Hakim Tolak Praperadilan Imam Nahrawi
JAKARTA - Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak praperadilan yang diajukan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi terkait kasus dana hibah. Dengan putusan ini maka penyidikan terhadap Imam Nahrawi dipastikan berlanjut untuk kemudian dibawa ke Pengadilan Tipikor. Imam sebelumnya menyatakan, penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tidak sah dan harus batal demi hukum. Namun, hakim tunggal Elfian dalam putusannya menyatakan bahwa penetapan tersangka oleh KPK sudah sesuai prosedur secara hukum. "Menolak praperadilan pemohon untuk seluruhnya," kata hakim Elfian saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (12/11). Dengan putusan ini maka penyidikan terhadap Imam Nahrawi dipastikan berlanjut untuk kemudian dibawa ke Pengadilan Tipikor. Sebelumnya, dalam praperadilan, pihak Imam juga menyatakan tidak sah segala penerbitan Sprindik dan penetapan tersangka lainnya yang dikeluarkan lebih lanjut oleh KPK yang berkaitan dengan penetapan tersangka dan penahanan terhadap diri Imam Nahrawi. Hal itu berlaku hingga terbuktinya keterkaitan perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh asisten pribadinya, Miftahul Ulum, dengan Imam Nahrawi sampai memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap. usai sidang putusan praperadilan Imam di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Saleh, anggota tim kuasa hukum mantan Menpora Imam Nahrawi menyatakan, Miftahul Ulum bukan representasi dari Imam. Imam bersama asisten pribadinya Ulum merupakan tersangka kasus suap terkait penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan pemerintah melalui Kemenpora pada KONI Tahun Anggaran 2018. "Pak Imam ini punya sespri yang namanya Miftahul Ulum dan kemarin di dalam jawabannya (jawaban praperadilan KPK), Miftahul ini selalu dikatakan sebagai representasi dari Imam, ini sudah kami tegaskan berkali-kali bahwa dalam hukum pidana itu tidak dikenal yang namanya representasi," kata Saleh. Saleh pun menyatakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta baik dengan terdakwa Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy maupun Bendahara Umum KONI Johny E Awuy pun tak ada yang menyatakan bahwa Ulum menerima sesuatu atas perintah Imam. "Kalau misalkan Pak Imam ini disamakan dengan Ulum, saya masih belum melihat ketersambungannya di mana karena putusan-putusan yang sebelumnya baik Ending, baik si Johny tak ada yang mengatakan Ulum misalnya menerima sesuatu itu atas perintah dari Pak Imam," tuturnya. Sementara saat dikonfirmasi apa langkah yang dilakukan usai praperadilan Imam ditolak, ia mengaku akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan Imam. "Langkah selanjutnya kami akan duduk bersama dengan tim, sekaligus kami akan berkoordinasi dengan Pak Imam Nahrawi, langkah hukum berikutnya seperti apa," ujar Saleh. Imam ditetapkan sebagai tersangka bersama asisten pribadinya, Miftahul Ulum, berdasarkan pengembangan kasus dana hibah Kemenpora ke KONI tahun 2018. Imam diduga menerima total Rp26,5 miliar dengan rincian Rp14,7 miliar dari suap dana hibah Kemenpora ke KONI, dan penerimaan gratifikasi Rp11,8 miliar dari sejumlah pihak dalam rentang 2016-2018. Penerimaan dana oleh Imam Nahrawi diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora. Selain itu, penerimaan uang terkait dengan Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Imam Nahrawi saat menjadi menpora. Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak Iain. Imam dan Miftahul disangka melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.(bis/tmp)
Sumber: