Harga Biskuit Hingga Makanan Ringan Naik 3 Persen
Jakarta-- Pelaku industri makanan dan minuman (Mamin) menyatakan sudah menaikkan harga jual produk mereka awal tahun ini. Kenaikan harga produk dilakukan demi mengimbangi melonjaknya biaya produksi. PT Garuda Food Putra-Putri Jaya (Tbk) (Garuda Food) misalnya, mengaku sudah menaikkan harga jual produknya rata-rata sebesar 3 persen. Hanya saja, Head of Corporate Communication Garuda Food Dian Astriani mengatakan, kenaikan hanya dilakukan pada produk biskuit dan snack atau makanan ringan saja. Sekadar informasi, produk biskuit Garuda Food yang dilepas ke pasaran mengusung merek Gery. "Memang ada beberapa item produk kami di biskuit dan snack yang mengalami kenaikan rata-rata 3 persen," ujarnya seperti dikutip CNNIndonesia.com, Rabu (16/1). Ia melanjutkan, kenaikan harga ini disebabkan oleh biaya produksi yang naik setelah rupiah mengalami depresiasi 6,93 persen sepanjang tahun lalu. Memang, ia mengakui bahwa nilai tukar sudah mulai menguat belakangan ini. Tetapi, perusahaan berkeyakinan rupiah ke depan masih labil. Alhasil, kenaikan harga produk menjadi satu pilihan yang diambil untuk menyikapi kondisi tersebut. "Ya tentu tidak serta merta (harga faktor produksi) turun karena kondisi ini belum stabil," jelas dia. Sejatinya, lanjut Dian, keputusan menaikkan harga produk sudah dilakukan perusahaan sejak kuartal III kemarin. "Tapi kenaikan harga kemarin pun tergantung jenis item produknya dan kondisi bisnis," imbuh dia. Selain dilakukan oleh Garuda Food, kenaikan juga dilakukan oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk. Produsen mie instan hingga makanan ringan ini menyatakan telah menaikkan harga jual sebesar 3 persen di awal tahun ini. Kenaikan harga produk juga dilakukan karena pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi beberapa waktu lalu. Namun, Sekretaris Perusahaan Tiga Pilar Michael Hadylaya mengatakan kenaikan harga hanya dilakukan untuk produk seperti mie kering dan bihun kering. "Untuk produk-produk unggulan kami seperti Taro dan Mie Kremezz belum ada penyesuaian harga sampai saat ini," katanya. Michael juga mengatakan, harga mungkin akan diturunkan kembali kala kurs dolar sudah tidak fluktuatif. Sebab, ketika kurs dolar sudah stabil, tekanan di sisi faktor produksi otomatis akan berkurang. "Tentunya harga-harga akan disesuaikan kembali pula, paling tidak dengan mekanisme cut price harga jual kami ke customer," jelas dia. Sementara itu, Direktur Pemasaran PT Indomarco Prismatama Wiwiek Yusuf menuturkan pihaknya akan mengerek harga jual dengan jumlah kenaikan yang sama yang dipatok produsen. Misal, pemasok menaikkan harga 5 persen, maka kenaikan harga jual juga akan sebesar 5 persen. "Sembari kami juga mempertimbangkan stok dan harga pasar. Jadi cari waktu yang tepat," katanya. Yang pasti, sambung Wiwiek, pihaknya tak serta merta menaikkan harga jual jika stok barang belum diperbarui. Stok barang lama akan dijual dengan harga lama. Begitu pun dengan stok baru akand ijual dengan harga baru. Intinya, ia menegaskan pihaknya tak asal-asalan mengerek harga ke konsumen. Menurut dia, ada pertimbangan daya beli masyarakat dan biaya operasional. "Biasanya produsen melakukan kajian harga juga dengan pertimbangan kompetitor," tandasnya. Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) Rahmat Hidayat mengungkapkan bahwa pelaku usaha mulai menaikkan harga jual sekitar 5 persen hingga kurang dari 10 persen pada bulan ini. Kenaikan harga sebagai imbas dari bahan baku produksi yang berasal dari impor. Seperti diketahui, tahun lalu rupiah terganjal dolar AS. "Kalau dicek di gerai ritel, sebenarnya ada penyesuaian harga di bulan ini dengan kisaran 5 persen hingga kurang dari 10 persen kira-kira," pungkasnya. Meski demikian, ia mengaku kenaikan harga ini masih dalam batas yang aman karena kenaikan harga dikalkulasi dari depresiasi rupiah sebesar 6,93 persen dan inflasi tahun lalu 3,13 persen. "Kalau di-cek di gerai ritel, sebenarnya sudah ada penyesuaian harga di bulan ini dengan kisaran 5 persen hingga di bawah 10 persen kira-kira. Ini adalah rerata untuk seluruh produk makanan dan minuman," ujar Rachmat, kemarin. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri makanan dan minuman pada kuartal III 2018 tercatat bertumbuh 8,10 persen secara tahunan atau melemah dibanding kuartal III 2017 sebesar 8,92 persen. Sementara itu, industri berharap penjualan industri makanan dan minuman bisa menyentuh 10 persen di tahun ini yang didorong momen pemilihan presiden, hari raya Idul Fitri, dan Natal. (cnn)
Sumber: