KPK Minta UU Tipikor Direvisi

KPK Minta UU Tipikor Direvisi

JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi bersama Komisi III DPR melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) hari ini, Senin (28/1). Dalam RDP tersebut, lembaga antirasuah menyinggung terkait kendala yang dihadapinya dalam menuntaskan kasus korupsi yang menarik perhatian masyarakat. Juru bicara KPK Febri Diansyah menyebut, pihaknya begitu membutuhkan UU Tipikor baru. Sebab, masih adanya kendala regulasi dalam menangani perkara di KPK yang memunculkan hambatan tersebut. "Masih belum diaturnya sejumlah bentuk tindak pidana korupsi di UU Tipikor yang saat ini berlaku. Mereka yang melakukan perbuatan tersebut tidak tersentuh dengan UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang digunakan KPK saat ini," jelasnya pada awak media, Senin (28/1). Padahal kata Febri, standar dunia internasional di UNCAC yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 7 tahun 2006 telah mengatur hal tersebut sebagai tindak pidana korupsi. Adapun mantan aktivis ICW ini mengatakan, pihaknya membutuhkan bantuan dan dukungan pihak terkait dalam upaya memberantas korupsi. Khususnya menemukan jalan keluar dalam kendala ini. Sebab, korupsi yang terjadi berada di banyak sektor, dan upaya pencegahannya pun perlu komitmen pimpinan instansi di seluruh sektor tersebut. "Kami percaya, pemberantasan korupsi harus dilakukan bersama-sama, tidak bisa diserahkan pada satu institusi negara saja," pungkasnya. Sementara itu dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, lima Pimpinan KPK membeberkan empat hal, salah satunya yakni terkait Evaluasi terhadap capaian kinerja atau Target Kinerja KPK di Tahun 2018 maupun target di 2019. "Menjawab pertanyaan komisi III, KPK menguraikan apa saja yang telah dilakukan di Tahun 2018 dalam bingkai pelaksanaan 5 tugas KPK sebagaimana diatur di UU No. 30 Tahun 2002, yaitu: koordinasi, supervisi, penindakan, pencegahan dan monitoring," ucap juru bicara KPK Febri Diansyah, Senin (28/1). Febri menjelaskan ada sejumlah poin utama yang disampaikan pihaknya pada komisi III terkait pencegahan. Yakni mengenai masih rendahnya kepatuhan pelaporan LHKPN, pelaporan gratifikasi, serta dibuatnya Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat dan Pusat Edukasi Antikorupsi (PEAK) di gedung C1 KPK lama. "Selain itu terkait penindakan KPK juga memaparkan statistik penanganan perkara oleh KPK yang meningkat 2018, adanya sebaran sprindik di 5 wilayah di Indonesia dan data-data pengaduan masyarakat," jelasnya. Febri menjelaskan, berkaitan penelitian dan pengembangan, lembaga ini juga menyampaikan Survei Penelitian Integritas (SPI) 2018 yang memuat Sumut masuk dalam kategori urutan pertama gratifikasi, suap dan markup anggaran, memaparkan kajian penegakan Hukum di MA dan MK, Kajian Tata Kelola Permasyarakatan dan Piloting Kebijakan Satu Peta Sektor Perkebunan. Tak hanya itu, mantan aktivis ICW ini menyebut pimpinan juga menyinggung Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi (Stranas PK) juga menjadi point penting dalam memberantas korupsi di Indonesia. Isinya 11 target aksi Stranas PK, serta rencana Aksi 2019-2020. "Stranas PK dengan penanggungjawab tertinggi Tim Nasional PK berada pada Presiden RI, hingga peran Kementerian dan Lembaga yang bertugas sebagai Pengarah, Pengurus Harian dan Pelaksana tugas," pungkasnya.(jp)

Sumber: