KPK Isyaratkan Tahan Setnov Jelang Persidangan
JAKARTA-Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) yang berstatus tersangka korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (KPT-el) belum dikurung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejak masih berstatus saksi kasus Ketua Umum Golkar itu telah dicegah bepergian ke mancanegara oleh Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) atas permintaan KPK. Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan, saat ini penyidik masih konsentrasi menyelesaikan berkas penyidikan milik Novanto. "Beberapa saksi sudah dipanggil. Kalau sudah sempurna baru bisa diajukan untuk disidangkan," kata Basaria di Jakarta, Kamis (27/7). Purnawirawan Polri berpangkat inspektur jenderal (Irjen) itu menegaskan, saat ini penyidik masih terus bekerja. "Kalau sudah tercukupi, biasanya nanti sebelum persidangan baru ditahan," tegas perempuan pertama yang menjadi komisioner komisi antikorupsi itu. Namun demikian, Basaria menegaskan, semuanya tergantung kebutuhan penyidik. Dia pun menyerahkan sepenuhnya kepada penyidik yang menangani perkara yang telah merugikan negara Rp 2,3 triliun itu. "Tapi kalau sudah dekat persidangan pasti (ditahan)," tegasnya lagi. KPK Senin 17 Juli 2017 mengumumkan penetapan Novanto sebagai tersangka e-KTP. Dia dijerat pasal 3 atau 2 ayat 1 Undang-undang Pemberantasan Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Ancaman hukuman dalam pasal 3 adalah dipidana seumur hidup, atau paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun, denda minimal Rp 50 juta dan maksimal Rp 1 miliar. Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menilai Setya Novanto clear dalam kasus KTP-el. Pasalnya, nama Novanto tidak disebut dalam vonis hakim kepada dua terdakwa Irman dan Sugiharto. "Secara hukum Novanto harus clear, harus clear," kata Margarito dalam keterangan tertulis yang diterima JPNN, Rabu (26/7). Margarito menambahkan, berdasarkan vonis hakim yang tidak menyebut nama Novanto memastikan ketua umum Partai Golkar tersebut tak terlibat melakukan korupsi, memperkaya diri sendiri atau orang lain, dan atau melakukan korporasi untuk melakukan kejahatan korupsi, sesuai pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Margarito mengaku bingung dengan KPK yang menjadikan Novanto tersangka beberapa waktu lalu. "Nah itu dia. Itu mentersangkakan Novanto pakai pasal apa?" ujar Margarito. Vonis hakim sendiri menyebut aliran dana KTP-el hanya mengalir kepada mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani, Ade Komaruddin, dan Markus Nari. Nama Novanto dinilai tidak ikut menerima dana KTP-el seperti yang didakwakan KPK. "Namun, itu kan (dakwaan KPK) dikesampingkan oleh hakim. Hakim tidak yakin terhadap fakta yang hanya berasal dari surat dakwaan tersangka kasus E-KTP dalam persidangan sebelumnya," kata Margarito. Margarito juga menyindir KPK yang selalu mengatakan akan membuktikan seseorang terlibat korupsi di pengadilan. "Bolak-balik, bolak-balik KPK mengatakan, tunggu dalam persidangan, tunggu dalam persidangan, tunggu putusan hakim. Faktanya untuk Novanto hakim tidak menyebut. Fakta dalam persidangan itu tidak memperlihatkan keterlibatan Pak Novanto," tegasnya. (jpnn)
Sumber: