1039 WNI Ditanggap Otoritas Malaysia
Selama dua pekan terakhir ada 1039 Warga Negara Indonesia (WNI) ditangkap otoritas Malaysia di Pusat Tahanan Sementara (PTS) karena tak memiliki dokumentasi resmi. Mereka merupakan WNI yang bekerja di sejumlah wilayah di Malaysia. Kementerian Tenaga Kerja berupaya meminta Malaysia untuk menjamin dan melindungi hak-hak para tenaga kerja Indonesia itu.
Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri, R. Soes Hindharno menjelaskan kejadian tersebut sudah muncul sejak lima hari yang lalu. Data kemudian bertambah menjadi 1039 orang dan sudah diupayakan berbagai kebijakan untuk menjamin perlindungan bagi mereka. “Dalam rangka memastikan kami meminta otoritas Malaysia agar hak-hak mereka terlindungi. Dalam proses penahanan harus manusiawi dan tak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM),” tegas Soes kepada JawaPos.com, Senin (24/7). Menurutnya tenaga kerja ilegal yang ditangkap tak hanya dari Indonesia, tetapi ada dari 15 negar. Totalnya pada 18 Juli yakni 3870 orang, dan 1039 di antaranya berasal dari Indonesia. Kementerian Tenaga Kerja memohon kepada pemerintah Malaysia agar biaya pemulangan tidak dibebankan lebih besar kepada tenaga kerja asing. Biaya yang dibebankan yakni 400 ringgit Malaysia ditambah biaya lainnya 400 ringgit. “Totalnya 800 ringgit Malaysia, itu jika bicara soal pulang sukarela, memohon agar biaya yang dibebankan tak terlalu tinggi. Kami maunya sih negara hadir dengan APBN, tapi hal itu tidak memberikan edukasi. Kami meminta otoritas Malaysia memberlakukan keringanan, dan para tenaga kerja jangan balik lagi ke vendor,” tegasnya. Saat ditanya soal benarkah ada hukuman cambuk yang diberikan bagi para tenaga kerja ilegal itu, Soes menegaskan pihaknya belum mendapatkan laporan. Jika itu benar, maka pemerintah Indonesia akan melayangkan surat protes bagi Malaysia. “Kami belum mendengar, namun itu ada perjanjian internasional jika Malaysia melakukan itu, berarti melanggar hukum internasional. Kami juga minta agar para TKI yang dipulangkan tidak dicoret atau blacklist oleh Malaysia,” jelas Soes. (ika/JPC)
Sumber: