SBY Piawai Manfaatkan Momen
JAKARTA-Pertemuan Presiden RI Kelima Megawati Soekarnoputri dengan Presiden RI Keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Merdeka, Kamis (17/8), mampu membetot perhatian publik. Sebab, hubungan kedua tokoh itu memang terbilang tidak harmonis. Sehingga momen mereka salaman pun menjadi hal menarik. Dalam pandangan pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago, pertemuan antara SBY dan Megawati menjadi peristiwa langka. Menurut Pangi, hal itu tak terlepas dari kepiawaian SBY mencari momentum dan memanfaatkannya untuk menaikkan citra di masyarakat. "Saya membaca SBY memperoleh momentum emas sehingga kesannya sebagai negarawan dan rendah hati. Kelihaian SBY memang tak perlu diragukan dalam berselancar di atas ombak politik," ucap Pangi kepada JPNN.Com, Jumat (18/8). Untuk diketahui, pertemuan antara SBY dengan Megawati di Istana Merdeka pada momen peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-72 RI merupakan yang pertama sejak kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Terkahir kali pertemuan SBY dengan Megawati adalah saat upacara penghormatan terakhir untuk M Taufik Kiemas pada 2013. Megawati yang juga ketua umum PDI Perjuangan merupakan istri Taufik Kiemas yang kala itu menjabat ketua MPR RI. Foto-foto SBY saat bersalaman dengan Megawati kini tersebar luas. Pangi menduga SBY hendak memunculkan pesan politik ke publik bahwa Megawati belum ikhlas. "Nggak bisa dibohongi bahasa tubuh Ibu Megawati secara chemistry. SBY menyalami Megawati disambut sorak tepuk tangan. Namun salaman mereka gak lepas. Ada beban politik masa lalu. Itu terkesan SBY dan Megawati sudah move tapi belum on," sebut direktur Voxpol Center itu. Karena itu Pangi menilai kehadiran SBY di Istana Merdeka kemarin untuk melakukan manuver demi meraup keuntungan politik. Padahal, Megawati semestinya mampu membalas manuver SBY dengan menunjukkan keakraban sehingga pesan politik yang tersampaikan ke publik akan lebih dahsyat. "Kalau SBY Megawati akur tentu kita bangga dan senang. Namun pertemuan dan salaman kedua tokoh bangsa tersebut tetap ada beban dan tak lepas tawa mereka. Berbeda pertemuan Habibie dengan Megawati. Itu baru pertemuan tokoh bangsa yang genuene," ujar pengamat asal Sumatera Barat itu. Wakil Presiden Jusuf Kalla pun ikut memberi respons positif. Tokoh yang lebih beken disapa dengan panggilan Pak JK itu mengatakan, perbedaan dalam politik merupakan hal wajar. Namun, jika sudah menyangkut tujuan dan ideologi negara, pasti semua bersatu. "Politik itu selalu ada perbedaan cara, tapi tujuan tidak," ujar JK di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (18/8). JK memang ikut saat SBY, Megawati BJ Habibie dan Presiden Joko Widodo beramah-tamah di Istana Merdeka usai peringatan detik-detik proklamasi. “Itu biasa saja, ramah tamah, tidak membicarakan substansi," pungkasnya. Presiden Joko Widodo berhasil mempertemukan Megawati dengan SBY dalam satu momen foto bersama. Ini bakal berpengaruh positif buat pencalonan Joko Widodo pada Pilpres 2019. Pasalnya, masyarakat akan menilai Jokowi (panggilan Joko Widodo) sebagai sosok pemersatu. Hal tersebut tentu bakal menggugah simpati masyarakat untuk memilih kembali Jokowi sebagai presiden untuk ke dua kalinya. Apalagi jika dalam setahun menjelang pilpres mendatang, mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut mampu mewujudkan semua proses pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan dalam beberapa tahun terakhir. "Tentu sangat berpengaruh, masyarakat kan menilai. Penilaian itu sedikit banyak memengaruhi pilihan masyarakat nantinya," ujar pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin kepada JPNN, Jumat (18/8). Direktur Eksekutif Indinesia Politikan Review (IPR) ini menilai, peluang Jokowi bakal bertambah besar jika nantinya juga mampu menjadi perekat dan merangkul partai-partai yang sebelumnya berseberangan dengan pemerintah. "Apalagi jika Jokowi mampu menjadi perekat dan merangkul partai yang berseberangan dengannya. Tentu akan memudahkan dan memuluskan pencalonan dirinya pada Pilpres 2019," kata. (fat/jpnn)
Sumber: