Emirsyah Tersangka Pencucian Uang, KPK juga Tetapkan Eks Direktur Teknik Garuda Indonesia Tersangka
Jakarta -- Eks Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kali ini, dia ditetapkan sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Sebelumnya, Emirsyah Satar sudah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbud SAS dan Rolls-Royce PLC. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengatakan penyidikan terhadap kasus TPPU itu sudah dilakukan sejak 1 Agustus 2019. "Tindak Pidana Pencucian Uang, yang pertama [menjerat] ESA (Emirsyah Satar), Direktur Utama PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk periode 2005 - 2014," kata Laode di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (7/8). Selain itu, Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd Soetikno Soedarjo juga kembali menjadi tersangka dalam kasus TPPU bersama Emirsyah. Soetikno dalam kasus dugaan suapnya merupakan perantara suap terhadap mantan Dirut PT Garuda Indonesia itu. TPPU itu ditelisik KPK berdasarkan sejumlah temuan baru. Diantaranya, pemberian uang dari Soetikno kepada Emirsyah serta tersangka baru, yakni Direktur Teknik Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno (HDS) untuk membayar sejumlah aset. "Untuk ESA, SS diduga memberi Rp 5,79 Milyar untuk pembayaran rumah beralamat di Pondok Indah, US$ 680 Ribu dan € 1,02 juta yang dikirim ke rekening perusahaan milik ESA di Singapura, dan Sin$ 1,2 juta untuk pelunasan Apartemen milik ESA di Singapura," jelas dia. Sedangkan untuk Hadinoto, SS juga diduga memberi uang sejumlah US$ 2,3 juta dan € 477 ribu ke rekening Hadinoto di Singapura. Atas perbuatannya, Emirsyah dan Soetikno diduga melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dalam kasus suap sebelumnya, Soetikno dan Emirsyah telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Januari 2017. Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak dua tahun lalu, KPK masih belum menahan Emirsyah. Usai pemeriksaan di KPK Emir langsung pergi dari Gedung Merah Putih dengan ditemani oleh kuasa hukumnya. Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan sempat menyatakan bahwa komisi antirasuah menargetkan penyidikan kasus ini dapat selesai pada Agustus 2019. KPK sempat mengakui bahwa pengusutan kasus ini terkendala oleh dokumen yang berbahasa asing. (ani) Selain Eks Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd Soetikno Soedarjo, KPK juga menetapkan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) 2007-2012, Hadinoto Soedigno, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC oleh PT Garuda Indonesia. "KPK menemukan fakta baru bahwa suap tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce, akan tetapi juga berasal pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia," kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif dalam konferensi pers di gedung KPK, Rabu (7/8) KPK merinci dugaan suap didapat para tersangka terdahulu, termasuk Emirsyah Satar dan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soearjo melalui empat pabrikan pesawat sepanjang 2008-2013: Rolls Royce, Airbus S.A.S, perusahaan Avions de Transport Regional (ATR) dan pabrikan Aerospace Commercial Aircraft. "SS selanjutnya memberikan sebagian dari komisi kepada ESA dan HDS (Hadinoto Soedigno) sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan. SS diduga memberi USD 2,3 juta dan EUR 477 ribu yang dikirim ke rekening HDS di Singapura," ujar Laode. Hadinoto diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (rep/bis)
Sumber: