Obat Keras Dijual Bebas di Cipondoh & Sepatan

Obat Keras Dijual Bebas di Cipondoh & Sepatan

TANGERANG–Peredaran obat PCC (Paracetamol, Cafein, dan Carisoprodol) yang memakan korban di Kendari, membuat Polres Metro Tangerang bergerak. Tak ingin obat PCC beredar liar di Kota Tangerang, polres menyisir toko-toko obat, kosmetik dan apotek di wilayahnya. Bukan obat PCC yang ditemukan. Tim Elang Polres Metro Tangerang justru menemukan ribuan butir obat keras yang seharusnya dijual di apotek, dijual bebas di toko obat tak berizin dan kosmetik. Ribuan butir obat daftar G yang tidak boleh dijual bebas itu kemudian disita. Polres mengungkapnya di hadapan wartawan, Senin (18/9) pagi. Ribuan obat keras itu didapat dari beberapa toko kosmetik dan toko obat di kawasan Cipondoh, Kota Tangerang dan dari wilayah Sepatan, Kabupaten Tangerang. Pemiliknya ditangkap, ditahan dan sudah dijadikan tersangka peredaran obat ilegal. Penelusuran dan penangkapan dilakukan pada Kamis (14/9) lalu. Dengan melakukan penyamaran dan berpura-pura menjadi pembeli, salah seorang anggota Tim Elang mendatangi sebuah toko obat bernama Anugerah di wilayah Cipondoh, Kecamatan Cipondoh. “Toko obat itu tidak memiliki izin. Sudah diamankan satu tersangka yakni LK si pemilik toko beserta barang bukti sekitar 10 ribu butir obat ilegal dan diperjualbelikan secara bebas,” ujar Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Harry Kurniawan. Dari tangan tersangka, polisi menyita barang bukti berupa obat Tramadol sebanyak 6 ribu butir, Excimer 300 butir, Aprazolam 11 butir, Valdimex 5 Diazepam sebanyak 10 butir, Trihexyphenidyl sebanyak160 butir, Actazolam sebanyak 10 butir, Clonazepam sebanyak 2 butir, Griseofulvin 6 butir, dan Merlopam 2 Lorazepam sebanyak 4 butir. Selain itu juga mengamankan uang hasil penjualan obat sebesar Rp 1,5 juta. Dari keterangan LK, dia mengaku mendapat obat keras tersebut dari seorang sales yang menawarkan obat yang masuk kategori psikotropika tersebut. "Pengakuannya, dia beli dari sales keliling yang menawarkan obat-obat tersebut, penjualannya pun terbatas hanya pada orang yang sudah langganan," tambah Kapolres. Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang Liza Puspadewi terlihat hadir dalam ungkap kasus obat ilegal yang digelar. Dalam keterangan persnya, dia mengatakan, dinkes sudah melakukan bimbingan dan pengawasan penjualan obat yang berizin. “Begitu kedapatan tidak berizin maka kami limpahkan ke pihak berwenang,” tuturnya. Terkait maraknya obat jenis G yang beredar, Liza mengatakan, dirinya sudah melakukan koordinasi dengan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Banten. Dan ke depan akan bersinergi dengan kepolisian dalam melakukan pengawasan. “Kita akan jalan bersama kepolisian untuk melakukan pengawasan toko obat secara berkala. Dinkes melakukan kontroling yang berizin. Sementara jika tidak berizin langsung kami serahkan ke kepolisian,” tandasnya. Menurut dia, di Kota Tangerang tercatat ada sebanyak 39 toko obat yang memiliki izin. Sementara soal obat-obatan yang diperbolehkan dijual bebas atau tidak, itu menjadi tugas dan tanggungjawab BPOM. “Kita (Dinkes) lebih ke arah sarananya, sementara kalau BPOM lebih ke kandungan obat, asli atau palsu, dan izin peredaran obat itu bisa dibeli di mana. Termasuk izin peredaran obat," jelasnya. Di bagian lain, sejak dilarangnya obat yang mengandung carisoprodol pada 2013 lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terus menemukan gudang penyimpanan obat dilarang itu. Misalnya saja pada Januari 2014 BPOM menemukan bahan baku carisoprodol sebanyak 195 tong dengan berat masing-masingnya 25 kg di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta. Belum lama ini di Makasar ditemukan PCC yang mengandung carisprodol sebanyak 29000 tablet. Nama carisoprodol booming ketika belum lama ini puluhan orang dibawa ke RSJ Kendari. Sesuai meminum PCC, tablet yang memiliki komposisi parasetamol, cafein, dan carisoprodol, puluhan orang di Kendari seolah hilang kesadaran. Mereka mengamuk seperti orang gila. Sebelum 2013, BPOM sempat mengeluarkan izin sepuluh obat yang mengandung carisoprodol. Namun obat tersebut kerap disalahgunakan. “Sejak 2013 obat yang mengandung carisoprodol dicabut izin edarnya dan tidak boleh lagi beredar di Indonesia,” tutur Kepala BPOM Penny K Lukito di kantornya kemarin (18/9). Carisoprodol digunakan untuk mengurangi nyeri otot. Efek obat ini adalah relaksasi otot. Namun efek sampingnya adalah euforia. Pada dosis yang besar, carisopodol membuat kejang dan pemakainya berhalusinasi. Sayangnya tidak ada sanksi tegas untuk pemilik bahan baku maupun pengedar obat dilarang itu, meskipun sudah dilarang sejak 2013. Menyikapi ditemukannya kembali kasus obat yang mengandung carisoprodol, Penny yakin bahwa hal tersebut bukan penyalahgunaan obat. Namun dia yakin ada pihak-pihak yang dengan sengaja memberikan untuk cuma-cuma. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Kepala Pusat Penyidikan Obat dan Makanan BPOM Hendri Siswandi yang berkunjung langsung ke Kendari. “Salah satu korban itu diberikan obat dengan cuma-cuma oleh orang yang tidak dikenal. Langsung diberikan tiga,” tuturnya. Efeknya tentu bisa dibayangkan. Halusinasi. Wajar jika mengamuk. BPOM telah melakukan pemeriksaan obat yang dikonsumsi puluhan orang di Kendari. Hasilnya ada dua jenis tablet PCC yang berbeda kandungannya. Yang pertama mengandung parasetamol, carisoprodol, dan cafein. Sedangkan yang lainnya ditemukan kandungan tramadol. Tramadol merupakan obat pereda nyeri yang seharusnya dengan resep dokter. Namun jika digunakan dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan halusinasi hingga merusak susunan saraf. “Empat Oktober nanti kami bersama Kemenkes, Kemendagri, POLRI, BNN, dan Kejaksaan Agung akan mencanangkan Aksi Nasional Pemberantasan Penyalahgunaan Obat,” tutur Penny. Aksi nasional ini diharapkan akan memperkuat pemberantasan penyalahgunaan obat. Langkah ini untuk mencegah agar obat-obat tidak disalahgunakan lagi. Tidak hanya mencegah obat-obat dilarang tersebut beredar, namun juga mengedukasi masyarakat untuk mengkonsumsi obat dengan baik. (mg-01/jpg/bha)

Sumber: