KPK OTT Hakim, Panitera dan Pengacara di PN Jaksel

Kamis 29-11-2018,04:51 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

JAKARTA - Publik kembali disuguhkan berita Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap hakim, panitera dan pengacara pada Selasa (27/11) malam. Dalam OTT itu, KPK mengamankan enam orang yang terlibat dalam transaksi suap kasus perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, dari enam orang yang diamankan dalam OTT, KPK menetapkan lima tersangka. Dari jumlah itu, terdapat hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan pengacara. “Ini kasus lama,” ujar Agus Rahardjo dalam perbincangan di tengah-tengah pertemuan dengan pemimpin redaksi media massa di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (28/11). Penetapan tersangka berdasarkan pemeriksaan penyidik terhadap seluruh pihak yang diamankan. Detail identitas kelima tersangka akan diumumkan dalam konferensi pers di Gedung KPK. Agus juga mengatakan, OTT di PN Jakarta Selatan merupakan suap terkait perkara kasus tambang. Dalam OTT itu pula, KPK berhasil mengamankan barang bukti uang sebesar 45.000 dollar Singapura. Sementara Mahkamah Agung (MA) belum mengetahui adanya OTT terhadap hakim, pengacara dan panitera di PN Jakarta Selatan. Dalam operasi tersebut, KPK mengamankan uang sekitar 45.000 Dollar Singapura. “Ada sejumlah uang dalam bentuk Dollar Singapura yang juga turut dibawa sebagai barang bukti dalam perkara ini. Uang yang diamankan sekitar 45.000 Dollar Singapura,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Berdasarkan informasi yang dihimpun JawaPos.com, hakim yang diamankan berinisial I. Selain itu ada hakim RIW yang turut diamankan. RIW merupakan salah satu hakim senior di lingkungan PN Jakarta Selatan. Selain itu, dia pernah menangani perkara kasus narkotika yang menjerat model dan pesinetron Roro Fitria. Anggota Komisi III DPR-RI Fraksi Nasdem Taufiqulhadi mengatakan, kasus yang saat ini ditangani oleh PN Jakarta Selatan lebih pada perdata. Tetapi karena sudah melakukan aksi suap dan terjadi OTT, maka sudah masuk dalam ranah pidana. “Mungkin itu kasus perdata, tapi untuk memenangkan kasus itu melakukan suap. Kalau memang itu suap, berarti itu pidana. Nah kalau memang benar, saya sangat menyayangkan itu terjadi di lembaga tempat kita mencari keadilan. Karena melibatkan hakim, panitera, dan pengacara, itu bisa dikatakan sempurna sekali kalau benar terjadi. Mungkin itu yang biasa terjadi di pengadilan,” kata Taufiqulhadi saat dihubungi lewat sambungan telepon, Rabu (28/11). Politisi Partai Nasdem ini mengaku sedih dengan aksi suap yang dilakukan oleh para pengadil, baik itu hakim maupun pengacara. Taufiqulhadi juga meminta agar KPK menyertakan alat-alat bukti dalam OTT tersebut. “Jadi kalau sekarang ditangkap, saya harap OTT itu benar dan cukup alat bukti. Kalau benar, saya merasa sangat sedih dengan praktik di pengadilan seperti itu,” ujarnya. “Coba bayangkan, itu melibatkan hakim, panitera, dan pengacara dan itu sangat ironi. Padahal, di sanalah orang ingin mendapatkan keadilan, kalau benar itu, berarti sudah benar-benar berantakan benteng peradilan di Indonesia. Ini menjadi alarm atau peringatan yang sangat penting bagaimana kita membenahi pengadilan kita,” sambungnya. Menurut Taufiqulhadi, semua pihak harus menunggu informasi resmi dari KPK atas OTT tersebut, karena sejauh ini belum ada keterangan lebih kanjut dari KPK terkait penangkapan itu. Pada dasarnya, KPK mempunya hak penuh jika masalah ini masuk dalam ranah pidana. “Kalau OTT mengarah pidana misalnya ada pemberian hadiah, atau suap antara hakim, pengacara dan panitera, itu sudah masuk pidana korupsi. Sekarang kita tunggu dulu saja informasi lebih lanjut dari KPK,” jelasnya. Sementara itu, Wakil Ketua DPR-RI Fadli Zon menyayangkan tindakan suap itu dilakukan oleh para pengadil di PN Jakarta Selatan. “Ya saya juga mendengar itu, tentu kita sangat sayangkan tapi kita lihat lah prosesnya seperti apa. Saya kira mungkin itu karena ada kesempatan saja,” ucap Fadli. (fin/bha)

Tags :
Kategori :

Terkait