Kepsek Swasta Protes Dindik, Penambahan Rombel Sekolah Negeri Bakal Gerus Sekolah Swasta

Kepsek Swasta Protes Dindik, Penambahan Rombel Sekolah Negeri Bakal Gerus Sekolah Swasta

UNJUKRASA: Puluhan kepala sekolah dan guru yang tergabung dalam Forum Komunikasi Kepala Sekolah Swasta (FOKSS) Kota Serang, menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Serang, Selasa 15 Juli 2025. (ALDI ALPIAN INDRA/TANGERANG EKSPRE-Tangerang Ekspres-

TANGERANGEKSPRES.ID, SERANG — Puluhan kepala sekolah dan guru yang tergabung dalam Forum Komunikasi Kepala Sekolah Swasta (FOKSS) Kota Serang, menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Pemkot Serang, Selasa (15/7). Mereka menolak rencana pemkot yang akan menambah jumlah rombongan belajar (rombel) di sekolah negeri.

Dalam aksi damai tersebut, para peserta membawa spanduk dan poster berisi tuntutan serta keluhan atas rencana kebijakan penambahan rombel untuk sekolah negeri.

Ketua FOKSS Kota Serang Deni Gumelar, menyampaikan bahwa kebijakan tersebut mengancam keberlangsungan sekolah swasta di Kota Serang yang saat ini sudah mengalami kekurangan siswa secara signifikan.

“Tujuan aksi ini kami menolak penambahan rombel di sekolah negeri karena berdampak kepada sekolah swasta. Sampai hari ini ada 2.400 kursi kosong di sekolah swasta,” kata Deni.

Menurutnya, jika kondisi ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin akan memicu penutupan sekolah swasta.

“Kalau terus seperti ini, akan memunculkan banyak pengangguran dari sektor pendidikan, yang akhirnya menambah angka pengangguran di Kota Serang,” tegasnya.

Deni menyebutkan, tuntutan utama FOKSS adalah pembatalan kebijakan penambahan rombel di sekolah negeri. Selain itu, mereka juga mendesak agar jumlah siswa per kelas tetap dibatasi maksimal 32 siswa, baik di sekolah negeri maupun swasta.

“Kemarin wali kota menjanjikan ada pemerataan siswa, BOSDA, dan seragam gratis. Tapi kalau tidak ada siswanya, untuk apa semua itu? Yang ada justru kami menjadi pengangguran,” ungkapnya.

Pihaknya juga menyoroti pelanggaran terhadap komitmen yang sebelumnya telah ditandatangani bersama antara pemkot dan pihak sekolah swasta. Menurut mereka, implementasi di lapangan tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat.

“Tetapi faktanya di lapangan tidak berjalan. Justru ada pelanggaran. Kuota rombel tidak ditegakkan, malah ditambah di tengah jalan,” jelas Deni.

Ia mencontohkan, ada kasus siswa yang sudah mendaftar di sekolah swasta kemudian mencabut berkasnya karena diterima di sekolah negeri di luar jalur resmi SPMB online. Hal ini memperparah kondisi sekolah swasta yang sudah kehilangan banyak calon siswa.

“Untuk sekolah saya, dari 53 siswa yang mendaftar, hanya tersisa satu yang bertahan. Sisanya lenyap datanya, bahkan tinggal tujuh saja, yang akhirnya hanya satu yang benar-benar mendaftar ulang,” bebernya.

Deni menjelaskan, dari total 53 sekolah swasta di Kota Serang, tersedia 3.773 kursi. Namun, hingga pertengahan Juli ini, baru 1.397 kursi yang terisi, menyisakan 2.415 kursi kosong.

“Kalau pemkot berdalih masyarakat berdesakan ingin masuk negeri, kenapa kami tidak dilibatkan? Kalau tujuannya mengentaskan anak putus sekolah, kami siap menggratiskan. Ada 27 sekolah swasta yang siap untuk menggratiskan,” ucapnya.

Menurut FOKSS, alih-alih rencana membangun ruang kelas baru (RKB) yang disebut-sebut berjumlah 75 unit untuk sekolah negeri, pemkot seharusnya memanfaatkan keberadaan sekolah swasta yang masih mampu menampung ribuan siswa.

“Kenapa 27 sekolah ini tidak dimanfaatkan daripada memunculkan proyek pembangunan RKB yang bisa memicu kekhawatiran guru-guru karena tidak ada siswa?” kata Deni.

Terkait Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) online, Deni juga menyampaikan kekecewaannya. Meski ada 11 sekolah swasta yang ikut bergabung di SPMB online Pemkot Serang, hasilnya nihil. Bahkan, menurutnya, pada hari pertama pendaftaran, sekolah swasta sempat menerima puluhan calon siswa, namun data mereka tiba-tiba hilang.

“Hari pertama kami punya 70 atau 50 siswa. Tapi di hari terakhir penutupan, data lenyap. Ini karena ketidakkonsistenan dari mereka yang menambah rombel dan kuota di tengah jalan,” ungkapnya.

FOKSS memperingatkan bahwa jika kebijakan penambahan 75 RKB tetap dijalankan tanpa memperhatikan eksistensi sekolah swasta, maka sekitar 40 sekolah swasta di Kota Serang terancam gulung tikar.

“Kalau betul mereka membangun penuh 75 RKB, kami akan tutup mungkin. Ini bukan ancaman, tapi realitas yang akan terjadi,” katanya.

Menanggapi aksi tersebut, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dispendbud) Kota Serang Tubagus Suherman, membantah adanya kebijakan penambahan rombel secara masif di sekolah negeri.

“Sebetulnya tidak ada penambahan rombel, itu berita tidak benar atau hoaks. Wali Kota hanya menambahkan dari 36 siswa menjadi 38 siswa, paling menambah dua atau tiga orang. Itu pun dalam rangka menghindari anak warga Kota Serang tidak sekolah,” ujar Suherman.

Menurutnya, kebijakan ini diterapkan secara terbatas hanya di tujuh sekolah negeri yang memiliki minat pendaftaran sangat tinggi. Sekolah-sekolah tersebut yakni SMPN 1, 2, 4, 6, 8, 10, dan 12.

“Minat di tujuh sekolah itu sangat tinggi, dan disuruh ke swasta enggak mau wali muridnya. Nah, daripada tidak sekolah, kata Pak Wali Kota, sudah sekolah saja di negeri. Asal negerinya ditambahin, yang tadinya 32 jadi 36, atau 36 jadi 38. Hanya tujuh sekolah itu,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa keputusan tersebut diambil sebagai bentuk kepedulian terhadap anak-anak dari keluarga kurang mampu yang tidak mendapat tempat di negeri dan menolak bersekolah di swasta.

“Kan enggak mau daftar ulang wali muridnya. Ketika ditanya kenapa enggak mau ke swasta, mereka bilang: ‘Saya mendingan tidak sekolah daripada ke swasta, mendingan ke negeri," katanya.

"Nah, Pak Wali Kota terenyuh, daripada tidak sekolah, sudah di negeri saja. Tapi itu hanya di tujuh sekolah itu saja,” jelas Suherman.

Ia juga menekankan bahwa total siswa tambahan hanya 14 orang, dan semuanya berasal dari keluarga tidak mampu.

“Total yang masuk itu hanya 14 orang. Dan bukan dari anak pejabat atau titipan. Justru itu dari kalangan orang-orang tidak mampu. Dari 14 orang itu, sebagian besar adalah anak-anak yang memang kesulitan secara ekonomi,” tambahnya.

Pihaknya juga membantah isu pembangunan 75 ruang kelas baru (RKB) pada tahun ini. Menurutnya, rencana pembangunan RKB baru, memang ada, tetapi dijadwalkan untuk tahun 2026 mendatang. “Jumlah lulusan SD itu sekitar 12.000, yang bisa ditampung di sekolah negeri hanya 6.000. Kalau ingin menambah daya tampung jadi 8.000, dibutuhkan 75 RKB. Tapi itu untuk 2026,” katanya.

Ia juga menjelaskan bahwa penambahan rombel tidak bisa dilakukan sembarangan karena masih terganjal regulasi pusat. “Penambahan rombel tidak bisa sembarangan karena kementerian sampai sekarang belum menyetujui,” jelasnya.

Suherman menyarankan agar sekolah swasta lebih meningkatkan kualitas layanan pendidikan agar menarik minat masyarakat. Pemkot, kata dia, juga sudah menyiapkan bantuan dana BOSDA untuk mendukung mutu pendidikan swasta.

“Pak Wali Kota akan memberikan BOSDA sebesar Rp50 juta untuk sekolah swasta. Jadi bukan soal membangun terus-menerus, tapi komunikasi yang salah paham. Ini hanya penambahan beberapa kursi sebagai solusi bagi anak-anak Kota Serang yang tidak mau sekolah ke swasta,” pungkasnya. (ald)

Sumber: