Garuda Indonesia Terancam Tumbang

Garuda Indonesia Terancam Tumbang

JAKARTA - Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng menilai PT Garuda Indonesia Tbk berpeluang mengalami kebangkrutan. Pasalnya, Garuda memiliki utang dalam jumlah sangat banyak. Selain itu, maskapai pelat merah tersebut juga terus merugi. Menurut Salamuddin, ada dua indikator yang membuat emiten dengan kode GIAA itu terancam kolaps. “Pertama, Garuda terus menumpuk utang sehingga total utang yang dimiliki begitu besar. Global bond yang dibuat besar sekali," kata Salamuddin seperti dikutip jpnn.com, Jumat (25/1). Indikator kedua, imbuh Salamuddin, kewajiban pembayaran atas pembelian 30 pesawat Airbus dan 60 pesawat Boeing dengan nilai USD 20 miliar atau lebih dari Rp 300 triliun. Dengan jumlah kewajiban sebanyak itu, kata Salamuddin, level debt to equity Garuda sampai akhir Juni 2018 mencapai 2.35. Dia menilai usaha Garuda mengincar global bond senilai USD 500 miliar pada 2019 memperparah kondisi perseroan. “Lubang ditutup dengan menggali jurang,” kata Salamuddin. Dia mengakui pendapatan Garuda tidak menurun. Akan tetapi, seluruh pendapatan tidak cukup untuk menutup kewajiban membayar pembelian pesawat. Oleh karena itu, Salamuddin meminta pemerintah dan DPR RI turun tangan untuk menyelamatkan Garuda. “Garuda pun terus merugi," terang Salamuddin. Sementara itu, anggota Komisi VI DPR Inas Nasrullah Zubir juga menilai Garuda terancam bangkrut. Pasalnya, utang Garuda terus bertambah sekitar Rp 3 triliun per tahun. Salah satu utang itu ialah tunggakan avtur kepada Pertamina yang sudah mencapai Rp 3,2 triliun. Menurut Inas, utang sebesar itu disebabkan pembelian 139 satelit komunikasi, pesawat Airbus, dan Boeing 777-300 ER. “Jual saja pesawat Airbus dan Boeing untuk mengurangi beban utang perusahaan,” kata Inas. Dia menambahkan, Komisi VI pun berencana memanggil Direktur Utama Garuda I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra. “Kami akan meminta klarifikasi soal utang mereka, termasuk dalam pembelian pesawat dan juga cicilan pembayaran avtur," kata Inas. (jos/jpnn)

Sumber: