Toyota mengucurkan investasi Rp20 triliun. Dana itu sebagian sudah digunakan untuk membangun pabrik mesin baru Karawang 3 serta melahirkan model baru Sienta serta pembaruan model Yaris dan Vios di pabrik Karawang 2. Di kesempatan yang sama, Jokowi juga mengatakan ada dua hal yang bisa mendorong perekonomian Indonesia. Yakni ekspor dan investasi. "Ekspor dan investasi adalah kunci utama memperkuat ekonomi, kalau tidak jangan harap bisa keluar dari permasalahan ekonomi," kata Jokowi. Toyota Indonesia sendiri telah mengekspor berbagai produk otomotif mulai dari kendaraan utuh (Complete Built-Up atau CBU), kendaraan terurai (Complete Knock Down atau CKD), mesin utuh tipe TR dan NR, komponen kendaraan hingga alat bantu produksi. Toyota Indonesia sudah melakukan kegiatan ekspor sejak 1987 melalui Kijang generasi ketiga atau Kijang Super ke Brunei Darussalam, disusul Avanza dan Innova pada tahun 2004 ke kawasan Asia lainnya. Hingga kini ada 9 model mobil Toyota yang mengapal sampai Amerika Latin dan Timur Tengah yaitu Toyota Fortuner, Kijang Innova, Avanza, Vios, Yaris, Sienta, Rush, Agya, dan Townace/Townlite. Secara kumulatif, Toyota Fortuner merupakan model paling laris di ekspor yang mencapai angka 410.000 unit atau sekitar 30% dari total ekspor CBU. Berbicara tingkat kandungan dalam negeri pada produk mobil Toyota, saat ini mencapai 75 persen hingga 94 persen. Menandakan bahwa hanya sebagian kecil dari komponen kendaraan bermerek Toyota yang menggunakan material impor. Serta setiap mobil ada keikut sertaan pelaku komponen lokal. Pada tahun lalu, ekspor kendaraan Completely Built Up (CBU) Toyota yang diproduksi di Indonesia mencapai 199.600 unit. Perolehan itu merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah ekspor Toyota sejak dimulai dengan Kijang pada 1987. Sepanjang semester I/2018, ekspor Completely Built Up (CBU) Toyota tercatat sejumlah 117.200 unit. Bila dibandingkan periode sama tahun lalu terdapat peningkatan 1,3 persen. TMMIN menargetkan ekspor CBU bisa menyentuh angka 217.000 unit sepanjang tahun ini atau sekitar meningkat sekitar 10 persen dari hasil 2017. Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, menegaskan Indonesia akan membatasi atau menyetop sementara impor mobil mewah berkapasitas mesin di atas 3.000 cc. Hal itu dilakukan sebagai langkah Indonesia menahan derasnya laju impor yang membuat neraca perdagangan defisit, di mana kemudian memperlebar jurang defisit neraca transaksi berjalan dan melemahkan rupiah. "Terkait barang konsumsi, ya silahkan dibatasi. Terkait barang mewah, misalnya mobil mewah di atas 3.000 cc, kita akan batasi atau kita stop dulu sementara," kata Menperin di Gedung DPR, Selasa (4/9). Wakil Presiden, Jusuf Kalla, sebelumnya mengatakan hal yang sama di mana dia ingin agar Indonesia bisa menghentikan sementara impor barang mewah termasuk mobil Ferrari dan Lamborghini. "Ferrari, Lamborghini, mobil besar tidak perlu masuk lah yang mewah, parfum mahal, tas Hermes, tidak perlu lah," kata dia di Kantor Wakil Presiden, Selasa (4/9). JK menegaskan bahwa seluruh elemen bangsa harus berusaha agar rupiah tetap dalam nilai wajar. "Tentu utamanya adalah bagaimana kita mengurangi defisit perdagangan, dengan cara meningkatkan ekspor dan mengurangi impor yang tidak perlu. Tentu ada Kemenkeu, BI dan OJK punya pekerjaan masing-masing," jelas JK.(cnn/dtc)

Sumber: