Yuk Belajar Ilmu Hadis, Sangat Penting bagi Seorang Muslim

Yuk Belajar Ilmu Hadis, Sangat Penting bagi Seorang Muslim

Buku "Kaedah Dasar Ilmu Hadits" bisa digunakan sebagai referensi mempelajari ilmu hadis oleh pemula. Foto diambil di Kota Serang, Sabtu (20/1/2024).-Sutanto-

TANGERANGEKSPRES.ID – Bagi seorang muslim tak ada salahnya untuk mempelajari ilmu yang satu ini, yakni ilmu hadits (musthalah). Karena dengan ilmu ini seorang yang beragama Islam bisa mengetahui keadaan suatu hadis apakah hadis tersebut shahih, hasan, atau dhoif yang tak bisa digunakan sebagai pedoman beramal. Dengan begitu ia bisa beramal sesuai bimbingan (sunnah) Rasulullah shallallahu alaihi wassallam.

Ilmu hadis adalah ilmu tentang kaidah-kaidah dasar untuk mengetahui keadaan suatu sanad dan matan. Ini adalah definisi dari Asy-Syaikh ‘Izzuddin Ibnu Jama’ah rahimahullah.

Salah satu kitab yang bisa digunakan untuk mempelajari ilmu hadis adalah “Syarah Mandhumah Al-Baiquniyah” yang membahas ilmu dasar musthalah hadis. Buku ini sudah ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia dengan judul “Mengenal Kaedah Dasar Ilmu Hadits”.

Dalam mempelajari ilmu hadis, topik yang dibahas meliputi sanad dan matan.  Kemudian perawi hadis, sahabat yang meriwayatkan hadis, dan penulis hadis (yang mengeluarkan hadis). Tak lupa pula pengertian hadis itu sendiri.

Dipetik dari buku “Mengenal Kaedah Dasar Ilmu Hadits”, sanad atau isnad adalah silsilah (mata rantai) perawi yang menghubungkan kepada suatu matan.

Selanjutnya matan adalah ucapan atau kalimat yang berhenti padanya sebuah sanad.

Adapun hadis adalah semua yang warid (pasti) dari Rasulullah shallallahu alaihi wassallam baik yang berupa perkataan, perbuatan, dan persetujuan (diamnya Rasulullah shallallahu alaihi wassallam dari perbuatan yang terjadi di hadapannya) atau sifat (akhlak/perilaku).

Untuk mendekatkan pemahaman, berikut berapa jenis hadis beserta contohnya.

Contoh hadits qouli (perkataan), dari Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu, ia berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wassallam bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya dan setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya, barang siapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia yang dicapainya atau untuk wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya sesuai dengan apa yang ia niatkan.”

Contoh hadits fi’li (perbuatan), dari Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu anhuma, ia berkata (yang artinya), “Dahulu Rasulullah shallallahu alaihi wassallam apabila bangun malam untuk shalat menggosok giginya dengan siwak.”

Contoh hadits taqriri (persetujuan), dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata, “Bibiku Ummu Hufaid pernah memberikan hadiah kepada Rasulullah shallallahu alaihi wassallam berupa mentega, keju, dan daging Dhabb (sejenis biawak). Beliau makan keju dan menteganya, dan beliau meninggalkan daging biawak karena merasa jijik. Dan kami makan hidangan Rasulullah shallallahu alaihi wassallam. Jika (dhabb itu) haram, niscaya kami tidak akan makan hidangan Rasulullah shallallahu alaihi wassallam.”

Contoh hadits washfi (sifat lahiriah), dari Abi Ishaq, berkata, Aku mendengar Al-Bara’ radhiyallahu anhu mengatakan (yang artinya), “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik (tampan) wajahnya, paling bagus postur tubuhnya, tidak tinggi jangkung dan tidak terlalu pendek.”

Sedangkan contoh hadits washfi (sifat batiniah/akhlak/perilaku), dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, berkata (yang artinya), “Rasulullah shallallahu alaihi wassallam adalah orang yang paling baik akhlaknya.” Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu juga, ia berkata (yang artinya), “Aku mengabdi kepada Rasulullah shallallahu alaihi wassallam selama sembilan tahun, sekalipun aku tidak pernah mendengar (mengetahui) beliau mengatakan kepadaku: “Kenapa kamu melakukan seperti ini dan seperti itu? Beliau juga tidak pernah mencelaku sedikitpun.” (*)

Sumber: mengenal kaedah dasar ilmu hadits