Menggali Kopi Banten, Sentra Kebun Kopi di Lebak dan Pandeglang
SERANG-Banten punya potensi melahirkan kopi. Lahan di Lebak dan Pandeglang cocok untuk menanam kopi. Ironisnya, kebutuhan kopi mencapai 150 ton per tahun. Namun, produksi kopi hanya 28 ton per tahun. Kopi dari luar pun membanjiri Banten. Terutama dari Lampung. Di Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangsel, menjamur kedai kopi. Mulai dari kelas bawah sampai kelas atas. Tak sekadar memperbanyak produksi, kualitas harus diperhatikan untuk bisa menembus pasar bebas. Pemprov Banten dalam beberapa tahun terakhir mengembangkan tanaman kopi sebagai komoditas asli daerah. Diketahui, saat ini produksi kopi di Banten masih terbilang minim. Penyebabnya, lahan perkebunan kopi masih minim, 6.468 hektare. Lalu kualitas kopi juga rendah. Sekertaris Dinas Pertanian (Distan) Banten, Asep Mulya Hidayat mengatakan, terus berupaya meningkatkan hasil produksi dan kualitas kopi di Banten. Ia menmaparkan jumlah lahan perkebunan kopi di Banten masih minim. “Untuk petani kopi berada di Kabupaten Serang, Pandeglang dan Lebak sekitar. Yang paling banyak Cinangka, Saketi, Lereng Pulosari, (jenis) arabika di Tegalumbu. Terbanyak lahan kopi Pandeglang dan Lebak kurang lebih 6000 hektare,” kata Asep saat ditemui di ruang kerjanya di Kantor Distan Banten, KP3B, Kota Serang, Jumat (14/2). Meski begitu, Asep mengakui jika kualitas kopi di Banten masih rendah. Namun, pihaknya terusa berupaya untuk mendidik para petani kopi agar menghasilkan kopi yang berkualitas tinggi. “Kualitas biji kopi, masih jauh dibanding daerah lain. Tapi kami sudah mengenalkan bahwa Banten punya kopi. Pemerintah sudah menyentuh. Kopi kita budidayanya biasa, kadang suka asal panen. Sekarang sudah dikasih tahu kepada para petani, cara budidaya yang benar,” ujarnya. Kepala Distan Banten, Agus M. Tauchid mengatakan, hasil produksi kopi juga masih sedikit. Hal itu berbandaing terbalik dengan jumlah pecinta kopi di Banten. “Hasil produksi ini memang masih kecil. Apalagi melihat kenyataan sekarang, di Banten komunitas kopi yang sangat luar biasa, pertumbuhan kedai cepat sekali. Masih banyak kekurangannya. Bisa dikalikan saja ada 85 kedai dengan kebutuhan kopi minimal 5 kilogram per hari,” katanya. Menurut dia, untuk meningkatkan produksi kopi di Banten, pihaknya akan memberikan bantuan benih kopi unggul kepada petani-petani di lahan terbaik di Banten yang saat ini didominasi di Kabupaten Lebak dan Pandeglang dengan jenis kopi Robusta. “Dengan kekurangan ini bisa ditutupi dengan kopi lainnya seperti Toraja dan lainnya. Tapi kita ingin brand kopi asal Banten juga bisa muncul. Tentunya dengan mengamankan dan mapping (pemetaan) daerah hulu juga dukungan sampai dengan hilir,” ujarnya. Saat ini sudah banyak beredar merek kopi asli Banten. Seperti Kopi Kupu-Kupu, Kopi Gunung Karang dan sebagainya. Bahkan, terdapat merek kopi mengunakan nama Gubernur Banten Wahidin Halim (WH). Dikonfrimasi terpisah, Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH) mengakui produksi kopi dengan brand namanya itu belum diproduksi dalam skala besar. Baru diperkenalkan dan dipromosikan kepada komunitas pencinta kopi dan masyarakat. Ia juga mengaku pilihan brand tersebut agar kopi olahan asli Banten itu cepat dan mudah dikenal di masyarakat terutama masyarakat Banten. “Kita belum produksi besar, kita baru memperkenalkan, kita mulai promosi, ikonnya bukan karena WH, tapi petaninya yang kita berdayakan,” kata WH. (tb)
Sumber: