Pasar Kranggot Semrawut
CILEGON - Kondisi Pasar Kranggot, Kota Cilegon nampak semrawut meski beberapa waktu lalu petugas sudah berupaya menertibkan. Pantauan, Sbatu (23/3), para pedagang membuka lapak di sepanjang jalan masuk dan keluar pasar. Ada yang hanya menggunakan alas terpal, ada juga yang dilengkapi dengan payung serta peti kayu dan tenda-tenda. Adanya spanduk di persimpangan antara pintu jalan masuk dan keluar pasar yang bertuliskan larangan berjualan di sepanjang jalan dan bantaran sungai, rupanya tak digubris. Selain pedagang yang membuka lapak di lokasi yang dilarang, pasar tradisional terbesar di Kota Cilegon itu pun dibuat semrawut oleh sampah yang tercecer di jalan maupun di sungai. Kondisi itu diperparah dengan sejumlah angkutan umum yang masuk ke dalam pasar menaikkan dan menurunkan penumpang di jalan. Bahkan, sejumlah angkutan umum mengetem beberapa menit untuk menunggu penumpang sehingga membuat kemacetan. Ei, salah satu pedagang mengaku membuka lapak di jalan dan tepat di pinggir sungai karena mudah dijangkau oleh para pembeli. Menurut dia, sejumlah pembeli enggan masuk ke dalam pasar dan lebih memilih belanja di luar. "Kalau ke dalam kan harus jalan lagi jauh, di sini mah ga usah turun dari motor," tuturnya. Perempuan asal Kecamatan Jombang itu mengetahui jika dilarang berjualan di jalan, tetapi ia tetap nekat membuka lapak karen abanyak pedagang lain yang melakukan hal yang sama. Senada diungkapkan AS. Menurut dia, berjualan di pinggir jalan lebih laku dibandingkan di dalam pasar. "Lebih gampang lakunya mas," tuturnya. Namun bagi pembeli seperti Mubarok, sebenarnya merasa kurang nyaman dengan kondisi pasar yang smerawut tersebut. Menurutnya, keberadaan para pedagang di jalan membuat lalu lintas tersendat. "Kalau lagi rame mah harus nunggu lama biar bisa masuk pasar," tuturnya. Kesemrawutan pasar diakui oleh Kepala Subbagian Tata Usaha Pasar Kranggot, Aceng Syarifudin. Ditemui di kantor UPT Pasar Kranggot, ia mengatakan pihaknya mengaku terus mensosialisasikan kepada para pedagang untuk tidak membuka lapak di jalan. Menurut dia, larangan berjualan di jalan dan bantaran sungai sudah tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2003 tentang Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan. Setiap hari, Perda itu disampaikan melalui pengeras suara dan petugas pasar. "Sebenarnya, dari jumlah pedagang yang formal sebanyak 2.438 pedagang sudah kami berikan tempat masing-masing baik di kios, los, atau auning atau hangar. Tapi mereka masih mencari sisi pembeli di sisi jalan," ujarnya. Agar para pedagang tak kembali membuka lapak di lokasi yang dilarang, lanjut Aceng, perlu adanya bantuan stakeholder lain, seperti Satpol PP sebagai lembaga penegak Perda. (rbn/tnt)
Sumber: