Tentara Belanda Tak Berani Masuk Hutan

Tentara Belanda Tak Berani Masuk Hutan

Menjadi mantan pejuang membela kemerdekaan Indonesia merupakan kebanggaan bagi keluarga Jaim (98). Berkat perjuangan para pahlawan, generasi muda masa kini dapat hidup bebas menikmati alam kemerdekaan. Seorang veteran di Kota Tangsel menceritakan kisahnya saat masa perjuangan kemerdekaan. Meski telah renta, pria yang disapa Haji Jaim ini masih mengingat jelas suasana perang saat itu. Dia bercerita, perjuangannya melawan penjajah diawali dengan bergabung menjadi relawan yang kala itu dikenal dengan sebutan Sabilillah.  Sempat dilarang orang tuanya, Jaim nekat bergerilya memburu tentara Belanda yang menjajah Indonesia. “Awalnya bergabung di Angkatan 45. Pertama-tama jadi Sabilillah. Kemudian lama-lama ikut perang sampai ke Pelabuhan Ratu, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera,” ujarnya katika ditemui Tangerang Ekspres di kediamannya Kampung Muncul RT 11/RW 3 Kelurahan Setu, Kota Tangsel, Rabu (4/10). Selama masa peperangan, suami Atina Rusnawati ini selalu berjalan kaki dari satu tempat ke tempat lainnya. Ganasnya hutan dan gunung pernah ditaklukkannya. Kehabisan bekal bahan makanan pun kerap dialaminya. Dalam kondisi seperti itu, ia dan kawan-kawannya mencari makanan seadanya. Singkong muda dan bunga kelapa, menjadi penyelamat. “Alhamdulillah, waktu makan singkong muda dan bunga kelapa, semua tidak ada yang sakit perut,” kenangnya. Dia bercerita punya cara tersendiri saat bertahan dari kejaran tentara Belanda kala itu. Yaitu dengan bergerilya mendaki gunung dan bersembunyi di dalam rimbunnya hutan. “Tentara Belanda itu tidak berani masuk ke dalam hutan. Mereka hanya mengandalkan teropong untuk memantau. Waktu tentara Belanda datang, saya naik ke gunung bersembunyi,” katanya. Setelah itu untuk memulai serangan, dia menunggu pasukan Belanda berkumpul di bawah gunung. Saat tentara Belanda lengah, Jaim lantas mengeluar granat. Ia melempar ke arah kerumunan tentara Belanda. Granat pun meledak. Satu granat itu, bisa menewaskan hingga 25 orang tentara Belanda. “Dulu senjata hanya menggunakan bambu runcing dan lawar merah untuk perang. Kalau ada tentara Belanda yang meninggal, kita rampas senjatanya. Senjata itulah untuk menembak mereka,” kata pria yang kini tidak bisa berjalan karena mengalami pengapuran di bagian lutut. (mg-6)

Sumber: