Presiden Direktur PT Lippo Karawaci Mangkir, Sumber Suap Meikarta Diketahui

Selasa 11-12-2018,04:08 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

JAKARTA--Ancaman Komisi Anti Korupsi (KPK) untuk menghentikan pembangunan proyek Meikarta, Cikarang, Kabupaten Bekasi tidak bisa dianggap remeh. Ini setelah komisi antirasuah itu berhasil mengidentifikasi sumber dana suap yang menyebabkan Bupati Bekasi (nonaktif), Neneng Hasanah Yasin mendarat ke juruji besi. Seperti dilansir Fajar Indonesia Network (FIN), Juru Bicara KPK Febri Diansyah membenarkan hal ini. Namun ia menolak untuk menjelaskan lebih detail. " Suap itu ada keterkaitan dengan kepentingan korporasi yang mengerjakan proyek Meikarta," ungkap Febri, kemarin (10/12). Disinggung rencana penghentian proyek Meikarta, Febri menegaskan, langkah itu bukan sekadar ancaman. Tapi ada beberapa hal yang menjadi pokok pertimbangan. Salah satunya, apakah ada itikad baik dari pihak PT Lippo Karawaci menjelaskan kondisi sebenarnya. Sementara, kondisi yang ada berbanding terbalik. " Sejumlah petinggi PT Lippo Karawaci, manggkir dari panggilan KPK. Ya hari ini (kemarin, red) seharusnya Presiden Direktur PT Lippo Karawaci Ketut Budi Wijaya datang. Sampai sekarang kami belum terima alasannya," ungkapnya. Menurut Feby, kehadiran Budi sangat dibutuhkan untuk mendalami dugaan adanya instruksi antara perusahaan di bawah naungan Lippo Group terkait proyek tersebut. Apakah ada juga arahan untuk berikan uang itu. " Ini perlu kami dalami", terang Juru Bicara KPK, Febri Diansyah. Febri mengakui, penyidik tengah melakukan penelusuran mengenai proses perencanaan proyek Meikarta dari perspektif Lippo Group. Hal ini penting dilakukan lantaran pembangunan Meikarta tidak akan bisa dilaksanakan jika aturan tata ruang Kabupaten Bekasi tidak diubah.Beberapa aturan tidak memungkinkan untuk dibangun proyek seluas itu. " Jadi, kami ingin lihat apakah itu direncanakan sejak awal, sementara di sisi lain kami menduga izinnya bermasalah sejak awal," tukasnya. Febri pun mengimbau kepada publik untuk bersabar serta memberi waktu kepada penyidik untuk membongkar peran korporasi dalam kasus tersebut. Terkait adanya penghentian proyek Meikarta, Konsultan Properti Hendra Hartono berpendapat, kasus Meikarta bisa menjadi berita negatif bagi industri properti nasional. Konsumen, khususnya kalangan menengah bawah, bisa mengalami trauma untuk membeli hunian. Mereka membeli unit di Meikarta umumnya untuk tempat tinggal pertama. " Ya di sana kan disasar menengah bawah. Orang yang uangnya bisa pakai beli nyicil kendaraan, terus pakai beli hunian di Meikarta. Ini bisa bikin trauma," ungkap CEO Leads Property ini pada sebuah acara di The Residences at The St. Regis, Jakarta, itu. Hendra menilai, kasus Meikarta juga menjadi pukulan karena Lippo Group merupakan pengembang besar. Belajar dari kasus Meikarta, Hendra menyarankan agar calon pembeli untuk memperhatikan tenggat waktu penyelesaian bangunan. Ia tidak menyarankan membeli hunian yang menawarkan sebuah kota impian yang baru akan jadi dalam waktu periode hingga 25 tahun ke depan. Sekadar diketahui, KPK telah memeriksa tujuh pihak yang berasal dari Lippo Group. Pihak-pihak tersebut adalah Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro yang telah ditetapkan tersangka, CEO Lippo Group James Riady, dan mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Tbk. Toto Bartholomeus. Selain itu, Corporate Affairs Siloam Hospital Group Josep Christoper Mailool, Direktur Keuangan PT Lippo Cikarang Tbk. Soni, Direktur Keuangan PT Lippo Karawaci Tbk. Richard Setiadi, dan Direktur Keuangan PT Mahkota Sentosa Utama (PT MSU), Hartono. Dan KPK telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus tersebut. Di antaranya, masing-masing Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, dua konsultan Lippo Group Taryadi dan Fitra Djaja Purnama, serta pegawai Lippo Group Henry Jasmen. Kemudian, tersangka lain yang merupakan pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi di antaranya Kepala Dinas PUPR Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat M Nahor, Kepala Dinas PMPTSP Dewi Trisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi. Neneng Hasanah Yasin diduga menerima dana suap sebesar Rp7 miliar, dari yang dijanjikan Rp13 miliar, dari Billy Sindoro dkk. Dugaan suap tersebut berkaitan dengan izin pembangunan proyek Meikarta seluas 774 hektare. Suap tersebut diduga diberikan dalam sejumlah tahap yang dilakukan pada April hingga Juni 2018. Dana tersebut disalurkan melalui sejumlah pejabat Pemkab Bekasi.(riz/fin/ful)

Tags :
Kategori :

Terkait