Materai Bekas Direkondisi Jadi Baru
SERPONG-Enam bulan lamanya Doni dan Endun berhasil merekondisi materi. Materi yang ada setempel dan tandatangan, dihilangkan. Lantas, dijual. Untuk materi Rp 6000, dijual Rp 5.000. Sepak terjang keduanya tercium polisi. Polres Tangsel meringkus Doni Hadidas (39) warga Setu, Kota Tangsel dan Endun (37) warga Ciracas, Jakarta Timur. Doni ditangkap di daerah Setu, Kota Tangsel dan berperan sebagai pembuat materai. Sedangkan Endun diringkus di daerah Jampang, Bogor. ia berperan sebagai pencari materai bekas dan juga sebagai penjual. Waka Polres Tangsel Kompol Didik Putro Kuncoro mengatakan, kedua pelaku berhasil ringkus Selasa (15/10) di dua lokasi berbeda. "Pengungkapan kasus ini dari laporan warga yang mengatakan ada peredaran materai bekas di salah satu toko komputer di daerah Muncul, Setu, Kota Tangsel," ujarnya saat konferensi pers di Mapolres Tangsel, Rabu (16/10) sore. Didik menambahkan, berkat informasi tersebut anggotanya lalu bergerak dan melakukan penyelidikan. Hasil pemeriksaan, Endun mengaku mendapatkan materai bekas yang masih tertempel di kertas dibeli dari seseorang yang tidak dikenalnya di Jakarta. Materai itu dibelinya dengan harga Rp 3.000 per materai. Materi rekondisi dijual oleh Endun Rp 5.000 per materai, ke warnet-warnet, warung dan tempat foto copi. "Secara kasat mata, nomor yang ada di materai tidak urut dan seharusnya urut. Hasilnya kasar. Namun, 90 persen mirip seperti materai baru," ujarnya. Didi menjelaskan proses rekondisi materi. Setelah membeli materi bekas, Endun memberikan kepada Doni, untuk dihilangkan tandatangan dan dilepas dari kertas. "Doni mendapat upah Rp 500 per lembar dari Endun setelah berhasil membersihkannya," tambahnya. Masih menurutnya, Doni merekondisi materai bekas tersebut dengan alat sederhana. Kasat Reskrim Polres Tangsel Muharam Wibisono Adi Pradono menambahkan, pelaku awalnya hanya coba-coba. Pelaku melihat cara menghilangkan stempel dan tandatangan di materai dengan gunakan air, cuka dan polist remover (cairan pembersih kutek) dan lainnya dari menonton youtube. "Cara membersihkan dan melepas materai bekas ini cukup simpel. Setelah bersih kemudian dijual kepada masyarakat atau ke warnet, fotokopi dan toko-toko yang biasa menjualnya. Pelaku menjual ngakunya distributor dan menjual dengan harga lebih murah dari harga pasaran," ujarnya. Hologram yang ada pada materai bekas tidak terlalu terlihat. Logo garuda tidak halus dan nomor seri tidak berurutan kalau dibeli satu lembar. Akibat perbuatan pelaku, pemerintah dirugikan sekitar Rp 250 juta. Masih menurutnya, pelaku melakukan aksinya sudah 6 bulan. Wibisono mengimbau masyarakat agar cermat memilih dan membeli materai. "Kita juga melalukan upaya-upaya pengungkapan kasus ini dan kita siap menerima laporan masyarakat bila melihat dan mencurigai terkait peredaran materai bekas," tambahnya. Di tempat yang sama, Doni Hadidas mempraktikan langsung cara membersihkan dan melepas materai bekas tersenbut. Awalnya materai bekas dioles cuka dan kaporit cair menggunakan kapas. "Lalu didiamkan dan lama-lam tinta pulpen akan hilang sendiri. Kemudian kertas dan materai dicelupkan dalam air dan lama-lama, materai lepas dari kertas yang menempel," ujarnya. Doni menambahkan, setelah lepas dan bersih, materai bekas dijemur di atas marmer. Setelah kering lalu materai dipoles dengan cairan polish remover (cairan pembersih kutek) supaya terlihat lebih baik. "Saya melakukan perbuatan ini sudah 6 bulan dan disuruh oleh Endun. Tiap hari bisa bersihkan 150 lembar materai bekas. Saya bisa melakukan ini setelah belajar dari youtube," tuturnya. Dalam kasus polisi mengamankan beberapa barang bukti, 300 materai bekas yang sudah direkondisi menjadi materai baru, satu botol kaporit, satu boks kecil lem fox, satu botol cuka makanan. Satu baskom, satu buah keramik berukuran 20x20 cm, satu dus yang berisi materai bekas pakai dengan jumlah 3.000 materai. "Hasil pemeriksaan, pelaku sudah berhasil menjual sekitar 5.000 materai bekas yang telah direkondisi," tuturnya. Kedua pelaku diancam pasal 260 ayat 1e dan 2e dan atau pasal 260 ayat 2 KUHP. "Pelaku terancam hukuman penjara paling lama empat tahun," tuturnya. (bud)
Sumber: