Eks Dirut Pertamina Divonis 8 Tahun Penjara
Jakarta-- Mantan Direktur Utama (Dirut) Pertamina Karen Agustiawan dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dalam kasus korupsi investasi blok BMG Australia. Karen dijatuhkan divonis delapan tahun penjara. "Karen Agustiawan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, menjatuhkan pidana terdakwa Karen Agustiawan dengan pidana selama 8 tahun den denda 1 miliar rupiah, dengan ketentuan jika denda tersebut tak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan," demikian vonis yang dibacakan hakim Emilia Djaja Subagia dalam sidang putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (10/6). Atas putusan tersebut, Karen menyatakan akan memutuskan banding. Karen Agustiawan sendiri mengajukan banding setelah pembacaan vonis oleh hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Dia juga memekikkan takbir. "Atas keputusan ini, Saudara punya hak untuk menerima keputusan ini, atau hak untuk pikir-pikir atau hak menyatakan banding," tanya hakim ketua Emilia Djaja Subagia kepada Karen usai membacakan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (10/9). "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, Allahhu akbar, Allahhu akbar, Allahhu akbar, majelis hakim, saya banding," kata Karen. Vonis yang dijatuhkan majelis hakim itu sendiri lebih rendah dibandingkan tuntuntan jaksa penuntut. Dalam sidang sebelumnya, JPU menuntut Karen agar dikurung lima tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidier enam bulan kurungan. Jaksa meminta hakim untuk menjatuhkan hukuman tersebut karena menyatakan Karen terbukti melakukan korupsi investasi perusahaan di blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia. Dalam pertimbangannya, jaksa menyebut Karen telah melanggar prosedur investasi sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara mencapai Rp568 miliar. Karen juga dinilai telah merusak tata kelola perusahaan. "Terdakwa juga tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi," ucap jaksa penuntut dalam sidang pada 24 Mei lalu. Seperti diketahui, kasus tersebut terjadi pada 2009 saat Pertamina melalui anak usahanya PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10% terhadap ROC Oil Ltd. untuk menggarap Blok BMG. Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase -BMG Projectditeken pada 27 Mei 2009. Nilai transaksinya mencapai US$31 juta. Akibat akuisisi itu Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar US$26 juta. Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp 568 miliar itu Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga 812 barrel per hari. Ternyata Blok BMG hanya bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari. Pada 5 November 2010 Blok BMG ditutup, setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi. Investasi yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional. Hasil penyidikan Kejagung menemukan adanya dugaan penyimpangan dalam proses pengusulan investasi di Blok BMG. Pengambilan keputusan investasi tanpa didukung feasibility study atau kajian kelayakan hingga tahap final due dilligence atau kajian lengkap mutakhir. Diduga direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris. Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara cq Pertamina sebesar US$31 juta dan US$26 juta atau setara Rp568 miliar.(cnn/bis)
Sumber: