Kuota Jalur Prestasi Ditambah, Tak Terikat Zonasi, Bebas Memilih Sekolah

Kuota Jalur Prestasi Ditambah, Tak Terikat Zonasi, Bebas Memilih Sekolah

JAKARTA-Kuota penerimaan peserta didik baru (PPDB) jalur prestasi ditambah. Yang semula hanya lima persen direvisi menjadi lima hingga 15 persen. Hal ini diputuskan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), setelah mendapatkan arahan dari Presiden Jokowi. "Berdasarkan arahan Presiden maka diputuskan adanya fleksibilitas jalur prestasi atau yang berada di luar zona. Akhirnya kami putuskan dibuat rentangnya dari lima hingga 15 persen untuk jalur prestasi," ujar Sekretaris Jenderal Kemendikbud Didik Suhardi, PhD di Jakarta, Kamis (20/6). Ditambahnya kuota PPDB jalur prestasi ditujukan untuk menampung siswa-siswa yang memiliki prestasi yang ingin bersekolah di sekolah yang berada di luar zonanya. Revisi itu dilakukan pada Permendikbud 51/2018 tentang penerimaan peserta didik baru TK, SD, SMP, SMA, dan SMK. Didik mengatakan revisi Permendikbud tersbeut sudah dibawa ke Kemenkumham dan diperkirakan selesai pada Jumat (21/6). Setelah itu, Kemendikbud akan segera mengirim surat edaran kepada dinas pendidikan di daerah. Harapannya, daerah yang masih bermasalah PPDB bisa menemukan solusi. "Untuk daerah yang PPDB-nya tidak bermasalah, tidak perlu mengikuti revisi ini," ujar dia. Dalam kesempatan itu, Didik mengatakan pihaknya telah mengumpulkan kepala lembaga penjamin mutu pendidikan (LPMP) seluruh Indonesia. Ternyata diketahui persoalan PPDB dikarenakan sejumlah orang tua tidak puas karena anaknya tidak tertampung di sekolah favorit, padahal memiliki prestasi yang baik. Dijelaskan Didik, sebenarnya sistem zonasi untuk memperluas sekolah favorit sehingga bisa diakses siswa dari semua kalangan. Sekolah favorit bukan karena muridnya yang bagus. Tapi juga proses pembelajaran di sekolah itu sehingga menghasilkan murid yang bagus pula. "Untuk itu semua pihak mendukung kebijakan zonasi ini. Apalagi sekolah publik, tidak membedakan siapapun. Tidak hanya anak pintar, tetapi anak yang rumahnya tidak jauh dari sekolah itu harus bisa ditampung. Jadi tidak ada diskriminasi," kata Didik. Keluhan minimnya jalur prestasi terjadi di seluruh Indonesia. Seperti di Surabaya. Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa sempat menghentikan sementara proses pendaftaran SMA/SMK negeri satu hari. Mulai kemarin, sudah mulai dibuka kembali. Harus bisa ketemu presiden. Hal itu yang ada di pikiran Eliza Ernawati kemarin (20/6). Masalah sistem PPDB dengan sistem zonasi untuk masuk sekolah negeri membuatnya frustasi. Bingung sekaligus nekad. Betapa tidak, jarak rumah Liza, sapaanya dengan sekolah menengah pertama (SMP) terdekat berjarak 1,8 kilometer. Saat mendaftar, putranya kegeser. Karena jarak terdekat yang bisa diterima di sana adalah 600 meter. Alhasil mekipun pengamanan ketat, perempuan 39 tahun itu nekad. Dia menerobos kerumunan untuk bisa bertemu Presiden Joko Widodo. Tak sia-sia, aksinya itu membuatnya punya kesempatan menyampaikan keluh kesahnya. Sambil menggenggam tangan Jokowi. Dia bercerita masalah zonasi yang membuat banyak orang tua gelisah. Bahkan mengabaikan rutinitas lain hanya untuk mencari sekolah. "Saya sampaikan soal kesulitan kami, para orang tua, untuk mencari sekolah," ujarnya. Ya, Liza nekad menemui Jokowi usai menghadiri pernikahan Rais Aam NU KH Miftachul Akhyar di Jalan Kedung Tarukan, Surabaya kemarin (20/6). Menurutnya usaha menemui orang nomor satu itu merupakan cara terakhir. Baginya solusi yang diberikan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya saat ini belum memberikan titik terang. Imbauan dri petugas yang berusaha menarik dirinya tak digubris. Bahkan desakan orang-orang yang berjubel tak gentar untuk membuatnya pindah posisi. Tanganya tak mau lepas sampai Jokowi menarik ajudannya untuk menemui Liza langsung. "Alhamdulillah Pak Jokowi mau menerima keluh kesah saya. Ini diarahkan ke ajudan untuk menceritakan masalah saya dan segera ditanggapi," ujar ibu tiga anak itu sambil mengusap air mata yang tak terbendung lagi. Di hadapan ajudan Jokowi, Liza menceritakan apa yang menjadi keluhannya. Namun saat itu tidak banyak waktu. Akhirnya dia diminta merumuskan poin apa saja yang menjadi keluhan para wali murid itu. Setelah berunding dengan wali murid yang lain, ada 10 poin yang disampaikan. Dintaranya sistem zonasi yang dirasa tidak tepat sasaran. Menurut para orang tua wali, nilai Ujian Nasional (UN) tetap dijadikan pertimbangan untuk mengikuti Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). “Kami juga berharap mitra warga yang juga tidak tepat sasaran juga dihapuskan,” ujar wali murid lain Holifa. Liza dan pra orang tua lain berharap cara ini bisa menjadi solusi atas permasalahan yang terus buntu. Mereka sebenarnya tidak menolah zonasi diterapkan. Namun dengan sistem yang lebih matang. “kalau begini setelah digeser dari pendaftaran tidak tahu manalagi yang dituju. Pemerintah seperti lepas tanggung jawab dengan menggiring ke swasta,” jelasnya. Dalam surat terkahir tersebut wali murid juga meminta agar Jokowi meninjau lagi soal Permendikbud No 51 Tahun 2018 tentang PPDB. “Ditinjau lagi, disesuaikan dengan kondisi daerah. Bagaimana daerah lain yang sekolah swasta maupun negerinya masih sedikit. Bagaimana nasib mereka?,” pungkas Liza. Aduan atas nasib dan tuntutan itu kini sudah dilayangkan ke presiden. Mereka berharap ada dampak yang diberikan. Agar penerimaan siswa bisa berjalan lancar. Tidak seperti sekarang yang amburadul. (jpg)

Sumber: