Gaji Guru Honorer Jauh Dari Kata Layak

Gaji Guru Honorer Jauh Dari Kata Layak

SERANG-Gaji guru honorer khususnya SD dan SMP di Provinsi Banten masih jauh dari kata cukup. Hal itu disampaikan Ketua Forum Honorer Banten Bersatu, Martin Al Kosim saat dihubungi melalui telepon selulernya, Senin (25/11). Dikatakan Martin, sejak diterbitkannya Undang-Undang (UU) nomor 14 tahun 2015 tentang Guru dan dosen, nasib guru honorer di Provinsi Banten masih miris. Bahkan gaji yang diterima guru honorer khususnya SD dan SMP dinilai belum manusiawi. "Kalau melihat UU Guru dan dosen disitu mengatakan harus digaji layak dan manusiawi. Namun, kenyataannya, sampai saat ini masih banyak yang menerima Rp 300 ribu, bahkan ada juga yang Rp 150 ribu, bergantung jumlah siswanya," kata Martin. Atas kondisi itu, Martin menilai, pemerintah daerah dan pusat belum serius memberikan perhatian kepada nasib para guru honorer. Padahal, banyak guru honorer di Provinsi Banten telah mengabdikan dirinya dalam mencetak putra-putri terbaik di Provinsi Banten, hingga berpuluh tahun lamanya. "Seharusnya pemerintah pusat bisa lebih memprioritaskan guru honorer agar bisa segera diangkat menjadi ASN atau PPPK, melihat pengalamannya selama menjadi guru hingga puluhan tahun. Sedangkan kepada Pemda, agar bisa mengalokasikan anggaran APBD-nya untuk keperluan upah guru honorer agar bisa dinaikan dan layak," katanya. "Namun kenyataannya di lapangan berbeda. Guru honor terpaksa harus jualan cilok, ngojek untuk menutupi kebutuhan hidup. Sementara, nasibnya belum jelas kapan akan diangkat," sambungnya. Lebih lanjut, Martin mengungkapkan, kejadian tersebut tidak hanya dialami guru honor di Provinsi Banten. Namun, di sejumlah daerah lain juga mengalaminya, khususnya daerah pelosok. "Ada juga guru honorer yang rela mengajar meski hanya mendapatkan upah hanya berkisar Rp 50 ribu. Semua itu dilakukan demi mencerdaskan anak-anak bangsa," ujarnya. Bahkan, lanjut Martin, dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tidak jarang guru honorer menyambi menjadi tukang ojek hingga kerja serabutan. Terpisah, Anggota Komisi V DPRD Banten, Furtasan Ali Yusuf mengaku persoalan guru honorer masih menajdi fokus utama yang diperjuangkan. "Kalau saya minta keadilan bagi guru-guru yang mengajar di sekolah swasta. Kalau guru-guru honorer di negeri saya kira udah terjaminlah, nggak jadi Umar Bakri lagi. Tapi kalau guru swasta kan tergantung yayasan," kata Furtasan saat dihubungi melalui telepon selulernya. Ia menilai, memasuki era revolusi industri 4.0 dimana guru dituntut untuk kreatif masih berbanding tebalik dengan pendapatan yang masih minim. Ia juga meminta pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk membuat kebijakan yang berpihak kepada guru honorer. "Ini kan guru dituntut kreatif tapi incomennya nggak naik, dan mereka nggak bisa nagap-ngapain. Dan akibatnya cara berfikirnya bercabang bagaimana bisa mengajar dan bagaimana bisa makan. Akhirnya nyambi jadi ngojek online, harusnya kan mereka fokus. Dan saya kira bisa selesai kalau pemerintah turun tangan," katanya. Menurut politisi NasDem itu, terkait gaji guru honorer harus menjadi perhatian bersama. Bukan hanya perhatian pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Akan tetapu juga menjadi perhatian pemerintah pusat. "Berbicara guru itu kan mulai dari level SD, SMP hingga SMA. Walaupun sudah ada pembagian tugasnya lewat rumah tangga pemerintah masing-masing. Tapi intinya kalau anggaran pendidikan 20 persen kalau kita hitung itu mencukupi. Tapi saya melihat perhatian pemerintah kepada sekolah swasta masih minim bahkan belum disentuh. Misi utama saya itu memperjuangkan swasta dapat keadilan," ujarnya. Terpisah, Sekretaris Komisi V DPRD Banten, Fitron Nur Ikhsan menilai, guru honorer masih menjadi ujung tombak proses pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, pihaknya meminta pemerintah ikut memperhatikan gaji para guru honorer. "Kalau pemerintah nggak sanggup, buka seluas-luasnya peran serta masyarakat. Karena saya menilai peran guru honorer masih cukup vital, apalagi rata-rata guru yang mengajar itu lebih banyak guru honorer," kata Fitron. Terkait masih adanya guru SD dan SMP yang menerima gaji di bawah upah minimun kabupaten kota (UMK), Fitron mendorong kepala daerah di delapan kabupaten/kota untuk membuat inovasi-inovasi yang dapat mengakomodir guru honorer khususnya dari sisi pendapatan. "Kalau dilihat dari kewenangannya sih memang beda. Tapi kita bisa mengimbau kepala daerah untuk membuat inovasi. Dan saya kira anggaran pendidikan sebesar 20 persen bisa mencukupi untuk itu," ujarnya. (tb/and)

Sumber: