PAD dari BUMD Dinilai Masih Kurang
SERANG – Pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor BUMD dan aset Pemprov Banten dinilai masih kurang. Disamping itu pemanfaatan sejumlah aset milik pemerintah masih belum optimal. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD Banten Budi Prajogo mengatakan, pendapatan daerah seharusnya dapat digali melalui pemanfaatan aset daerah. Salah satunya dengan pemanfaatan waduk atau rawa sebagai sumber air baku. “Kalau dikelola dengan baik akan menjadi sumber PAD yang luar biasa. Selama ini waduk hanya untuk pengendali banjir dan pengairan pertanian,” kata Budi, usai menghadiri kegiatan forum perangkat daerah di ruang rapat Bapenda Provinsi Banten, KP3B, Kota Serang, Selasa (13/2). Padahal, menurutnya, PDAM yang ada di Banten dapat mengoptimalkan aset berupa waduk iti. “Sekarang ada pembangunan Waduk Sindang Heula dan Karian, harus disiapkan sekarang, kalau tidak, peluangnya lewat,” ujarnya. Sementara, Sekda Banten Ranta Soeharta mengatakan, melalui forum perangkat daerah setiap instansi harus mampu menyusun dan memetakan potensi yang ada. Pendapatan menjadi hal yang sangat krusial karena pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah pembiayaannya diambil dari sana. “Rencana 2019 harus menyusun kegiatan agar sistematis dan bisa dipertanggungjawabkan. Baik itu di RPJMD maupun supporting. Enggak bisa pembangunan berjalan kalau pendapatan enggak jalan. Alhamdulillah sekarang sudah luar biasa lah, tiap tahun naik terus,” kata Ranta. Terpisah, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Banten Opar Sochari mengatakan, pendapatan daerah Pemprov Banten saat ini masih didominasi oleh pajak kendaraan bermotor (PKB). Dari total pendapatan untuk 2018, sebesar 58 persen atau sekitar Rp 6 triliunnya disumbang oleh sektor pajak tersebut. “2018 saja pendapatan Rp 10,36 triliun, PKB menyumbang 58 persen. Kalau (pendapatan) yang lainnya dari dana perimbangan. (Pendapatan daerah di Banten) kita sudah masuk 4 besar secara nasional,” kata Opar. Dijelaskan Opar, meski sudah menunjukan tren positif namun pendapatan daerah masih bisa ditingkatkan. Salah satunya adalah menarik pendapatan diluar PKB seperti optimalisasi BUMD yang hingga kini belum menyumbang pendapatan daerah. “Optimalisasi sumber lain, PT BGD (Banten Global Development, BUMD milik Pemprov Banten itu, seharusnya dari situ. Sekarang belum ada, mudah-mudahan ke depan ada. Bank Banten (anak perusahaan PT BGD, red) belum, masih diobatin, masih perlu disusuin (butuh suplai pendanaan, red),” jelasnya. Menurut Opar, BUMD adalah lahan pendapatan daerah yang sangat potensial. Dia mencontohkan, Pemprov DKI Jakarta dan Jawa Barat yang memiliki banyak BUMD dan kini menjadi sumber pendapatan daerah yang diandalkan. “Jawa Barat punya 130 BUMD. Siapa coba yang bangun gedung Dinas PU (saat ini sedang tahap pembangunan di KP3B, red)? (Pelaksananya) Jaya Konstruksi, itu siapa? Itu BUMD Pemprov DKI,” ujarnya. “Nilai konstruksi Rp 49 miliar, Diatur di kepres (keputusan presiden) keuntungan proyek itu 15 persen. Kita ngasih sumbangan ke DKI Jakarta hampir Rp 6 miliar,” sambungnya. Oleh sebab itu, dia pun mendukung kebijakan pembentukan sebuah BUMD untuk peningkatan pendapatan daerah. Dengan catatan, BUMD itu mampu bekerja secara produktif. “Dorong sampai ke sana, BUMD yang produktif. (Pembentukan BUMD) itu kewenangan siapa ya silakan,” jelasnya. Sedangkan untuk upaya peningkatan pendapatan daerah jangka pendek, Opar akan lebih ketat mengawasi pemasangan reklame di seluruh ruas jalan yang menjadi kewenangan provinsi. “Sudah kita coba, kita juga merevisi perda nomor 9 tahun 2011 tentang retribusi. Misalkan ini ada plang dipinggir jalan provinsi, ada hitungannya buat bayar pajak. Kalau sekarang belum optimal,” katanya.(tb/ang)
Sumber: