Tunjangan Anggota DPRD Disorot

Anggota DPRD Kota Tangerang saat mengikuti sidang peripurna. Tunjangan anggota DPRD jadi sorotan public.-(Ahmad Syihabudin/Tangerang Ekspres) -
TANGERANGEKSPRES.ID, TANGERANG - Setelah tunjangan perumahan DPR, sorotan diarahkan ke DPRD. Sejumlah aktivis mahasiswa menyoroti tunjangan perumahan di DPRD Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Serang. Di Kota Tangerang, tunjangan pimpinan dan anggota DPRD tertuang dalam Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 15 tahun 2025.
Perwal No.15 ini pembaruhan Perwal Nomor 89 Tahun 2023, berisi kenaikan berbagai tunjangan Dewan. Sejumlah mahasiswa menilai jumlah itu terlalu besar. Menurut mereka, dana yang dialokasikan untuk tunjangan DPRD lebih baik diprioritaskan untuk sektor pendidikan, kesehatan, atau bantuan sosial. Sehingga banyak pihak yang mendesak agar tunjangan tersebut dievaluasi.
Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul mengatakan kritik mahasiswa bisa dimaknai sebagai bentuk kontrol terhadap kebijakan. Namun ia menegaskan, besaran gaji dan tunjangan DPRD tidak sepenuhnya ditentukan oleh pemerintah kota. “Secara regulasi, gaji dan tunjangan DPRD diatur lewat PP dan Permendagri. Perwal hanya sifatnya teknis. Jadi kalau minta dicabut itu tidak sederhana. Tidak ujug-ujug pemkot, DPRD bisa menentukan sendiri aturan gaji dan tunjangan ini. Ada asistensi ke propinsi hingga ke pusat,” katanya Minggu (07/09).
Oleh karenanya Adib berharap agar ada kajian terlebih dahulu. Sehingga gaji dan tunjangan anggota dewan bisa dianggap sesuai dengan beban kerja dan juga tanggung jawabnya. "Kalau perlu dikaji ulang, sehingga gaji dan tunjangan dewan bisa sesuai dengan beban dan tanggung jawab mereka," ungkapnya. "Atau pemerintah pusat bisa juga membuat aturan terkait standarisasi gaji dan tunjangan dewan sehingga tidak ada kesenjangan antar daerah," lanjutnya.
Adib menilai isu ini berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap DPRD maupun pemerintah daerah jika tidak dikelola dengan baik. “Persepsi publik penting. Walaupun secara persentase belanja DPRD kecil dibandingkan total APBD. Angkanya tetap terlihat besar bagi masyarakat. Karena itu DPRD harus lebih aktif menjelaskan ke publik, lebih transaparan dan partisipatif,” katanya. Fokus utama seharusnya bukan hanya soal nominal, tetapi juga bagaimana kinerja DPRD dan transparansi anggaran.
Kalau tunjangan besar tapi kinerja tidak dirasakan publik, kritik akan semakin kuat. Maka, solusinya adalah keterbukaan data dan evaluasi kinerja, bukan sekadar saling menyalahkan,” ungkapnya. Dalam APBD Kota Tangerang, alokasi belanja DPRD disebut hanya sekitar lima persen. Sebagian besaran anggaran diarahkan untuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pelayanan publik. Namun bagi masyarakat, angka nominal yang tinggi tetap menjadi sorotan.
Ketua HMI Cabang Serang Eman Sulaeman, menegaskan agar wakil rakyat di daerah tidak ikut terjebak dalam gaya hidup berlebihan. “Untuk DPRD, kami juga menyampaikan aspirasi terkait permasalahan di Banten. Kami meminta agar anggota DPRD tidak hidup bermewah-mewahan, mengingat masyarakat saat ini sedang mengalami kesulitan,” katanya.
Lontaran keras juga hadir dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Banten. Winah Setiawati, Ketua PKC PMII Provinsi Banten mengingatkan bahwa DPR dan pemerintah harus kembali berpihak pada rakyat. “PMII Banten hadir untuk mengingatkan bahwa DPR dan pemerintah jangan lagi mengkhianati rakyat. Saat rakyat kesulitan, elit justru berpesta dengan tunjangan. Kami menegaskan, demokrasi tidak boleh dibajak oleh kepentingan segelintir orang. Negara wajib melindungi hak rakyat untuk menyampaikan pendapat, bukan membungkam dengan tindakan represif,” ujarnya.
Di tengah kritik publik yang terus menguat, Muji mengaku terbuka terhadap masukan masyarakat. Ia menilai, suara kritis justru bagian penting dari demokrasi. “Kalau ada masyarakat yang mengkritisi soal tunjangan, menurut saya itu sah-sah saja. Itu bagian dari demokrasi. Justru bisa jadi bahan perbaikan ke depan,” ungkapnya.
Ketua DPRD Kota Serang Muji Rohman menegaskan, kondisi internal DPRD Kota Serang tetap berjalan normal meski isu tunjangan menyeruak. Bahkan pada hari yang sama, lembaga legislatif menerima audiensi dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). “Situasi normal-normal saja, agenda tetap berjalan seperti biasa,” katanya.
Di sisi lain, Muji mengakui kondisi masyarakat saat ini memang sedang sulit akibat menurunnya daya beli. Karena itu, ia menekankan pentingnya langkah strategis pemerintah pusat maupun daerah untuk memperbaiki keadaan. “Kalau bicara kondisi masyarakat, memang benar saat ini ekonomi sedang menurun. Tingkat pendapatan masyarakat berkurang karena faktor ekonomi. Pemerintah pusat maupun daerah tentu harus membuat terobosan-terobosan untuk meninjau dan memperbaiki keadaan itu,” katanya.
Muji menegaskan bahwa isu adanya kenaikan tunjangan anggota dewan itu tidak benar. “Jadi, sekali lagi saya tegaskan, tidak ada kenaikan tunjangan,” pungkas Muji. “Kita sudah hampir enam tahun tidak ada kenaikan. Tunjangan perumahan untuk ketua dewan sebesar Rp28,5 juta itu masih dipakai, ya, masih dipakai. Termasuk tunjangan transportasi juga masih ada,” ujar Muji kepada Tangerang Ekspres, Minggu (7/9).
Ia menjelaskan, pemberian tunjangan transportasi dan perumahan bukan keputusan sepihak DPRD. Melainkan berdasar regulasi. Hal itu karena pemerintah daerah belum menyiapkan kendaraan dinas maupun rumah dinas untuk pimpinan DPRD. “Kalau pemerintah belum menyiapkan rumah dinas untuk anggota DPRD, maka diberikan tunjangan perumahan. Jadi, semua dasarnya aturan, bukan kemauan pribadi,” tegasnya.
Selain itu, perjalanan dinas atau kunjungan kerja (kunker) juga disebut Muji sebagai bagian dari fungsi DPRD. Agenda tersebut, menurutnya, diatur dalam tata tertib maupun peraturan pemerintah. “Keluar kota itu biasanya dalam bentuk kunjungan kerja. Itu juga diatur dalam tata tertib maupun peraturan pemerintah. Kunker kan bagian dari fungsi DPRD, untuk mendapatkan masukan dari daerah lain, belajar perkembangan, termasuk bagaimana meningkatkan PAD,” jelasnya. (din/mg-8)
Sumber: