RSUD Balaraja Overload, Pasien Dirawat di Selasar

RSUD Balaraja Overload, Pasien Dirawat di Selasar

TANGERANG-Meski jumlah kasus DBD di Kabupaten Tangerang cukup tinggi, namun masuk dalam kategori kejadian luar biasa (KLB). Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang dr Desriana Dinardinanti sejak Januari telah dilaksanakan sosialisasi dalam forum resmi untuk penanganan dan pencegahan. “Walaupun memang kasusnya meningkat akan tetapi belum masuk kategori KLB. Kita telah melakukan koordinasi dari awal Januari untuk penanganan DBD bersama puskesmas,” katanya sesuai apel kepada Tangarang Ekspres pada, Senin (11/2). Akibat banyaknya kasus, ruang perawatan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Balaraja tak mampu menampung pasien. Di selasar ruangan khusus ibu dan anak, ada empat anak dirawat. Begitupun terjadi di ruang perawatan orang dewasa. Ada lima pasien yang harus dirawat di selasar. Humas RSUD Balaraja, Hj. Imas Supitaningsih, menjelaskan memang ada pasien yang harus dirawat di luar ruang perawatan. "Beberapa tempat tidur pasien memang di luar mas, boleh dibilang over load. Kita cepat tanggap untuk menangani pasien. Semua pasien kita layani tidak ada yang kita tolak. Untuk kematian yang hari ini (kemarin) datanya belum saya cek mas, nanti saya cek terlebih dahulu,” pungkasnya. Informasi yang diterima Tangerang Ekspres, ada pasien DBD yang meninggal di RSUD Balaraja. Dr Hendra Tarmizi, Kepala Bidang Pencegahan dan Penanganan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang menjelaskan, meninggalnya pasien DBD di RSUD Balaraja belum tentu warga Kabupaten Tangerang. Menurutnya, banyak warga dari berbagai daerah yang berobat ke rumah sakit tersebut. Ia mengaku belum ada data masuk terkait jumlah korban DBD. “Belum ada e-mail masuk dari RSUD Balaraja kepada kami terkait jumlah korban jiwa per hari ini (kemarin). Mungkin saja itu warga luar daerah lain, karena banyak yang dirawat di sana,” ungkapnya. Dr Hendra mengatakan, terjadi peningkatan kasus DBD sebanyak dua kali. Tingginya kasus DBD, diakibatkan banyaknya tumpukan sampah, masih rendahnya pola hidup sehat di masyarakat. Selama ini, pihaknya telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh puskesmas untuk berkoordinasi dengan pihak kecamatan dan kelurahan dalam penanganan sampah. Kemudian, mengimbau puskesmas untuk melakukan deteksi dini jentik nyamuk serta melakukan pemberantasan sarang nyamuk. “Hingga hari ini (kemarin) 148 kasus. Terbanyak di Panongan, Januari sebanyak 27 kasus dan Februari 8 kasus,” sambungnya. Di Kota Tangsel, kasus DBD cukup banyak. Di Desember 2018, terjadi 148 kasus. Di Januari menurun menjadi 97 kasus. Sedangkan Februari sampai tanggal 11, makin menurun hanya 11 kasus. Plt Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangsel Deden Deni mengatakan, penuruman jumlah tersebut lantaran dinas melakukan beberapa upaya, seperti fogging atau pengasapan dan melakukan gerebek juru pemantau jentik (jumantik). Gerebek jumantik ini adalah, melakukan pemantau tempat-tempat penampungan air di daerah yang warganya terkena DBD. Semua rumah di sekitar penderita DBD, didatangi kader jumatik. Kamudian tempat-tempat penampungan air diperiksa. Jika ada jentik nyamuk langsung diberantas. "Termasuk promosi 3M plus di lingkungan, sekolah dan lainnya," ujarnya kepada Tangerang Ekspres, Rabu (13/2). Deden menambahkan, fogging sudah dilakukan di 100 titik dan tujuannya membunuh nyamuk dewasa. Sasarannya lapangan, kebun, permukiman warga dan terutama di lokasi yang ada kasus DBD. Dinas kesehatan juga melakukan promosi kesehatan melalui gerebek jumantik yang dilaksanakan rutin di rumah-rumah warga. Sedangkan promosi 3M plus adalah menguras, menutup, memanfaatkan dan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). "Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari kasus DBD yang terjadi. Salah satunya agar kader jumantik rutin turun ke rumah-rumah warga memantau jentik nyamuk. Dari ratusan kasus DBD di Kota Tangsel, Desember sampai sekarang satu orang yang meninggal," tambahnya. Deden Deni mengimbau agar nyamuk DBD tidak berkembang biak, disarankan untuk mengubur benda-benda yang bisa menampung air. "Intinya, jangan sampai ada genangan air. Bak mandi, harus sering dicek, kalau ada jentik nyamuk, segera buang airnya dan bak mandinya dibersihkan. Jangan anggap remeh jentik nyamuk," lanjutnya. Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kota Tangsel Tulus Muladiono mengatakan, untuk mencegah penyakit DB diharapkan kerjasama dengan semua pihak. "Bila ada gejala segera diinfokan ke puskesmas. Nanti, puskesmas akan melaporkan ke dinas kesehatan, dan laporan ini akan segera ditindaklanjuti. Akan ada petugas yang turun ke lapangan untuk periksa jentik," ujarnya. Tulus menambahkan, pemeriksaan jentik nyamuk dilakukan pada rumah atau lokasi di mana ada warga yang memiliki gejala terserang DBD. Termasuk di rumah warga yang berada di sekitarnya. "Kita juga melakukan fogging untuk membunuh jentik dan nyamuk DBD yang terindikasi lokasi ini," tambahnya. Di tempat terpisah, Kepala Bidang Pelayanan Medis (Yanmed) RSU Kota Tangsel Imbar Umar Gazali mengatakan, di Februari hanya ada 17 orang yang dirawat inap karena penyakit DBD. Sementara yang dirawat jalan 6 orang. "Dari 17 yang dirawat, enam pasien bukan warga Tangsel," ujarnya. Imbar menambahkan, pada Desember 2018 RSU menangani 7 kasus DBD. Puncaknya Januari lalu menangani 122 kasus. Namun, dari 122 itu, 20 pasien warga luar Kota Tangsel. Menurutnya, penyakit DBD bisa menyerang siapa saja tanpa melihat usia karena nyamuk menggigit tidak pilih-pilih. "Kalau pasien rawat jalan cukup berobat di poliklinik. Tapi, kalau rawat inap minimal dirawat 5 sampai 7 hari. Kalau anak-anak bisa 9 hari karena masuk ruang Nicu," tambahnya. (bud) Sementara di Kota Tangerang tercatat 21 warga harus dirawat di rumah sakit karena DBD. Data tersebut di dapatkan Dinkes Kota Tangerang dari seluruh rumah sakit. Menurut Kepala Dinkes Kota Tangerang, Liza Puspadewi seseorang yang terjangkit DBD karena mengalami kebocoran pembuluh darah akibat virus yang berasal gigitan nyamuk jenis Aedes Aegypti. Penyakit DBD terdapat tiga kategori penderita. Pertama, penderita yang disebut tersangka atau masih tahap bergejala. Kemudian penderita demam dengue. Dan terakhir penderita DBD. "Jadi kita harus bedakan ketiganya. Untuk tersangka jumlahnya tidak dilaporkan. Kalau demam dengue penderitanya 57 orang. Kalau yang sudah pasti DBD itu 21 orang dan ini data per-Januari,"ujarnya. Penyakit DBD disebabkan karena gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Yang menyebarluaskan juga nyamuk tersebut. "Karena nyamuknya itu bisa berulang-ulang, gigit ke sana, gigit ke sini. Jadi yang menularkan adalah nyamuknya. Nyamuk tersebut harus diberantas," jelasnya. Liza menambahkan, kebanyakan penderita DBD berasal dari Kecamatan Benda. Angka peningkatan penderita terjadi sejak pekan pertama di Januari. "Ingat penderitanya bisa dari usia baru lahir sampai usia renta, jadi untuk DBD tidak memilih usia. Untuk itu warga diharapkan untuk tetap melakukan bersih-bersih, memeriksa wadah air dan juga merapikan pakaian kotor agar tidak menjadi sarang nyamuk," ungkapnya. (mg-10/esa/mg-9)

Sumber: