Komnas HAM Pantau Penangkapan Terduga Teroris

Komnas HAM Pantau Penangkapan Terduga Teroris

JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengaku terus memantau penangkapan pelaku terduga pelaku terorisme sepanjang tahun ini. Komnas HAM juga terus mengingatkan supaya aparat berwenang mematuhi konvensi menentang penyiksaan selama penahanan. "Kami koordinasi dengan pihak kepolisian, bertemu dengan Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror untuk mengingatkan mereka mematuhi koridor HAM dan konvensi menentang penyiksaan," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik seperti dikutip Republika.co.id, Ahad (19/5). Ahmad Taufan Damanik menyadari adanya potensi tindakan terorisme membuat Densus 88 melakukan antisipasi melacak keberadaan terduga pelaku teror dan monitoring gerakan-gerakan mereka. "Tindakan itu sah-sah saja karena mereka (terduga) ada indikasi rencana tindakan teror. Tetapi dalam bertindak, tolong Densus 88 perhatikan HAM yaitu konvensi menentang penyiksaan," ujarnya Karena itu, dia melanjutkan Komnas HAM mengapresiasi hal ini. Di satu sisi, pihaknya terus mengingatkan Densus 88 atau aparat berwenang tetap mematuhi konvensi tersebut. Sebab, ia menambahkan, jika melakukan pelanggaran maka sanksi menanti. Hukuman tersebut, dia menambahkan, mulai dari teguran disiplin dari atasannya dan jika melakukan pelanggaran melakukan kekerasan berat maka pelaku bisa dipidana. "Itu sudah ada di profesi dan pengamanan (propam), jadi ada tindakan disiplin dari internal," ujarnya. Ia menyebut Komnas HAM memiliki jaringan hingga kuasa hukum untuk melakukan peringatan dan pengawasan ini. Hasilnya, ia menyebut pihak kepolisian dan Densus 88 menyambut baik peringatan Komnas HAM. Bahkan, ia menyebut Komnas HAM sempat diminta memberikan materi tentang HAM kepada para petugas baru di Densus 88. Tak hanya itu, ia menyebut penangkapan terduga teroris yang dilakukan Densus 88 saat ini tidak ada yang meninggal dunia. "Bandingkan dengan tiga tahun lalu, saat itu belum apa-apa terduga teroris sudah ditembak mati atau ada laporan dari keuarga terduga teroris bahwa keluarganya mengalami kekerasan," katanya. Kendati demikian, Komnas HAM terus mengingatkan Densus 88 atau aparat berwenang tetap mematuhi HAM dan konvensi menentang penyiksaan saat penahanan. Sebab, ia menambahkan, jika melakukan pelanggaran maka sanksi menanti. Hukuman tersebut, dia menambahkan, mulai dari teguran disiplin dari atasannya dan jika melakukan pelanggaran melakukan kekerasan berat maka pelaku bisa dipidana. "Itu sudah ada di profesi dan pengamanan (propam), jadi ada tindakan disiplin dari internal," ujarnya. Sepanjang bulan Mei 2019, tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti teror Mabes Polri telah menangkap sebanyak 29 terduga teroris JAD, dengan rincian sebanyak 18 tersangka ditangkap di Jakarta, Bekasi, Karawang, Tegal, Nganjuk, dan Bitung serta 11 tersangka lainnya ditangkap di Jakarta, Grobogan, Sukoharjo, Sragen, Kudus, Jepara, Semarang, dan Madiun. Menurutnya, dari 29 tersangka tersebut, 18 orang di antaranya terlibat dalam membuat bom. Sementara 9 orang lainnya merupakan anggota aktif JAD dan pernah terlibat pelatihan militer di dalam negeri dan di Suriah. "Mereka kader JAD yang berangkat ke Suriah sebagai foreign terrorist fighters," katanya. Dua tersangka lainnya diketahui pernah hijrah ke Suriah dan belajar membuat bom asap di Aleppo. Dari tangan para tersangka, sejumlah barang bukti yang disita polisi diantaranya satu pucuk senapan angin, lima kotak peluru, satu pisau lempar, botol biang parfum berisi TATP, empat pistol dan dua busur panah. "Kami melakukan upaya paksa penangkapan terhadap 68 tersangka," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal M Iqbal. Dari total tersangka tersebut, Densus 88 telah menahan sebanyak 29 jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) selama Mei 2019. M Iqbal mengatakan, penangkapan pada bulan Mei ini menjadi angka penangkapan paling banyak. (rep)

Sumber: