Bawaslu Larang Calon Petahana Rotasi Pejabat

SERANG-Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Banten melarang calon petahana pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 memutasi Aparatur Sipil Negara (ASN). Jika melanggar maka yang bersangkutan akan didiskualifikasi dari pencalonannya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, Pasal 71 Ayat 2 disebutkan bahwa Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Wlaikota dilarang melakukan rotasi dan mutasi pejabat enam bulan selama penetapan pasangan calon hingga masa jabatan berakhir. Diketahui, dari empat daerah di Banten yang akan menyelenggarakan Pilkada, hampir seluruh kepala daerah atau petahana kembali ikut dalam kontestasi lima tahunan itu. Di Kabupaten Serang, Ratu Tatu Chasanah-Pandji Tirtayasa yang kini menduduki jabatan Bupati dan Wakil Bupati Serang kembali maju. Di Kota Cilegon, ada Ratu Ati Marliati yang kini menjabat sebagai Wakil Walikota Cilegon. Sementara untuk Pilkada Kabupaten Pandeglang terdapat nama Bupati Pandeglang Irna Narulita. Lalu di Kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie yang kini tercatat sebagai Wakil Walikota Tangerang Selatan. Komisioner Bawaslu Banten, Samani membenarkan jika para petahana dilarang melakukan rotasi pejabat enam bulan sebelum tahapan penetapan calon. "Itu Juga akan jadi fokus pengawasan kita. Dan kalau terbukti, maka akan didiskualifikasi," katanya usai acara Focus Group Discussion (FGD) di Desa Cikolelet, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Sabtu (7/12). Bawaslu Banten, kata Samani, telah menginstruksikan kepada Bawaslu kabupaten/kota untuk melakukan upaya pengawasan terhadap para petahana berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016. "Kalau kita lihat, kontestasi di empat kabupaten/kota, semuanya punya potensi petahana. Di Tangsel ada Wakil Walikota, Kabupaten Serang juga Bupati, Kabupaten Pandeglang juga Bupati, sama juga di Kota Cilegon itu Wakil Walikotanya. Nah dari sisi tersebut ada peluang (pelanggaran) sehingga kita meminta teman-teman di kabupaten/kota untuk melakukan upaya maksimal. Jangan sampai ada indikasi pelibatan ASN, itu potensinya tinggi," katanya. Menurut dia, pihaknya akan mengintesifkan partisipasi masyarakat dalam proses pilkada khususnya dari sisi pengawasan. "Jadi ketika ada dugaan pelanggaran bisa laporkan ke Bawaslu, sehingga bisa optimal," ujarnya. Selain itu, lanju Samani, pihaknya juga meminta Bawaslu kabupaten/kota untuk memulai proses pengawasan terhadap pelaksanaan tahapan Pilkada 2020. Diketahui, dari empat daerah, baru dua kabupaten/kota yang telah me-launching tahapan Pilkada 2020. Kedua daerah tersebut yaitu, Kota Cilegon dan Kabupaten Serang. "Poin pengawasan kami di empat kabupaten/kota punya perhatian yang sama, yaitu dari mulai pengwasan terhadap pembentukan PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) dan pemutakhiran data pemilih. Untuk itu, kita mulai menyiapkan perangkat pengawasan di tingkat kecamatan dan desa," ujarnya. Saat ini, kata Samani, pihaknya juga mengintensifkan pengawasan terhadap dukungan calon perseorangan atau independen. "Kalau ada independen maka persyaratannya harus menyertakan dukungan dalam bentuk fotokopi KTP sesuai yang disyaratkan. Kita harus awasi proses validasi dukungan calon perseorangan. Untuk calon dari partai politik (parpol) atau gabungan parpol, kita akan optimalkan pengawasan setelah penetapan hingga masuk (tahapan) kampanye," katanya. Hal senada dikatakan Ketua Bawaslu Banten, Didih M. Sudi di tempat terpisah. Didih menjelaskan jika mengacu pada tahapan Pilkada Serentak 2020 maka larangan itu efektif berlaku pada Februari 2020. Calon petahana tetap bisa melakukan mutasi jika dianggap mendesak dengan catatan harus mengantongi izin dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri). "Sesuai Peraturan KPU Nomor 16 Tahun 2019, penetapan calon adalah pada 8 Juli 2020. Artinya terhitung 8 Februari 2020 tidak boleh ada mutasi tanpa seizin Mendagri. Kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri," katanya. Didih menegaskan, aturan tersebut wajib diikuti oleh seluruh calon petahana. Jika melanggar maka sanksi tegas menanti. Ancaman sanksi pun tak main-main yaitu diskualifikasi dari pencalonan. "Pada ayat lima, dalam hal gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan walikota atau wakil walikota selaku petahana melanggar petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau kabupaten/kota," katanya. (tb/tnt)
Sumber: