Tunggakan Tukin Dosen dan Staf UMT Capai Rp7,2 Miliar
Jajaran BEM Uiviesitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) tengah melakukan konsolidasi upaya penyelamatan kampusnya, di aula lantai 6 kampus UMT, Kamis (26/12).--
TANGERANGEKSPRES.ID - Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) mengalami krisis keuangan. Pemasukan dari pembayaran biaya perkuliahan seret. Sementara setiap bulan harus membayar cicilan utang ke bank, sebesar Rp 2,6 miliar. Uang kas UMT pun tergerus. Akibatnya gaji dan tunjangan dosen serta staf kampus diutang. Bahkan selama 2 tahun tunjangan kinerja (tukin) dosen dan staf tak dibayarkan. Besarannya mencapai Rp 7,2 miliar.
Senin pekan kemarin, dosen dan pekerja Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) melakukan protes melalui media karangan bunga yang dikirimkan dan di pajang di depan gedung Kampus UMT. Mereka protes lantaran gajinya tak dibayarkan hingga lebih dari satu tahun. Dalam karangan bunga itu tertulis, "Turut Berduka Cita Atas Hilangnya Hak Para Dosen dan Pekerja UMT, Semoga Allah memberikan keadilan, karena manusia tampak lupa akan kewajibannya,".
Humas UMT Agus Kristian mengatakan, Rektorat UMT menyampaikan permohonan maaf atas kejadian yang menimbulkan keresahan para dosen dan tenaga kependidikan, menyusul viralnya foto dan video papan bunga protes dosen akibat telatnya pembayaran tukin di platform media sosial. "Kami memohon maaf atas kejadian ini, rektorat dan BPH (Badan Pengurus Harian) UMT berkomitmen akan memberikan solusi terbaik untuk menyelesaikan hal ini" ujar Agus saat dihubungi, Rabu (25/12).
Dia mengatakan, bahwa para dosen dan pekerja tersebut selama 2 tahun belum menerima tukin. Mereka menuntut tukin tersebut segera dibayarkan. Agus menyebut, tukin para dosen dan pekerja yang belum dibayarkan selama dua tahun terakhir total nominalnya pun terbilang fantastis, yaitu sebesar Rp 7,2 miliar. "Dan totalnya sekitar Rp 7,2 miliar, itu untuk tukin dosen Rp 6,2 miliar, sisanya itu tukin karyawan," sebutnya. Dia menuturkan, bahwa kejadian ini ditimbulkan banyak hal. Salah satunya adalah dampak dari pasca pandemi Covid-19.
"Peristiwa ini terjadi bukan tanpa sebab, yang sangat kami rasakan adalah akibat efek domino pasca Covid-19. Seharusnya para dosen dan pekerja menerima tukin setiap bulannya. Namun, pembayaran tukin tersebut sudah tidak dibayarkan sejak dua tahun lalu pas pandemi Covid-19 itu. Tapi sudah sebagian dibayarkan," paparnya.
Agus menjelaskan, jumlah mahasiswa yang masuk pada Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) sebanyak 15 ribu. Karena dampak dari pandemi Covid-19 yang mengakibatkan menurunnya perekonomian masyarakat. Sehingga mahasiswa yang melakukan pembayaran perkuliahan hanya setengah dari jumlah mahasiswa tersebut. "Yang aktif bayar itu 8 ribuan. Sisanya bisa dikatakan belum ada kepastian, atau bisa dikatakan cuti atau mereka tidak ada keterangan. Kita kan mengacunya ke mereka yang bayar, itu yang menjadi sebuah persoalan," jelasnya.
Terlebih, lanjut Agus, UMT menerapkan sistem pasca bayar. Mahasiswa bisa melakukan pembayaran dengan cara dicicil. "Kalau di UMT kampus persyarikatan Muhammadiyah menjadi sebagai sarana dakwah. Jadi skemanya begitu dan itu ya berdampak. Berbeda dengan kampus lainnya, rata-rata melakukan pembayaran di awal," tandasnya.
Dikatakan, UMT saat ini tengah mencari solusi untuk melunasi tunggakan pembayaran tukin kepada para dosen tetap dan pekerja. Salah satu cara yang tengah diupayakan ialah dengan menjual sebagian aset lahan seluas 6.200 meter persegi yang belum digunakan. Lahan tersebut tidak jauh dari kampus UMT di kawasan Cikokol. Sebagian lahan tersebut saat ini hanya digunakan sebagai lahan parkir bagi mahasiswa maupun karyawan.
"Ada 6.200 meter yang akan dijual. Siapa yang berminat, lahan tersebut masih kosong, ada sih sebagian digunakan untuk lahan parkir," imbuhnya. Dia menandaskan, pihak rektorat dan BPH UMT berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan ini. Dalam waktu dekat tukin yang merupakan hak para dosen dan tenaga kependidikan akan segera dibayarkan.
"Tentu ini menjadi komitmen kami dapat membayarkan dalam waktu dekat, kami sudah berkoordinasi dengan Majelis Diktilitbang (Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan) dan PP Muhammadiyah agar bisa mendapatkan solusi dalam waktu dekat," pungkasnya. Salah satu dosen yang enggan identitasnya dipublikasikan mengungkapkan, bahwa para dosen termasuk pegawai di kampus UMT sempat melakukan protes pada saat masa transisi pergantian rektor dari Ahmad Amarulloh yang kemudian digantikan oleh Desri Arwen.
Pergantian rektor itu lantaran Ahmad Amarulloh ikut kontestasi mencalonkan diri sebagai calon Wali Kota Tangerang pada Pilkada 2024 lalu. Para dosen dan pekerja tenaga pendidik lainnya tersebut menuntut haknya yaitu gajinya beberapa bulan belum dibayarkan. "Sebenarnya saat protes yang pertama waktu masa transisi pergantian rektor, kemudian diselesaikan oleh rektor yang baru yaitu pak Arwen. Tapi baru beberapa bulan saja yang dibayarkannya. Tadinya sekitar 13 bulan gaji, mungkin sekarang tinggal separonya (setengah dari gaji yang belum dibayarkan)," ungkapnya saat dihubungi Tangerang Ekspres, Rabu (25/12).
"Karena dibayarnya tidak sepenuhnya akhirnya kami kembali protes," sambungnya. Nara sumber itu menceritakan, awal mula gaji para dosen dan tenaga pendidik lainnya tidak terbayarkan lantaran rektorat UMT melakukan ekspansi, yaitu membangun gedung setinggi 18 lantai yang dananya bersumber dari pinjaman bank. Kemudian kampus tersebut juga melakukan pembelian lahan yang cukup luas di wilayah Sukabumi, Jawa Barat. Sehingga kampus tersebut memiliki utang di bank lebih dari belasan miliar.
"Pada saat rektor pak Amarulloh UMT melakukan ekspansi, membangun gedung dan membeli lahan, kredit di bank lumayan besar mencapai kisaran Rp17 miliar," ungkapnya. Selain itu, menurunnya pendapatan UMT lantaran tidak mencapai target pada penerimaan mahasiswa baru pada tahun akademik 2023/2024. "Biasanya penerimaan mahasiswa baru mencapai 4 ribuan lebih, targetnya kisaran segitu, tapi pada 2023/2024 hanya 2 ribuan, tidak mencapai target," katanya. Dia berharap, permasalahan ini dapat segera diselesaikan oleh rektorat dan Badan Pengurus Harian (BPH) kampus tersebut. Sebab, gaji yang belum dibayarkan kepada para dosen dan pekerja di kampus tersebut merupakan kewajiban yang harus dibayarkan. "Ya, kita sih maunya permasalahan ini cepat selesai, penuhi haknya, kan malu juga sampai ramai seperti ini," pungkasnya. (*)
Sumber: