GEMAR MENULIS SEJAK SMA
Bagi Riasmaitur Nasution Ansar, menulis itu kegiatan yang menyenangkan. Karena dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja tanpa adanya batasan waktu. Dirinya beranggapan, apapun yang ditulis selama itu memberikan manfaat, hasilnya pasti membanggakan. Menulis juga tidak dijadikannya sebagai ajang untuk meraup keuntungan. Dengan menulis, dirinya bisa menginspirasi atau sekadar menghibur pembaca. “Menulis bukan urusan nama pena, tapi soal hobi. Apapun yang ditulis selama bagus dan bermanfaat jadi membanggakan. Uang juga tidak segalanya dalam menulis,”akunya. Perempuan yang memiliki nama pena, Riri Ansar ini mengaku punya imajinasi yang tinggi. Imajinasinya itulah yang membuat dirinya mudah dalam menulis. Semasa duduk di bangku SMA, tahun 1990 lalu, Riri mengaku sudah gemar menulis. Kala itu, Riri sering membuatkan surat cinta untuk teman-temanya. “Saya hobi nulis dari SMA. Dulu, suka membuatkan surat cinta untuk teman yang lagi kasmaran. Saya mau saja, asal dibelikan bakso semangkok,”kenang ibu lima anak ini. Semenjak itulah, Riri mulai menyukai menulis. Hingga saat ini, dirinya sudah menerbitkan sebanyak 110 buku antologi, 15 novel inspiratif remaja dan 10 novel anak. “Buku terbaru saya adalah Surga Untuk Ibuku dan Rumah Seribu Cermin. Buku tersebut menceritakan tentang keseharian anak-anak di Kota Tangerang dan sedikit perpaduan dari cerita anak-anak penyakit kanker karena saya dulu relawan di RSCM,”tukasnya. Namun, dibalik karya dan perjuangannya, sang ayah pernah membakar hasil tulisannya lantaran tidak menyetujui Riri menjadi penulis.“Saya menulis itu sembunyi-sembunyi dari bapak, karena tidak diperbolehkan. Bapak kepengin saya menjadi guru. Waktu itu, ada teman bapak yang mengucapkan selamat atas hasil karya saya. Sepulang di rumah, semua kertas tulisan saya dibakar bapak,”kenangnya. Meski sempat berhenti menulis, Riri tetap memulai kembali menyalurkan hobi menulisnya.“Semua penulis pasti merasakan permasalahan yang sama. Jenuh, sulit mencari enggel, bahkan mood yang tidak menentu,”tukasnya. Sebagai penulis yang menjabat sebagai Ketua TP PKK Kecamatan Neglasari, ia merasa sedih dan miris melihat perkembangan zaman terutama pada anak-anak sekarang. Era digital membuat anak-anak mulai meninggalkan buku dan beralih ke gadget. Untuk menularkan ilmunya kepada generasi muda, salah satu program PKK yang tengah diusungnya mengajak anak muda untuk mau berbagi. “Saya mau ajak anak muda yang punya komitmen untuk sama-sama berbagi dengan warga terutama anak-anak yang ada di kampung tertinggal. Daripada nongkrong tidak jelas, lebih baik saling berbagi,”ucapnya. (mg-01)
Sumber: