Proses Sertifikasi Para Barista Kopi Indonesia, Rasa Kopi Bergantung Suasana Hati
Meracik secangkir kopi tak sekadar menuangkan bubuk kopi dan disiram air panas. Banyak proses yang perlu dilalui. Hingga tercipta, cita rasa kopi yang nikmat. Meracik kopi saat ini tengah gandrungi kalangan muda. KHANIF LUTFI-Tangerang Sekitar 100 peracik kopi dari seluruh pelosok tanah air berkumpul di salah satu hotel di Kota Tangerang. Ada yang dari Kalimantan, Sumatera, Bali sampai NTT. Mereka datang dari jauh bukan dengan tangan kosong. Keahlian mereka akan diuji. Hingga mereka mendapatkan sertifikat dan diakui sebagai barista. Usianya rata-rata masih kisaran 20 sampai 30 tahun. Sebagian besar bekerja di kedai kopi. Ada yang bekerja tetap, ada yang freelance dan tenaga lepas. Yang usianya lebih tua, hanya ada beberapa. Rata-rata yang sudah sepuh adalah pemilik kedai kopi. Yang ingin memiliki sertifikasi barista. Dalam pengujian sertifikasi, mereka dituntut berbahasa Inggris dalam menjelaskan proses pembuatan kopi. Mulai dari menggiling, membuat, sampai menyajikannya di meja pelanggan. Harus ada pertanggungjawaban dalam setiap proses pembuatan kopi. Mulai dari jenis kopi, proses penggilingan, teknik pembuatan sampai tersaji di meja. Januar Siswanto misalnya. Barista asal Jogjakarta yang jauh-jauh ingin mengikuti sertifikasi tersebut. Ia merasa tertantang. Meski keseharian bekerja sebagai barista, tetapi diakuinya banyak alat yang belum diketahui. Menurutnya, menyajikan kopi bukan asal hitam. Cita rasa yang dihasilkan bisa asam, manis, atau pahit. Semua tergantung jenis kopi dan proses pembuatan. Bahkan, kata Januar, jika suasana hati pembuat kopi sedang tidak bagus, kopi racikannya bisa terasa kurang nikmat. "Percaya nggak percaya, setiap pelanggan mempunyai favorit kopi. Jika kopi yang biasa diminum dirasa berbeda, pelanggan bisa kabur dan mencari kedai kopi lain. Bahkan, ada pelanggan yang hanya mau dibuatkan oleh barista kepercayaannya," ujar Januar yang telah menggeluti kopi sejak 2013 lalu. Ballroom hotel menyeruakan aroma kopi. Berbagai alat pembuat kopi juga telah tertata rapi. Satu persatu barista dipanggil. Bukan cuma praktik. Mereka juga diinterview. Ada juga pertanyaan tertulis yang harus dijawab dengan cermat. Meski keseharian mereka berkecimpung dengan kopi. Tapi ada beberapa wajah yang terlihat gugup dan tidak percaya diri. Mereka khawatir jika nantinya tidak lulus sertifikasi. Wajar, mereka harus menunggu satu tahun untuk bisa mengikuti sertifikasi selanjutnya. Salah satu yang mengaku gugup adalah Joan Kristanto. Mesiki fasih berbahasa Inggris, Joan terlihat beberapa kali salah saat mengambil alat yang ingin digunakan. Presentasinya juga terlihat sedikit berantakan. Beberapa kali, Joan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Usai ujian praktik, Joan mengaku membuat double espresso dengan alat manual. Hasilnya lumayan. Hanya saja, Joan terlihat gugup. Meski dalam penguasaan alat, secara keseluruhan mengetahuinya. "Saya nggak nyangka, ternyata meski sehari-hari bisa membuat kopi puluhan gelas, tetapi saat menyajikan untuk assessor saya gugup," terangnya. Ketua Lembaga Sertifikasi Kopi Indonesia Edy Panggabean mengatakan, kekayaan Indonesia sangatlah besar. Termasuk salah satunya adalah kopi. "Bahkan, Indonesia surplus dalam ekspor kopi. Hanya saja, banyak masyarakat yang belum mengetahui keunggulan kopi Indonesia," terangnya. Ia berharap, dengan adanya sertifikasi barista, bisa mengenalkan kopi Indonesia ke mancanegara. Bahkan bisa bersaing di dunia dan menjadi nomor satu. Ada ratusan jenis kopi di Indonesia. Tapi, sebagian besar barista kurang mengetahuinya. "Dengan adanya sertifikasi, selain menguji kami juga memberikan edukasi, sehingga mereka yang sehari-hari bekerja di dunia kopi bisa lebih memahami. Bagi sebagian orang, kopi bukan hanya komoditas, tetapi sudah menjadi rutinitas," tandasnya. (fin)
Sumber: