PPDB Online Rasa Manual
TIGARAKSA-Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMAN dan SMKN harus Online. Itu adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Tapi, di Banten, pelaksanannya dicampur jadi satu. Online dan Offline. Online-nya, hanya saat mengunduh formulir pendaftaran dan pengumuman siswa yang diterima. Offline-nya yang bikin repot. Siswa atau orang tua harus datang ke sekolah untuk menyerahkan formulir pendaftaran dan persyaratan, seperti kartu keluarga (KK), serta surat keterangan lulus (SKL). Ini yang merepotkan. Siswa atau orang tua harus mengantre berjam-jam saat mendaftar ke sekolah. Dewan Pendidikan Provinsi Banten Eni Suhaeni mengatakan, dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi saat ini, meminta Pemprov Banten untuk menerapkan sistem online secara utuh pada PPDB berikutnya. “Sekarang kita sering berhadapan dengan teknologi. Sehingga pemerintah mau tidak mau harus menerapkan sistem online sepenuhnya yang bisa menghadirkan rasa keadilan," ujarnya kepada Tangerang Ekspres melalui sambungan telepon, Rabu (19/6). Lanjut Eni, memang PPDB sistem online rasa offline menyita waktu orang tua murid di sekolah. Dikarenakan harus menyerahkan berkas. Untuk itu pemerintah harus mulai menyiapkan infrastruktur lebih matang sehingga penerapan online bisa secara utuh. Ia mengungkapkan, untuk mengatasi kericuhan saat pengumuman PPDB sesuai dengan petunjuk teknis penyelenggaran, maka harus dicantumkan jarak rumah peserta didik ke sekolah. Sebaiknya dengan sistem zonasi ini, tidak ada lagi sekolah favorit. Di mana kualitas sekolah ditentukan dari akreditasi. Sehingga pemerintah harus membantu sekolah mencapai akreditasi A sehingga tidak ada sarana prasarana yang kurang di sekolah. Ia meminta saat pengumuman siswa yang diterima di SMAN, juga dicantumkan jarak rumah dengan sekolah. “Kalau mau secara rinci, diungkapkan. Sehingga tidak ada tafsir macam-macam. Transparan, silakan termasuk daftar prestasi siswa yang masuk jalur prestasi," ungkapnya. Kata Eni, PPDB sudah seusai Permendikbud No 51 yang dielaborasi lewat peraturan gubernur dan peraturan bupati. Dimana pergub mengatur zona secara rinci dengan mengukur titik koordinat menggunakan google maps. “Adapun sistem zonasi yang hanya bisa mengcover 5 persen melalui jalur prestasi yang kemungkinan nanti diseleksinya lewat siapa tercepat daftar,” tukasnya. Ketua PPDB Banten yang juga Plt Sekdis Dindikbud Banten Ujang Rafiudin mengatakan, sistem PPDB online offline akan dievaluasi. Ia mengungkapkan hal ini akan dilakukan sesuai dengan arahan dari gubernur. “Kita akan jadikan arahan bapak (gubernur) sebagai bahan penyempurnaan,” ujarnya singkat saaat dikonfirmasi Tangerang Ekspres, Selasa (18/6). Pemkot Serang telah menyepakati dengan adanya sistem zonasi, kuota dan sistem lainnya dalam PPDB. Walikota Serang telah mengeluarkan imbauan tentang hal tersebut. Wakil Walikota Serang, Subadri Ushuludin mengatakan telah sepakat serta mengeluarkan himbauan kepada OPD instansi terkait tentang sisten zonasi. "Kami sudah sepakat, dan walikota juga sudah mengeluarkan imbauan. Kemudian ini juga merupakan amanah dari pusat. Kalau sekarang ini setiap daerah diberlakukan sistem zonasi, kuota dan lainnya," ujarnya kepada wartawan, Rabu (19/6). Ia juga menjelaskan, kemungkinan besar dengan sistem zonasi tersebut kepala sekolah menyerahkan kepada Dindikbud Kota Serang dalam PPDB ini. "Kemungkinan kepala sekolah ini melempar ke dinas pendidikan. Padahal sesungguhnya, kami sudah mewanti-wanti zonasi dan kuota itu mesti dijalankan," katanya. Kalaupun memang ada bukti yang melanggar ketetapan tersebut, dirinya menegaskan, siapapun langsung laporkan kepada pihak terkait. Tidak ada yang boleh melanggar tentang ketetapan yang sudah ditentukan. "Bisa langsung laporkan kepada kami. Sisertai dengan bukti-bukti tentunya. Jadi harus sesuai, misalnya kuota 35 orang, ya harus segitu. Kemudian kalau zonasi ya disesuaikan dengan tempat tinggalnya, karena di setiap kecamatan juga ada sekolahan," ujarnya. Sementara itu, Walikota Serang Syafrudin menambahkan, pendidikan itu sangatlah penting dibandingkan segalanya. Kalau di zonasi ini ternyata sudah tidak bisa diterima, tidak mungkin juga orang tua dan pihak sekolah membiarkan anak tidak sekolah. "Masa kami membiarkan tidak sekolah. Tentu itu juga kami pikirkan. Kalau anak-anak kami itu harus sekolah. Jadi harus ada alternatif lain, kalau misalnya tidak masuk dalam zonasi. Ya harus ada jalan keluar. Agar anak-anak tetap harus bisa sekolah," katanya. Jadi, kata Syafrudin, sistem zonasi, kuota dan lainnya ini adalah cara yang sudah dimatangkan oleh pemerintah pusat dan harus dijalankan oleh pemerintah daerah. "Tentunya segala sesuatu yang akan terjadi, sudah masuk dalam perhitungan dan ada solusinya," ujarnya. (mg-10/mg-04)
Sumber: