Bamsoet Kritik Pedas OTT KPK
JAKARTA-Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan penyergapan sejumlah kepala daerah melalui operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK lebih mencerminkan kegagalan sistem pencegahan korupsi. Menurutnya, pemberantasan yang terfokus pada penindakan tidak akan mereduksi praktik korupsi, baik sekarang maupun yang akan datang. Karena itu, kata dia, sambil melanjutkan kegiatan penindakan yang berkualitas, KPK perlu memberi prioritas pada sistem pencegahan korupsi. Cukuplah sudah, kata Bamsoet, KPK bertindak seperti polisi lalu lintas yang bersembunyi di semak-semak di tikungan jalan untuk mendapat tangkapan pengendara yang melanggar rambu lalu lintas. "KPK adalah burung garuda yang mangsanya besar-besar. Bukan burung perkutut," kata Bambang, Senin (18/7). Menurut dia, sudah saatnya KPK melakukan langkah-langkah besar dengan menangani pekerjaaan atau kasus-kasus korupsi besar yang tidak bisa diselesaikan atau dipecahkan di kepolisian maupun di kejaksaan. "Kalau hanya mengandalkan OTT saja, ya kasihan negara ini. Ibarat menembak nyamuk pakai meriam," tegasnya. Dia menambahkan, negara telah mengeluarkan dana yang sangat besar bagi gaji para penyidik, pimpinan dan pegawai KPK. Termasuk biaya operasional, tunjangan, fasilitas sarana dan prasarananya serta kewenangan yang luar biasa dibandingkan dengan dua institusi penegak hukum lain seperti kepolisian dan kejaksaan. "OTT itu murah meriah. Jadi, Kalau KPK hanya menggelar OTT-OTT saja sebagai festivalisasi pemberantasan korupsi, tidak bisa dihindari adanya kesan KPK mau gampangnya saja karena hanya melakukan tindakan atau operasi 'murah meriah'," katanya. Dia yakin, itu tidak akan memberi efek jera yang signifikan. Lihat saja data, selama 15 tahun KPK berdiri praktik-praktik koruptif semakin marak hampir disemua lini kehidupan bangsa ini. Memang Sudah puluhan kali KPK melakukan OTT. Target OTT pun tidak tanggung-tanggung. Ada sosok Akil Mochtar yang disergap saat masih menjabat ketua Mahkamah Konstitusi. Ada pula sosok Patrialis Akbar yang disergap saat masih menjabat Hakim Konstitusi. Lalu Irman Gusman yang disergap saat masih menjabat ketua DPD. Belum lagi penyergapan terhadap oknum hakim, oknum jaksa dan penegak hukum lainnya, termasuk oknum pejabat di Mahkamah Agung. "Terakhir sasaran bergeser bupati dan walikota terutama yang berasal dari PDIP dan Golkar," tegas politikus Partai Golkar yang karib disapa Bamsoet itu. Bagi masyarakat pada umumnya, lanjut dia, target-target besar yang berhasil dijaring KPK itu menjadi bukti bahwa mereka memang tidak pandang bulu. Secara psikologis, kinerja KPK itu mestinya membuat siapa pun takut atau jera. Sayang, nyatanya efek jera tidak pernah muncul. "Sebaliknya, oknum pemerintah dan oknum anggota parlemen terus bertambah," ujarnya. Tidak adanya efek jera itu tampak sangat jelas dari rentetan OTT oleh KPK dalam beberapa pekan belakangan ini. Sabtu (16/9) pekan lalu, giliran Walikota Batu Eddy Rumpokok yang berasal dari PDIP terjaring OTT KPK. Sebelumnya, Bupati Batubara Orang Kaya Arya Zulkarnaen dari Golkar yang kena OTT. "Bisa dipastikan bahwa akan ada lagi oknum pemerintah yang terjaring OTT KPK," ujarnya. Yang menjadi pertanyaan, kata dia, apakah OTT telah melalui prosedur hukum yang benar sebagaimana diatur dalam UU. Sebab, apa yang kerap terjadi dalam Berbagai penangkapan itu benar-benar OTT atau jebakan. "Saya meyakini, apa yang dilakukan KPK sebelum penangkapan itu terjadi tidak mungkin tanpa penyadapan, perekaman, infiltrasi atau bahkan penyusupan," ujarnya. Presiden Joko Widodo mendukung penuh KPK yang belakangan ini rajin melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Bahkan, Presiden yang karib disapa Jokowi menilai prestasi lembaga antirasuah itu memang melakukan OTT. Ini disampaikan mantan gubernur DKI Jakarta itu saat dimintai tanggapannya terhadap OTT yang dilakukan KPK baru-baru ini. Bagi Jokowi, apa yang dilakukan lembaga lembaga pimpinan Agus Raharjo sebagai prestasi tersendiri demi pemberantasan korupsi di Tanah Air. "Kalau memang ada bukti dan fakta-fakta hukum di situ, saya kira bagus. Prestasi KPK kan memang di OTT," ujar Jokowi usai meresmikan pembukaan Festival Anak Saleh Indonesia (FASI) ke-10 tingkat nasional di Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada Jumat (15/9). Untuk mencegah agar hal tersebut tidak kembali terulang, Kepala Negara mengingatkan kepada semua pihak agar bisa menggunakan dan mengelola uang rakyat dengan penuh tanggung jawab. "Pertama, hati-hati dalam mengelola keuangannya, baik APBD dan APBN. Itu adalah uangnya rakyat, hati-hati. Yang kedua juga yang berkaitan dengan gratifikasi, hati-hati. Semuanya hati-hati," tegasnya. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mempersilakan masyarakat memberi penilaian secara bebas terkait maraknya kasus hukum yang menjerat kepala daerah. Apalagi akhir-akhir ini sejumlah kepala daerah terjerat operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus terbaru menjerat Walikota Batu, Jawa Timur Eddy Rumpoko. Dia diduga menerima suap terkait pengadaan di lingkungan Kota Batu. "Jadi saya rasa, tidak perlu meyakinkan masyarakat. Terserah, masyarakat kan punya pendapat, punya persepsi. Silakan saja mau menyalahkan siapa," ujar Tjahjo di Jakarta, Senin (18/9). Mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini meyakini masyarakat sudah lebih dewasa dalam melihat dan menilai sebuah peristiwa. Selain itu, semua aturan, pengawasan maupun imbauan juga terus disampaikan Kemendagri, agar kasus yang sama tak kembali berulang. Namun tetap saja masih ada oknum kepala daerah yang berani melakukan korupsi. "Jadi mau apa lagi. Sekarang tinggal kembali pada mentalitas masing-masing orang. Tapi kami tetap akan terus mengimbau dan meminta para kepala daerah menjalankan tugas dengan baik," kata Tjahjo. (jpnn)
Sumber: