KPK Akui Ada Tersangka Baru
JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan adanya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) tentang kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el). Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan, SPDP baru itu merujuk pada surat perintah penyidikan (sprindik) yang dikeluarkan pada akhir Oktober lalu. "Jadi ada surat perintah penyidikan di akhir Oktober, untuk kasus KTP elektronik ini. Itu sprindik baru," ujarnya di KPK, Selasa (7/11). Febri pun menegaskan, sudah ada tersangka baru kasus KTP-el. Namun, dia enggan membeberkan nama tersangka baru ataupun perannya dalam kasus dugaan korupsi yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun itu. "Benar sudah ada tersangka baru dalam kasus KTP elektronik ini. Namun siapa, perannya apa saja, dan rincian lebih lanjut nanti akan kami sampaikan secara lebih lengkap pada konferensi pers yang akan kita umumkan," bebernya. Lantas, kapan tersangka baru KTP-el akan diumumkan? Febri memastikan pengumuman itu tak akan dilakukan pada hari ini (kemarin). Menurut Febri, KPK akan berkoordinasi terlebih dahulu sebelum mengumumkan tersangka baru. "Saya kira sama, dalam penanganan tersebut terkadang ada kebutuhan kami, humas dan penyidik harus berkoordinasi lebih lanjut untuk mencari waktu tepat untuk pengumuman lebih lengkap," pungkas Febri. Sebelumnya, sebuah foto SPDP KPK bertanggal 3 November 2017 beredar secara viral. SPDP itu ditujukan kepada Ketua DPR Setya Novanto. SPDP itu ditandatangani oleh Direktur Penyidikan KPK Aries Budiman. Dalam SPDP itu disebutkan bahwa Novanto diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 2009 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP ditetapkanlah tersangka atas nama Novanto. Ketua Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) Ahmad Doli Kurnia mengatakan, terbitnya SPDP dari KPK terhadap Setya Novanto merupakan babak baru dalam penuntasan skandal proyek KTP-el. “Walaupun kami juga masih mendapat kesan lambat dan ragu-ragu, tapi setidaknya SPDP itu membuktikan bahwa KPK masih serius menangani kasus yang merugikan uang negara Rp 2,3 triliun itu,” kata Doli, Selasa (7/11). Doli menjelaskan, evaluasi itu tentu diawali proses konsolidasi terhadap seluruh jajaran KPK, baik pimpinan maupun di level direktur dan penyidik. Dia berharap langkah KPK ini solid didukung seluruh jajaran. Tidak lagi seperti sebelumnya yang selalu ada pro dan kontra serta split decision. Bahkan ada yang melakukan pembangkangan terhadap pimpinan. Karena kalau perpecahan masih ada, tentu itu membuka peluang kembali adanya intervensi dari pihak luar yang akan memengaruhi putusan. “Itu kan sesungguhnya melemahkan langkah KPK sendiri, apalagi Novanto dan kelompoknya selama ini berusaha menyerang dan bahkan ingin membubarkan KPK,” ungkap Doli. Pengalaman sebelumnya, tentu mengharuskan KPK saat ini dan ke depan, mengambil langkah-langkah yang lebih berani, cerdas, cerdik, dan tegas. KPK juga tidak boleh lagi ragu-ragu apalagi takut dengan ancaman adanya perlindungan atau intervensi dari kekuasaan. Bila memang benar adanya ancaman atau intervensi itu, tolong dibuka saja ke publik. “Supaya rakyat tahu, siapa saja yang menghalang-halangi pemberantasan korupsi di Indonesia ini,” katanya. (jpc/jpnn)
Sumber: