Presiden Segera Teken UU Ciptaker, Buruh Siap Demo Besar-Besaran Lagi

Presiden Segera Teken UU Ciptaker, Buruh Siap Demo Besar-Besaran Lagi

JAKARTA-Lingkaran petinggi istana akhirnya bersuara tentang perkembangan pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan tinggal menunggu waktu saja UU Ciptaker ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebelumnya RUU Ciptaker disahkan di DPR pada 5 Oktober. Kemudian baru diserahkan ke Presiden Jokowi pada 14 Oktober lalu. Dalam jeda waktu sejak pengesahan pengesahan di DPR sampai naskah diserahkan ke Presiden Jokowi, muncul polemik berubah-ubahnya jumlah halaman UU kontroversial itu. ’’Tinggal menunggu waktu. Dalam beberapa saat sudah diteken beliau (Presiden Jokowi, Red) akan diundangkan,’’ kata Moeldoko di kantor Staf Kepresidenan Jakarta kemarin (21/10). Pensiunan TNI bintang empat itu belum bisa memastikan tanggal pengesahan UU Ciptaker. Dia hanya mengatakan tunggu saja beberapa saat lagi. Moeldoko mengatakan ada beberapa tipe seorang pemimpin. Menurut dia Presiden Jokowi adalah tipe pemimin yang berani mengambil risiko atau take risk. Baginya Presiden Jokowi bukan tipe pemimpin yang menikmati kemenangan dan yang penting populer. ’’Tapi (tipe, Red) Presiden yang ambil keputusan tidak populis. Dicaci maki,’’ katanya. Tetapi dia meyakini keputusan itu diambil untuk masa depan bangsa Indonesia. Mengorbankan kepentingan pribadi. Dalam kesempatan tersebut mantan Panglima TNI itu menyampaikan bahwa mereka kualahan menghadapi disinformasi dan hoaks yang berada di media sosial tentang UU Ciptaker. ’’Tetapi itu bukan sebuah alasan bagi kami tidak berkomunikasi dengan baik. Kita selalu ingin memperbaiki diri,’’ jelasnya. Moeldoko mengungkapkan dalam konteks UU Ciptaker, ada masukan bahwa komunikasi pemerintah tidak bagus. Presiden Jokowi juga mengetahui kondisi itu. Bahwa komunikasi publik pemerintah sangat jelek. ’’Untuk itu ini sebuah masukan dan teguran dari Presiden. Kita perbaiki ke depan,’’ tuturnya. Dia lantas menjelaskan pentingnya UU Ciptaker. Diantaranya terkait kondisi paradoks saat ini. Di tengah adanya bonus demografi, terdapat angkatan kerja 2,9 juta jiwa. Kemudian di tengah pandemi Covid-19, muncul kondisi baru yaitu para pekerja yang kehilangan pekerjaannya atau jadi pengangguran. Jumlah sekitar 3,5 juta jiwa. Lalu ditambah jumlah pengangguran sebelumnya yaitu 6,5 juta jiwa. ’’Ini adalah kondisi riil yang harus diselesaikan pemerintah,’’ katanya. Sebab menurut Moeldoko tujuan bernegara adalah untuk kesejahteraan umum. Dengan cara menyiapkan para pencari kerja itu untuk dapat pekerjaan. Lalu hubungan dengan UU Ciptaker adalah untuk menarik minat para investor. Baik itu investor dari luar negeri maupun dalam negeri. Dengan begitu bakal banyak lapangan pekerjaan yang tersedia. Dengan UU Ciptaker, masalah hiper regulasi bisa diharmonisasi. Sebelum ada UU Ciptaker ini, Moeldoko mengatakan Presiden Jokowi sudah lebih dahulu menyiapkan sejumlah pendukung terciptanya iklim investasi yang baik. Seperti pembangunan infrastruktur terus digenjot. Selain itu stabilitas politik dan keagamanan dijaga. Supaya orang tidak takut untuk berinvestasi di Indonesia. ’’Kalau anak-anak di jalanan dipahamkan, anak-anak tidak turun ke jalan (demo, Red),’’ kata dia. Sementara itu, sikap mayoritas serikat pekerja/buruh (SP/SB) masih sama. Tegas menolak UU Ciptaker khususnya klaster ketenagakerjaan. Karenanya, 32 konfederasi SP/SB tengah menyiapkan sejumlah langkah lanjutan guna menggagalkan diimplementasikannya UU Ciptaker ini. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, pihaknya telah bersurat pada sembilan fraksi di DPR guna mengajukan permohonan pengajuan legislative review terhadap UU Ciptaker. Surat yang disampaikan 20 Oktober 2020 lalu juga ditembuskan ke pimpinan DPR, MPR, DPD, dan 575 anggota DPR RI. KSPI meminta DPR melakukan legislative review karena UU sapu jagad ini terbukti telah mendapat penolakan keras dari masyarakat luas. Bukan hanya dari kalangan pekerja saja, namun pemerhati lingkungan hingga akademisi. "Oleh karena itu DPR harus mengambil sikap untuk melakukan legislative review," tegasnya. Dia pun menantang Fraksi PKS dan Partai Demokrat untuk menginisiasi legislatif review ini di DPR. Upaya ini sebagai bukti bahwa keduanya memang benar-benar membela rakyat, bukan hanya perkara manuver politik saja. "Kalau memang menolak, ambil langkah politik secara konstitusional," ungkapnya. Menurutnya, UU Ciptaker bisa dicabut melalui legislative review ini. DPR bisa menginisiasi UU baru yang isinya mencabut UU Ciptaker. Tak perlu banyak pasal, cukup dua. Pertama mengenai pembatalan. Kedua, soal masa berlaku. Namun, jika permohonan tersebut tidak diindahkan, buruh siap kembali menggelar aksi besar-besaran dengan titik fokus gedung DPR RI. Aksi ini rencananya akan dilakukan pada saat sidang paripurna pembukaan masa sidang DPR, sekitar awal November 2020. Dia menegaskan, aksi akan digelar terarah, terukur, dan sesuai konstitusional. Tak akan ada rusuh, tindakan anarkis, atau merusak kepentingan umum. "Ini aksi damai karena ini perjuangan yang bersih, fokus, dan tidak ada yang menunggangi. Jadi kita lihat dulu informasi kapannya setelah reses ini," tuturnya. Di samping itu, SP/SB juga tengah mengajukan judicial review untuk melakukan uji materi dan uji formil dari UU Cipaker. Uji materi difokuskan pada isi dari UU Ciptaker klaster ketenagakerjaan. Sementara, uji formil dilakukan karena proses pengesahan yang dicurigai cacat aturan. "Pada setiap sidang, kami juga akan melakukan aksi di depan MK," ungkap alumni Universitas Indonesia (UI) tersebut. Dalam kesempatan itu, ia juga turut menyinggung soal upah minimum tahun 2021. Dia menegaskan, bahwa tahun depan, kenaikan upah minimum harus tetap ada. Baik itu upah minimum kabupaten/kota, upah minimum provinsi, hingga upah minimum sektoral. "Berapa nilainya? 8 persen. Dari mana angka itu? dilihat angka tiga tahun berturut-turut," katanya. Selain itu, lanjut dia, jika berkaca pada resesi ekonomi pada krisis 1998 kenaikan upah minimum bisa tetap terjadi. Padahal kala itu pertumbuhan ekonomi mencapai minus 13,6 persen. Jauh lebih besar dibanding saat ini. "Tujuannya apa? agar purchasing power tetap terjaga," ungkapnya. Apalagi mengingat investasi sedang tidak baik, ekspor pun sama. "Jadi tinggal konsumsi yang harus diperjuangkan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi," sambungnya. Nah, salah satu instrumen konsumsi ini adalah upah. Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional Adi Mahfudz mengatakan, pihaknya sudah memberi masukan pada Menteri Ketenagakerjaan terkait pengupahan 2021. Isinya, mengusulkan bagi perusahaan yang tidak terdampak Covid-19 penyesuaian upah minimum dapat dilakukan secara bipartite. Sementara, bagi yang terdampak maka upah minimum 2021 sama dengan tahun 2020 atau tidak ada kenaikan. ”Pada prinsipnya kita harus melihat realitas dulu. Secara faktual, bahwa inflasi dan pertumbuhan ekonomi kita masih negatif,” katanya. Lalu, apakah perubahan komponen hidup layak (KHL) dari 60 menjadi 64 tidak akan diperhitungkan dalam penetapan? Adi mengatakan, selama UU 13/2013 masih berlaku dan tetap mengacu pada PP 78/2015 maka permenaker 18/2020 tentang KHL berlaku. Walaupun pengusaha telah meminta pada menaker agar ditunda terlebih dahulu dalam satu tahun ke depan. Meski begitu, ketentuan ini pun masih menunggu keputusan menaker untuk menetapkan besaran acuan upah minimum tahun depan. Masukan KSPI mengenai legislative review ini pun mendapat tanggapan oleh Fraksi PKS di DPR. Sekretaris Fraksi PKS Sukamta menyatakan sedang mempertimbangkan untuk mengambil opsi legislative review. Secara paralel, mereka juga melakukan penelitian terhadap UU Ciptaker versi paripurna dan yang dikirim ke pemerintah sebanyak 812 halaman. "Ini sedang dipertimbangkan oleh pimpinan Fraksi. Ini sudah kita diskusikan beberapa hari ini," jelas Sukamta kemarin (21/10). Meski demikian, permintaan secara resmi berupa surat dari KSPI belum diterima langsung oleh Fraksi PKS. Sukamta menyatakan masih menunggu sampai surat itu tiba untuk menjadi masukan bagi pimpinan Fraksi. Sebelumnya, PKS menjadi satu dari dua partai yang disebut mendapat citra positif selama isu UU Ciptaker bergulir. Anggota Baleg dari Fraksi PKS Ledia Hanifa berterima kasih atas apresiasi tersebut. Namun dia juga menegaskan bahwa langkah PKS tidak hanya sampai pada penolakan di paripurna. "Kami menyadari kesertaan PKS dalam pembahasan RUU Ciptaker adalah bagian dari menjalankan fungsi penyeimbang tersebut," jelas Ledia kemarin. Senada, Partai Demokrat juga menyatakan bakal mempertimbangkan legislative review tersebut. Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Marwan Cik Hasan menilai legislative review bisa menjadi opsi. Namun fraksi juga perlu terlebih dulu fokus pada cacat prosedur penyusunan UU sebelum membuat UU tandingan. "Saya pikir itu salah satu opsi yang mungkin kita pilih. Kami menampung aspirasi dari KSPI soal UU Ciptaker," jelasnya kemarin. (jpg)

Sumber: