Kredit Rumah Lunas Sulit Dapat Sertifikat, Ombudsman Banten Catat Ada 16 Ribu Kasus
SERANG-Kasus kredit rumah mendera warga Banten. Terutama di Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang. Kredit rumah sudah lunas, namun sertifikatnya tak kunjung keluar. Bank Tabungan Negera (BTN) tak bisa memberikan sertifikat kepada nasabah, lantaran masih berupa sertifikat induk. Belum dipecah-pecah sesuai dengan luas tanah yang dibangun rumah. Ombudsman Perwakilan Banten mencatat ada 16.000 kasus seperti itu terjadi di Banten. Hal itu dipaparkan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Ombudsman Perwakilan Banten, Teguh Nugroho Ombudsman dalam kaleidoskop kinerja selama 2019 di Kantor Ombudsman Banten, Jalan Tb Suwandi, Lontar Baru, Kota Serang, Rabu (11/12). Teguh Nugroho mengatakan, berdasarkan laporan yang masuk ke Ombudsman dan jawaban dari Bank Tabungan Negara (BTN), Ombudsman menengarai ada dugaan mal administrasi kelalaian pihak BTN dalam memeriksa agunan kredit perumahan rakyat (KPR ) yang diajukan ke masyarakat. “Bank BTN berkilah bahwa masalah belum diberikannya sertifikat oleh BTN kepada nasabah yang sudah melunasi KPR, bukan ranah mereka, tapi ranah developer dengan pembelinya. Padahal sebagai pemberi kredit, BTN harusnya memastikan bahwa semua agunan yang diajukan kepada mereka harus clean and clear,” kata Teguh kepada wartawan. Teguh juga mengimbau kepada masyarakat yang hendak mengajukan kredit perumahan agar lebih berhati-hati lagi. Imbauan tersebut tidak hanya untuk nasabah perumahan yang hendak mengajukan akad kredit rumah saja. Namun, kepada nasabah yang sudah telanjur atau masih menjalani angsuran. “Kami harap sebelum mengajukan akad, ada baiknya pastikan lebih dahulu, sertifikat perumahannya sudah dipecah-pecah sesuai ukuran rumah yang dikreditkan,” katanya. Dijelaskan Teguh, dari 16.000 kasus mayoritas terjadi di Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Lebak. Dan salah satu permasalahannya yaitu sertifikat induk belum dipecah-pecah. “Saat nasabah berhasil melunasi kredit rumahnya, nasabah tadi harus direpotkan lagi. Tak segera mendapat sertifikat tanah, karena sertifikat masih induk, belum dipecah-pecah oleh pengembang. Selain belum dipecah-pecah, ada juga kasus lain yang sertifikat induk perumahannya berpindah nama pemiliknya ke orang lain, bukan kepada nasabah yang mengajukan kredit,” jelasnya. Teguh Nugroho menduga, pada kasus tanah berpindah tangan ke orang lain, karena kepemilikan lahan sebelumnya yang tidak jelas. Sementara lahan yang bersengketa telanjur dibangunkan perumahan. Akibatnya, pada saat nasabah melunasi angsuran rumahnya, sertifikatnya rumahnya justru tidak ada, karena berpindah kepemilikannya,” sambungnya. Atas kejadian itu, pihaknya berencana melakukan pemanggilan kepada pihak Bank BTN. Karena dianggap lalai dalam mengawasi asetnya, termasuk kepada para notaris yang terlibat. “Karena harusnya, pada saat akad kredit dengan nasabah, semua urusan seharusnya sudah clear,” ujarnya. Pria yang juga menjabat sebagai Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya itu juga mengaku, mulai 2020 akan melakukan penyelesaian kasus tersebut dengan metode rapid asessment. “Karena kasusnya banyak, jadi penyelesaiannya harus sitemtik, tidak kasus perkasus nanti lama. Nanti juga kita akan melakukan tindakan koreksi seperti apa supaya bisa diselesaikan. Kita juga akan memfasilitasi antara BTN dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN),” katanya. Lebih jauh Teguh mengatakan, apabila ada pihak yang merasa dirugikan, karena sertifikat rumahnya belum diterima, meski telah membayar lunas kredit sesuai batas waktu yang telah ditentukan, pihaknya terus membuka ruang. “Bisa menghubungi call canter 137, IG Ombusman, Facebook Ombusman, atau bisa datang langsung ke kantor,” katanya. Ditambahkan Teguh, untuk kasus pelaporan dugaan mal administrasi yang masuk Ombudsman selama 2019 di Banten sebanyak 122 kasus. Ia menilai, jumlah pelaporan itu sangat sedikit dibanding daerah lain. “Dari 122, yang sudah terselesaikan itu 77 kasus. Jumlah itu tidak signifikan dibanding daerah lain. Kami juga mengimbau masayarakt untuk tidak ragu-ragu melapor jika ada dugaan mal adminstrasi,” ujarnya. Seperti diolah dari berbagai sumber, Kepala Kantor Wilayah II BTN, Dewi Fitria Ningrum menyatakan bahwa ada sekira 16.000 permasalahan sertifikat yang belum diselesaikan dan akan menjadi tunggakan BTN. “Di wilayah kami jumlahnya ada sekira 16 ribu yang jadi tunggakan. Ya, ada 16 ribu permasalahan sertifikat yang belum selesai,” katanya. Untuk itu, pihaknya berharap ada kerjasama yang baik antara BTN dengan BPN, khusus membahas permasalahan itu, dalam satu wadah yang sama, yakni Kelompok Kerja (Pokja) antara pihak BTN dan BPN. “Mudah-mudahan semua bisa cepat selesai dengan adanya pokja, tujuannya untuk mempercepat permasalahan sertifikasi yang belum diselesaikan,” ujarnya.(tb)
Sumber: