China Open 2019: Praveen/Melati Gagal Karena Ego

China Open 2019: Praveen/Melati Gagal Karena Ego

GANDA campuran Indonesia Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti terhenti di babak pertama turnamen China Open 2019 BWF World Tour Super 1000. Pasangan asal India, Satwiksairaj Rankireddy/Ashwini Ponnappa menghentikan langkah Praveen/Melati dalam permainan rubber game, dengan skor 22-20, 17-21, 21-17. Ini adalah pertemuan pertama kedua pasangan, sehingga mereka masih saling meraba kekuatan dan kekurangan masing-masing. Salah satu kelebihan dari lawan yang dinilai Praveen/Melati cukup menyulitkan adalah pukulan-pukulan tak terduga dari Rankireddy. "Rankireddy punya pukulan yang halus, tadi beberapa kali kami tidak bisa menebak arah pukulannya. Memang (arahnya) nggak kelihatan. Kami baru ketemu sama mereka, sudah sempat lihat video pertandingan mereka sih," ujar Melati daat diwawancarai Badmintonindonesia.org. "Sebenarnya dari awal ngga ada yang berubah, kami terus berusaha menekan lawan, tapi di akhir kami tidak bisa keluar dari permainan lawan," komentar Praveen soal permainan. Di game pertama, Praveen/Melati sempat unggul 18-12 dan game point 20-18, namun mereka belum berhasil menyelesaikan kemenangan di game pertama. "Saat unggul di game pertmaa, mungkin kami buru-buru mau mematikan dan menyelesaikan game, malah jadi berantakan mainnya," tutur Melati. "Kami berdua sudah sama-sama tahu kekurangan kami di mana, akan kami diskusikan bersama pelatih," jawab Praveen saat ditanya evaluasi penampilan mereka. Sementara itu Pelatih ganda campuran Richard Mainaky kecewa berat atas hasil Praveen/Melati. Hasil itu jauh dari harapan Richard yang mengharapkan ganda ini setidaknya melangkah sampai semifinal. Ia pun menyoroti buruknya komunikasi antara Praveen dan Melati di atas lapangan. "Dengan hasil tidak memuaskan ini cukup riskan dan (bisa menjadi) isyarat menuju ke krisis kepercayaan diri mereka dan jelas pekerjaan rumah saya semakin besar," kata Richard, Selasa (17/9). "Maksud saya, kemarin kan sebelum itu, laporan itu pertandingan-pertandingan sebelumnya, lebih banyak kepada komunikasinya yang tidak bagus. Tetapi tak hanya itu, keduanya punya egonya masing-masing yang akhirnya berdampak saat di pertandingan," "Padahal kondisi ego itu biasanya terjadi saat mereka latihan saja. Misalnya, yang satu kalau lagi tak bagus mood-nya, kemudian yang satunya ngambek, pokoknya kesel. Akhirnya, saat masuk program kedua (di latihan) mereka jadi tidak mau partneran, dan itu yang selalu terjadi. Itu juga yang tidak mereka sadari dan selalu terjadi di pertandingan," Richard menjelaskan. "Padahal saya sering bilang berlatih lah seperti bertanding, bertanding lah seperti latihan. Tapi mereka maunya hanya di pertandingan yang bagus. Ya tak bisa. Mereka pun seminggu sebelum jalan sudah ada perubahan meski itu tak menjamin," dia menambahkan. (apw/bio)

Sumber: