Sastia Prama Putri, Perjuangan Perempuan Peneliti Diaspora Kelas Dunia

Sastia Prama Putri, Perjuangan Perempuan Peneliti Diaspora Kelas Dunia

SASTIA Prama Putri, merupakan peneliti perempuan diaspora Indonesia yang menjadi salah satu sorotan pada Simposium Cendekia Kelas Dunia 2019. Di Jepang, jumlah peneliti perempuan hanya 10,6 persen dari jumlah peneliti, dan hebatnya Sastia mampu menempatkan satu di antaranya. Selain ilmuwan, Sastia saat ini menjabat asisten profesor di Departemen Bioteknologi, Fakkultas Teknik Osaka University. Hal ini menempatkan dirinya menjadi menjadi salah satu cendekia Indonesia kelas dunia. "Riset bukan hal yang mudah, dan kegagalan merupakan bagian darinya. Kita harus memiliki mental kuat untuk menjadi peneliti dan semangat positif setiap waktu. Terutama peneliti perempuan, harus ekstra lebih tanggung untuk mendapat perhatian dan pengakuan," tegas Sastia dalam di sela-sela Simposium Cendekia Kelas Dunia di Jakarta, kemarin. Ditambah lagi, peneliti perempuan sering kali harus menjalankan tugasnya sebagai seorang ibu. "Full time mother, full time scientisr," ujar Sastia yang telah mengenalkan Aisha, puterinya, pada dunia penelitian sejak usia dini. Merintis karir hingga menjadi pemimpin grup aplikasi metabolomik untuk produksi biofuel dan produk pangan khas Indonesia, sekaligus menjadi ilmuwan dan dosen luar biasa di Institut Teknologi Bandung bukanlah raihan prestasi yang dapat dicapai dalam semalam. Sastia mengawali perjalanan karirnya dengan menyabet gelar sarjana di bidang Biologi di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 2000. Seusai kuliah, ia lolos program research fellowship bidang Biotechnology dari UNESCO tahun 2004 selama setahun di Jepang bersama Profesor Nihira di Osaka University. Melihat kinerja dan potensi dari Sastia, sang profesor pun menawarkan program beasiswa dull dari pemerintah Jepang ahar Sastia memperoleh gelar S2 dan S3. Awalnya tidak terbersit keinginan Sastia melanjutkan studi apalagi menjadi ilmuwan. Sastia justru menemukan panggilan hidupnya sebagai ilmuwan setelah merasakan suasana dan pengalaman riset yang sangat mendukung dan mebuahkan hasil di Jepang. Setelah pulang dari programnya, Sastia menyempatkan diri menjadi asisten laboratorium di Swiss German University tahun 2005 sampai kahirnya dirinya menerima kabar lolos program beasiswa yang sebelumnya ditawarkan pada dirinya. (JPNN/mas)

Sumber: