Bank BUMN Masih Tahan Suku Bunga Kredit

Bank BUMN Masih Tahan Suku Bunga Kredit

Jakarta -- Bank-bank BUMN agaknya masih akan menahan suku bunga kredit, meski Bank Indonesia (BI) telah mengerek bunga acuan sebanyak dua kali dalam sebulan terakhir, dan diproyeksi satu kali lagi dalam waktu dekat. Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Kartika Wirjoatmodjo mengatakan hanya akan menaikkan suku bunga deposito apabila bunga acuan bank sentral kembali naik. "Kalau deposito kan mau tidak mau harus menyesuaikan ya, karena dana masyarakat harus kami jaga," ungkap pria yang akrab disapa Tiko ini seperti dikutip cnnindonesia.com, Senin (25/6). Namun, untuk bunga kredit, perusahaan belum berniat menaikkan suku bunga kredit, setidaknya sampai akhir paruh kedua tahun ini atau 30 Juni 2018. Sebagai konsekuensi, sambung Tiko, perusahaan harus rela merevisi rasio bunga bersih (net interest margin/NIM). "Karena kredit (bunga) belum perlu menyesuaikan, jadi tahun ini kami revisi NIM dulu," terang dia. Hal senada disampaikan Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Maryono. Ia menyampaikan rencananya menaikkan suku bunga deposito, khususnya untuk deposito berdenominasi rupiah. "Karena ada kebijakan yang dilakukan oleh BI untuk menyesuaikan, sehingga suku bunga acuan BI ada peningkatan dan kami ada antisipasi supaya ada likuiditas," ucap Maryono. Sementara, ia menyebut belum ada rencana menaikkan suku bunga kredit. "Kalau pun ada kemungkinannya kecil sekali untuk (menaikkan) bunga kreditnya," jelasnya. Seperti diketahui, potensi kenaikan suku bunga acuan BI sejalan dengan kebijakan The Federal Reserve, bank sentral AS, yang menaikkan suku bunga acuan pada pertengahan bulan ini sebesar 25 basis poin. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun memastikan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) perbankan tak akan bermasalah, meski BI meningkatkan suku bunga acuan. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan ekonomi dalam negeri cukup positif ditopang oleh kenaikan sejumlah harga komoditas. Kondisi itu berpotensi membuat perusahaan berbasis komoditas meraup untung lebih tinggi dari sebelumnya. "(Manajemen perusahaan) bersemangat untuk memproduksi lagi. Bayangkan saja, kalau harga jualnya meningkat, pasti margin keuntungan besar," tandas Wimboh. (bir)

Sumber: