Transfer BOS Langsung ke Sekolah, Membayar Guru Honorer Boleh Sampai 50 persen
JAKARTA-Pemerintah mengubah skema penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan, dana BOS tahun ini dari rekening Kas Umum Negara (RKUN) langsung ke rekening sekolah. Tahun lalu, dana BOS ditransfer lebih dahulu ke rekening pemerintah daerah (pemda), kemudian baru ditransfer lagi ke sekolah. Tahapan penyaluran juga berubah. Dari sebelumnya 20 persen, 40 persen, 20 persen, dan 20 persen, kini, menjadi 30 persen, 40 persen, dan 30 persen. Nilai satuan dana BOS juga naik Rp 100 ribu/siswa di masing-masing jenjang. Jadi, pemerintah menyalurkan Rp 900 ribu untuk siswa SD, Rp 1.100.000 untuk siswa SMP, dan Rp 1.500.000 untuk siswa SMA. Ani (panggilan Menkeu Sri Mulyani) menjelaskan, kebijakan itu bertujuan untuk memangkas birokrasi. Sehingga, sekolah dapat lebih cepat menerima dan menggunakan dana BOS untuk operasional di sekolah. Sebelum ada aturan tersebut, dana BOS disalurkan oleh pemerintah pusat ke Rekening Kas Daerah (RKD). ‘’Tema membelanjakan dengan spending better ini masih terus akan kami tekankan. Penguatan dari transfer ini dilakukan antara input dengan output yang ingin dicapai daerah dan outcome-nya yang akan kami tekankan,’’ ujarnya di Kementerian Keuangan, kemarin (10/2). Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu memerinci, secara keseluruhan, tahun ini pemerintah menyalurkan dana BOS baik dalam bentuk BOS reguler, kinerja dan afirmasi sebesar Rp 54,32 triliun untuk kebutuhan 45,4 juta siswa. Angka tersebut meningkat 6,03 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu. "Kami akan kerja sama dengan Kemendagri untuk memperbaiki sistem keuangan dan laporan keuangan di daerah. Selain itu juga untuk menghindari dana yang idle. Mengingat dana yang sempat mengendap sebesar Rp 200 triliun di account daerah tahun lalu. Sampai dengan Desember sudah ada perbaikan tapi masih ada Rp 100 triliun yang unspend (mengendap) di daerah,’’ urai Ani. Meski dilakukan upaya percepatan, Kemenkeu tetap berkomitmen untuk menjaga aspek akurasi dan akuntabilitas. Penyaluran Dana BOS dilakukan setelah Kemenkeu menerima rekomendasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berdasarkan laporan yang di-input langsung oleh sekolah melalui Aplikasi Dana BOS. Hal itu ditujukan agar data Dana BOS tiap sekolah lebih akurat dan pelaporan yang lebih sederhana. Selain itu, aspek akuntabilitas tetap terjaga. Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim bukan tanpa alasan mengubah skema penyaluran dana BOS langsung ke rekening sekolah. Dia mengaku menerima banyak laporan sekolah sering terlambat menerima dana BOS. Terlambatnya pencairan praktis mengganggu proses pembelajaran lantaran tidak memiliki dana yang cukup untuk operasional. “Bahkan ada cerita kepada sekolah maupun guru yang menggadaikan barang pribadinya untuk menalangi biaya operasional. Duduk bersama orang tua murid untuk meminjam uang sebagai biaya operasional. Karena memang tidak ada (uang),” bebernya. Tak hanya itu, dalam menggunakan dana BOS, guru honorer tidak mendapat gaji yang layak. Sebab, pemerintah membatasi penggunaan dana BOS untuk membayar guru honorer, hanya maksimal 15 persen untuk sekolah negeri dan 30 persen bagi swasta. Tak ayal, kepala sekolah tidak berdaya meningkatkan penghasilan guru maupun tenaga kependidikan yang berstatus honorer. Dari berbagai masalah tersebut, Nadiem merombak kebijakan BOS tahun ini. Ada empat pokok perubahan. Yakni, penyaluran dana BOS langsung ke sekolah, penggunaan yang lebih fleksibel, nilai satuan meningkat, dan memperketat pelaporan penggunaan anggaran agar lebih transparan dan akuntabel. Nadiem menjelaskan, penyaluran dana BOS akan langsung oleh Kemenkeu langsung ke rekening sekolah. Proses verifikasi data dan penetapan surat keputusan (SK) dilakukan oleh Kemendikbud. “Meski begitu data tetap dari pemda provinsi maupun kabupaten/kota lewat platform dapodik (data pokok pendidikan, Red),” terang menteri termuda kabinet Indonesia Maju tersebut. Setiap dinas pendidikan daerah diberikan kesempatan setahun sekali untuk memperbaiki data dapodik. Yakni setiap 31 Agustus. Setelah itu data akan langsung digunakan acuan Kemendikbud untuk penyaluran dana BOS. Jika dibandingkan penyaluran dana BOS versi sebelumnya, Kemenkeu harus melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) provinsi sebelum diberikan ke sekolah. Tahapan penyaluran sebanyak empat kali per tahun. Verifikasi dan penetapan SK dilakukan oleh Pemprov dengan berbagai syarat administrasi sesuai kebijakan masing-masing daerah. Juga, batas akhir pengambilan data dua kali per tahun (31 Januari dan 31 Oktober) yang berpotensi membuat lambat pengesahan APBD pendidikan. “Jadi kami niatnya memudahkan. Bayangkan sebelumnya verifikasi data dua kali setahun, SK ditetapkan masing-masing provinsi yang ada 34 jumlahnya. Ditambah harus melalui berbagai administrasi, menunggu tanda tangan gubernur maupun pemimpin daerah lainnya,” urai mantan bos Gojek tersebut. Nadiem juga membuat penggunaan dana BOS lebih luwes. Dia menaikkan batas penggunaan anggaran untuk membayar guru honorer menjadi maksimal 50 persen. Dengan catatan, guru honorer tersebut harus memiliki NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan), tercatat di dapodik per 31 Desember 2019, belum mengantongi sertifikat pendidik. “Jika masih ada sisa, dapat diberikan kepada tenaga kependidikan,” imbuhnya. Pokok kebijakan ketiga, Nadiem meningkatkan nilai satuan dana BOS Rp 100 ribu untuk setiap siswa di masing-masing jenjang. Jadi, pemerintah menyalurkan Rp 900 ribu untuk siswa SD, Rp 1.100.000 untuk siswa SMP, dan Rp 1.500.000 untuk siswa SMA. Meski demikian, Nadiem menuntut laporan penggunaan dana BOS lebih ketat. “Fleksibilitas bukan berarti transparan dan akuntabilitas tidak penting. Justru semakin penting. Jika laporan belum selesai maka pengucuran tahap selanjutnya tidak akan turun,” tegasnya. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menekankan, pemindahan wewenang penggunaan anggaran dari provinsi ke sekolah harus terjaga akuntabilitasnya. Pihaknya bertugas mengoordinasikan seluruh pemda di Indonesia untuk melakukan pengawasan dan pembinaan. Mengingat, dana yang dikelola cukup besar. “Mengurusi dan membinanya tidak gampang. Apalagi anggarannya cukup besar. Otonomi lebih fleksibel tapi juga jangan sampai terjadi penyalahgunaan. Tetap pada ruh bisnisnya belajar mengajar,” ujar mantan Kapolri itu. Meski begitu, Tito menyatakan harus ada panduan untuk teknisnya. Walaupun sudah terbit peraturan Menteri Keuangan, dia merasa perlu menerbitkan peraturan bersama antara Kemendagri dan Kemendikbud maupun hanya sekadar surat keputusan bersama. “Akan disusun teknisnya, tapi intinya jangan sampai mengurangi otonomi keaa sekolah,” kata Tito. Sekretaris Jenderal Kemendikbud Ainun Naim menilai, perubahan penyaluran BOS langsung ke sekolah lebih efektif. Bisa diterima lebih cepat ke sekolah yang memang membutuhkan. Penyalurannya dari Kementerian Keuangan langsung kepada sekolah. Kemendikbud berperan memberikan data sekolah untuk menentukan jumlah anggaran yang dibutuhkan. Sementara, pemerintah daerah (Pemda) yang selama ini menjadi tangan kedua menyalurkan dana BOS, kini bertugas memonitor kinerja sekolah saja. ”Selain itu, untuk pengawasan dan pengelolaan BOS selanjutnya sudah ada perangkat seperti inspektorat pusat maupun daerah. Setiap kementerian/lembaga tentu ada guideline-nya,” terang Ainun. (jpg)
Sumber: