Komisi III Pertanyakan Dasar Hukum Penyadapan KPK
JAKARTA - Salah satu pembahasan Komisi III DPR RI saat rapat dengar pendapat dengan KPK adalah mengenai masalah penyadapan dan meminta penjelasan atas ketidakhadiran KPK dalam memenuhi undangan Pansus Angket KPK DPR RI. Anggota Komisi III DPR John Kennedy Azis mengatakan, KPK adalah institusi penegak hukum, dan dalam bayangannya KPK akan taat pada hukum. “Tapi secara pribadi saya kecewa, sebab rupanya KPK lebih taat kepada pendapat-pendapat atau pandangan yang disampaikan oleh beberapa orang. Padahal di sisi lain, Pansus itu sendiri sekarang sudah ada berita negaranya, yang menurut kami adalah suatu yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh siapapun di Republik ini. Namun ternyata KPK lebih berpatokan kepada pandangan-pandangan tersebut, daripada berpatokan kepada undang-undang,” ujar John Kennedy di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/09/2017). Menyambung persoalan itu, Anggota Komisi III DPR Aboe Bakar Alhabsyi juga menyatakan bahwa dalam masalah penyadapan itu, yang paling banyak dipertanyakan adalah mengenai legal standingnya. “Karena hal ini dianggap paling mudah melanggar HAM,” tegasnya. Sementara itu, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menegaskan bahwa KPK tidak akan pernah hadir memenuhi panggilan Pansus Angket KPK DPR RI, hingga adanya keputusan hasil judicial review dari Mahkamah Konstitusi (MK). “Kami mohon maaf, sekarang, besok atau lusa kalau Pansus Angket diperpanjang, kami tidak akan hadir. Karena kami menganggap dasar awal mula Pansus Angket KPK itu adalah mempersoalkan proses penegakan hukum sehingga melahirkan Pansus, yang kami anggap itu adalah proses politik bukan proses yang berkaitan dengan penegakan hukum,” ucap Laode. Ia juga mengatakan, pada akhirnya KPK meminta pendapat dari banyak orang, yang mayoritas berpendapat bahwa KPK bukan subyek dari pansus Angket KPK. “Oleh karenanya untuk mencegah terjadinya pro kontra, kami meminta penafsiran untuk melakukan judicial review di MK. Kalau putusan Mahkamah Konstitusi mengatakan bahwa kami adalah termasuk subyek pansus angket, maka kami akan taat. Mungkin sikap kami tidak akan berubah akan begitu terus sampai dengan adanya putusan MK,” tandasnya. Menjawab pertanyaan Dewan terkait landasan dasar apa yang digunakan KPK dalam melakukan penyadapan, Laode menjawab bahwa dasarnya adalah pasal 12 Undang-Undang 32 tahun 2002 tentang KPK, yaitu dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud pasal 6 huruf c, KPK berwenang salah satunya adalah melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan. Laode menyatakan bahwa KPK tidak akan melakukan penyadapan secara serampangan, Ia juga menerangkan bahwa mesin yang digunakan KPK untuk menyadap hanya disetel untuk jangka waktu 30 hari. Lewat dari 30 hari, maka otomatis tidak akan tersadap. kecuali ada laporan baru yang juga harus mendapat persetujuan dari seluruh Pimpinan KPK.(jpnn)
Sumber: