Pemda Diminta Siapkan RS Darurat, Isolasi Mandiri di Rumah Tidak Efektif
JAKARTA-Satgas Penanganan Covid-19 meminta pemerintah daerah (pemda) masing-masing provinsi untuk menyiapkan sarana bagi pasien positif Covid-19 yang tidak memiliki tempat tinggal standar untuk melakukan isolasi mandiri. Anggota Tim Pakar Satgas Dewi Nur Aisyah mengatakan siapapun yang memutuskan untuk melakukan karantina mandiri harus memiliki rumah dengan kondisi yang bisa memisahkan dia dan penghuni yang lain. Seperti ruangan yang cukup dan mencegah pembauran dengan anggota keluarga lain. ”Karena kebanyakan hasil contact tracing adalah satu orang positif keluarganya juga ikut positif. Karena tidak ada sekat,” jelas Dewi kemarin (9/9). Ruangan dalam rumah harus mampu mengisolasi pasien positif. Selain itu, kebersihan harus senantiasa dijaga. ”Apalagi di rumah ada kelompok rentan. Ini akan bahaya sekali,” jelas Dewi. Oleh karenanya, Dewi mengingatkan bahwa pemda harus berjaga-jaga dan menyiapkan rumah sakit (RS) darurat. Ini untuk mengantisipasi masyarakat yang tidak memiliki rumah yang layak untuk isolasi mandiri. Dewi meminta agar pemda tidak lepas tangan. ”Jangan kita jadi tidak bertanggung jawab. (seperti berkata,Red) Sudah tahu positif, masih jalan-jalan. Karena ada yang bilangnya ke petugas kesehatan, oh iya saya karantina mandiri di rumah tapi malah pergi ke mal ke tempat lain dan tidak patuh protokol kesehatan,” jelas Dewi. Berdasarkan catatan Satgas sendiri, pertumbuhan kasus positif masih terus terjadi. DKI Jakarta masih konsisten mencatatkan pertumbuhan 1000 kasus dengan 1.004 kasus baru kemarin (9/9). Pertumbuhan kasus nasional mencapai 3.307 dengan total 203.342 orang. Jumlah kasus aktif pun semakin menanjak dengan prosentase naik 24,5 persen atau 49.806 orang Di wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Jawa Barat mencatatkan prosentase pasien aktif terbanyak dengan 44,8 persen. ”Ini karena kemarin baru banyak klaster industri bermunculan (di Jawa Barat,Red). Berpengaruh di proporsi ini,” jelas Dewi. Sementara kesembuhan tertinggi berada di Provinsi NTB dengan 82,52 persen diikuti kasus aktif sebanyak 16,02 persen. Meski demikian, sebagai provinsi dengan penduduk padat dan pernah mencatatkan pertumbuhan kasus tertinggi, tingkat kesembuhan di Jawa Timur terus membaik dengan posisi kedua setelah NTB yakni 79,94 persen dengan sisa pasien aktif sekitar 12 persen. Salah satu upaya menekan angka penularan adalah dengan pengembangan vaksin. Itulah yang saat ini sedang dikejar pemerintah Indonesia. Baik lewat kerja sama dengan luar negeri maupun yang sedang dikembangkan sendiri oleh para ahli dari dalam negeri. Kemarin, presiden Joko Widodo menerima tim pengembangan vaksin merah putih di Istana Bogor. Di antaranya Menristek BRIN Bambang Brodjonegoro, Menkes Terawan Agus Putranto, kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof Amin Soebandrio, Ketua Konsorsium Riset inovasi Covid-19 Prof Ali Ghufron Mukti, Menteri BUMN Erick Thohir, hingga Kepala BPOM Penny Lukito. Menurut Presiden, penemuan vaksin Covid-19 sangat penting untuk segera menangani Kesehatan dan ekonomi. Ada dua hal yang dikejar pemerintah lewat pengembangan vaksin itu. Pertama adalah mempercepat vaksinasi bagi masyarakat. Kedua, menunjukkan kemampuan dan kapasitas Indoensia dalam memproduksi vaksin. ’’Kita mampu mandiri dengan vaksin yang kita kembangkan dan kita produksi sendiri,’’ ujar Jokowi. Dia sudah menerbitkan Keppres 18/2020 tentang tim nasional percepatan pengembangan vaksin Covid-19. Diharapkan keppres itu mampu membantu konsolidasi semua unsur dan sumber daya untuk mempercepat pengembangan vaksin. Usai pertemuan, Menristek Bambang Brodjonegoro menyebut bahwa presiden memberi arahan agar tim pengembangan vaksin bekerja cepat. Khususnya untuk pengembangan bibit vaksin merah putih yang saat ini dikerjakan para ahli di dalam negeri. Pihaknya sudah menyampaikan kepada presiden bahwa Eijkman mengembangkan vaksin merah putih dengan platform protein rekombinan. ’’saat ini prosesnya sudah mencapai 50 persen dari tugas Eijkman mengembangkan bibit vaksin di laboratorium,’’ terangnya. Targetnya, akhir tahun ini uji coba pada hewan sudah bisa selesai. Sehingga awal 2021 bibit vaksin itu bisa diserahkan ke Biofarma. Nanti Biofarma akan memformulasi bibit tersebut dalam rangka uji klinis tahap I, II, dan III. Bila pascauji klinis BPOM menyatakan vaksin aman digunakan dan cocok, maka akan diproduksi masal. Diperkirakan, bila prosesnya lancar, pada triwulan keempat 2021 Indonsia bisa memproduksi vaksin merah putih secara masal. ’’Nantinya akan melengkapi vaksin Covid-19 yang awalnya akan didatangkan pihak luar, terutama Sinovac China dan G42 dari UEA,’’ lanjutnya. Vaksinasi kemungkinan akan diberikan lebih dari sekali untuk tiap penduduk. Artinya, bila penduduk Indonesia ada 270 juta, maka minimal harus tersedia 540 juta dosis vaksin. Biofarma sudah siap memproduksi 250 juta vaksin setahun. Konsorsium riset juga mengundang tiga perusahaan farmasi swasta yang sedang mengurus izin ke BPOM dan menyiapkan lini produksi.(tau/byu)
Sumber: